Author View
Gadis itu melangkah gontai menaiki tiga tangga kecil pada teras rumah. Dia merasa lemas, semua tenaganya hilang begitu saja dan berat baginya meski hanya untuk memutar kunci agar pintu rumah terbuka. Semua pikiran itu, semua yang terjadi dengan sangat cepat dan pada akhirnya dia harus bertahan pada keputusannya. Rachel tak tahu makian apa yang pantas dia tujukan pada dirinya yang super bodoh ini. dia hanya bisa membuat dirinya sendiri sakit, menderita dengan beban yang dia datangkan sendiri. Peristiwa itu, lalu Zayn mengucapkannya. Kalimat yang ingin dia dengar namun juga dia takutkan setengah mati kemudian dia pun mengucapkannya, kalimat itu. Yang hanya menambah goresan tajam pada lubuk hatinya.
Pikirannya jenuh, sampai-sampai tangannya bergetar hanya untuk membuka pintu. Semuanya menjadi kacau, kepalanya pusing. Jika tidak ada Kath yang kebetulan datang, mungkin Rachel sudah membentur tanah akibat lututnya yang tak mampu lagi menopang tubuhnya. Kakinya lemas.
Kath menopang tubuh Rachel agar kembali berdiri. Sorotan matanya memancarkan kekhawatiran mendalam. “Rachel, kau kenapa?” tanyanya dramatis. Rachel memejamkan matanya mencoba mengembalikan tenaga yang sempat hilang—oh bukan, sekarang pun masih hilang. Rachel berusaha berdiri tidak perlu lagi Kath untuk menopang tubuhnya. “Aku baik-baik saja.”
“Tapi kau hampir jatuh jika aku tidak menopangmu. Kau jelas tidak baik-baik saja.” itu benar. Dia memang tidak baik-baik saja. Ada sesuatu pada dirinya yang merasa tertekan, merasa sakit dan menyesal. Namun tidak ada sisi lain yang mampu mengubahnya. Hatinya sesak tapi tak ada yang dapat dia lakukan untuk menghilangkannya. Sama sekali tidak ada. Hanya biarkan dirinya begini. Merasa sakit dan perih yang tak akan pernah hilang, hanya akan terus menikung tajam membuatnya terlampau lemah.
“Kau pulang? Apa aku sudah menyuruhmu untuk pulang?” Rachel mengalihkan pembicaraan. Kath dapat melihat jelas apa yang tersembunyi dibalik lensa mahoni kakanya. Rachel pasti mengalami suatu masalah. Kath tahu siapa Rachel, percuma jika dia terus bertanya apa yang sebenarnya terjadi karena Rachel tak akan memberitahunya. Bagi Rachel, masalahnya adalah masalahnya, dia akan memendamnya meski akan berdampak buruk. Lantas Kath hanya menjawab pertanyaan tadi. “Aku hanya memastikan ayah tidak melukaimu. Selama aku pergi, aku tak tahu hal apa saja yang kau sembunyikan padaku. Tapi itu tidak penting lagi. Melihatmu baik-baik saja sekarang sudah cukup untukku.”
Rachel tersenyum tipis.”Terima kasih kau tidak menanyakan hal yang telah terjadi. Meski sesuatu yang buruk pun terjadi, aku baik-baik saja sampai saat ini. kau tidak perlu khawatir.” tamparan itu. Luka robek di lengannya. Bentakan keras Clark. Banyak hal yang buruk terjadi. Tapi itu sudah berlalu, mau mengungkitnya pun tak akan membuat kejadian itu terhapus.
“Ayo masuk, udara malam musim gugur terlalu dingin.” ujar Kath membuka pintu.
“Bagaimana jika dad pulang? Kau tidak seharusnya pulang saat ini.”
Kath mendengus. “Selama pria itu belum mati, dia akan terus kembali ke rumah ini. apa selama itu aku harus tinggal di rumah Jade?”
“Aku tidak tahu Kath. Tapi hanya itu yang kupikir terbaik untukmu.”
“Dengar kakak.” Kath memegang kedua bahu rachel membuat gadis itu berhadapan langsung dengan Kath. Pandangan kedua mata Kath lurus padanya. “Terbaik untukku tapi tidak denganmu. Aku tidak mau menjadi adik kurang ajar yang terus berlindung dibalik tembok sementara kau bersusah payah berdiri di depannya. Aku tidak peduli jika dad datang dan memarahi kita lagi. Kita akan menghadapinya, bukan kau.”
“Dari mana kau belajar itu? Katherine yang kukenal hanyalah seorang gadis labil yang suka berbelanja di mall.”
Mendengarnya, Kath tertawa kecil. “Aku belajar dari seseorang yang selama ini sudah seperti ibuku. Dia lemah tapi kelemahannya adalah kekuatannya. Dia melindungiku meski dia sendiri terluka. Dia sangat berarti bagiku.”