++ bonus chapter

814 95 43
                                    

Ini beneran part terakhir kok hehehe.

---

Ardan disambut dengan hangat oleh kakak perempuannya di bandara Soekarno Hatta, ia tidak dapat berhenti tersenyum karena akhirnya dirinya bisa bertemu dengan orang-orang yang ia rindukan.


"Mbaaaaaa." Ardan berlari kearah Mine dan memeluknya lalu perempuan berumur dua puluh tahun itu membalas dekapan adiknya.


"Aku kangeeeeen banget." Ucap Ardan, namun beberapa saat kemudian ia menjauhkan diri dari Mine. "Mba, kok sendirian? Dinda mana?" Pertanyaan Ardan yang tiba-tiba itu mampu membuat tubuh Mine menegang namun Mine mampu mengendalikannya, ia kemudian melempar senyum penuh arti ke Ardan. Ardan bingung.


"Dinda kemana mba?" Ardan mengulang pertanyaannya sekali lagi.


"Dinda udah nunggu kamu, yuk." Ucap Mine lalu menarik pergelangan tangan adiknya dan menuntunnya ke mobil.



***


Ardan hampir tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya, wanita yang ia cintai selain bunda dan kakaknya itu terbaring tidak berdaya diatas ranjang rumah sakit. Nampak kesakitan yang dalam dibalik senyum indahnya.


"Sini, Ardan." Suara lemahnya menyadarkan Ardan dari segala lamunan yang berkecamuk dalam pikirannya, dan ia pun berjalan menuju kursi disebelah kanan tempat Dinda berbaring.


"Maaf......" Hanya itu kalimat yang mampu keluar dari mulut Ardan, laki-laki itu sekuat tenaga menahan tangisnya. Dirinya terisak.


"Ini bukan salah kamu." Ucap Dinda, lembut sembari meraih jemari tangan Ardan.


"Harusnya aku ada disini, harusnya aku bisa nemenin kamu, harusnya aku nurutin kata-kata kamu buat ga pergi ke Balikpapan...." Tangis Ardan pecah, Mine memang sudah menceritakan semuanya ke Ardan.


"Aku bilang sekali lagi, ini bukan salah kamu." Dinda berusaha menenangkan Ardan, mengusap punggung tangan kekasihnya dengan lembut.


"Aku ada hadiah buat kamu, coba buka laci itu." Dinda menunjuk nakas yang ada disebelah ranjangnya, Ardan menurut lalu membuka laci tersebut.


"Jangan diliat sekarang!" Cegah Dinda saat Ardan hendak membuka kotak pembungkus hadiah tersebut.


"Pokoknya liatnya nanti ya." Ucap perempuan itu sambil melempar senyumnya ke arah Ardan.


Ardan menundukkan kepala, mengeratkan genggamannya di tangan Dinda, "Din...." Ucap Ardan.


"Hm?"


"Sakit banget ya?" Tidak, Ardan tidak sebodoh itu untuk tidak mengetahui bahwa Ataxia bukan penyakit yang dapat dianggap remeh.

Story Of Us;Dino ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang