Chapter 22 "Say Something..."

4K 330 11
                                    

Gadis itu menarik napas dalam. Memainkan jemari-jemarinya. Mengerjapkan mata kaku saat dia berusaha untuk memperhatikan keadaan luar dari kaca mobil. Rachel tidak habis pikir mengapa dia selalu merasa gugup—jantungnya seakan ingin meledak—jika hanya sedang bersama Zayn. Duduk di samping kemudi dimana pria itu duduk bukanlah hal pertama yang dia lakukan. Sudah berkali-kali, dan ini yang kesekian kalinya Rachel tak bisa untuk bersikap normal. Mungkin seperti mengobrol bersama Zayn, tertawa lepas, melakukan hal-hal yang tidak sebeku dan sesunyi sekarang. Seperti apa yang sering dia liat di serial televisi.

Rasanya mustahil untuk melakukan itu. Lihat sekarang? Dia bahkan sibuk dengan usahanya untuk menghilangkan detak jantung yang kelewat cepat. Gadis lugu dan bodoh. Seperti itu dirinya sekarang. Dan ketika Rachel melihat kearah Zayn, dia turut memaki pria itu yang ternyata tidak menunjukkan tanda-tanda kalau pria itu akan mengajaknya berbicara. Oh setidak hanya sekedar menoleh dan tersenyum.

Fokus dalam berkendara mungkin penting. Tapi hell—hanya melirik sekilas menyadari kalau dia tidak sendirian di dalam mobil ini bukan masalah besar kan?

Baiklah, Rachel menyerah. Sekesal apapun dirinya pada Zayn tidak akan membuat pria itu tahu kalau dia benci dengan keadaan sunyi seperti ini. kecuali jika dia berteriak dan itu akan membuat pria itu menoleh padanya dan mobil ini akan menabrak pembatas trotoar. Ide gila. Hal-hal yang terjadi saat mereka berada di London sudah cukup membuat Rachel hilang pikiran. Zayn adalah pria paling gila yang pernah dia temui. Bagaimana tidak? Pergi ke London tanpa rencana seakan seperti meniup debu di telapak tangan. Dan ide gila Zayn itu yang membuatnya sadar kalau Zayn adalah pria yang sangat romantis.

“Hhhh...kenapa waktu bisa begitu cepat berlalu?” Rachel bergumam sendiri. Dia tahu dimana pikirannya, kembali berputar pada hal-hal yang mereka lakukan di London.

Zayn menoleh dan terkekeh kecil, “Kau ini kenapa?”

“Kau tahu..” gadis itu juga menoleh pada Zayn, dengan senyum merekah di bibirnya. “..tentang semuanya. Aku berpikir mengapa waktu tidak berhenti saja saat aku ada di sana. Itu adalah tempat yang menakjubkan.”

“Aku bisa membawamu kesana lagi, kapanpun kau mau.”

“Jangan gila...” gadis itu menggeleng, “Apa kau tidak tahu kalau itu sama saja menghambur-hamburkan uangmu hanya untuk kepuasan diri. Masih banyak orang di luar sana yang butuh satu sen dari ruang uangmu itu.”

Kali ini Zayn tertawa. “Aku tidak akan pernah melupakan hal itu Rachel. perusahaan kami memiliki lembaga sosial sendiri yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial di Amerika dalam upaya memberi bantuan pada masyarakat tidak mampu. Jadi kau tidak perlu khawatir.”

“Lembaga sosial?”

“Yap. Belum pernah dengar? Ketika Detroit memiliki masalah kriminal yang cukup serius dan Somalia yang juga memiliki gangguan ekonomi, kami semua tidak tinggal diam. Aku selalu menyumbangkan uangku setiap bulan pada lembaga, begitupun para karyawan. Lalu sumbangan dari perusahaan lain dan masyarat yang nanti akan dikumpulkan di lembaga pusat untuk didonasikan kepada mereka.”

“Berapa yang kau sumbang?”

Zayn mengusap dagunya pelan. “Terdengar pamer jika aku menyebutkannya bukan?” dia berpendapat.

“Ah—ya tentu aku tahu itu.” Rachel mengerjapkan matanya kikuk. Satu lagi pertanyaan bodoh. Kalaupun Zayn memberitahunya berapa dolar yang dia sumbangkan, gadis itu yakin dia tidak akan mengerti. Atau mungkin tidak sanggup untuk mengerti. Sumbangan yang diberikan Zayn tidak mungkin dapat dihitungan dengan lembaran.

“Kau tahu Rachel? jika kau ingin pergi kemanapun, kau bisa bilang padaku.” pria itu berujar membuat Rachel kembali menoleh padanya. Tapi justru Zayn mendadak heran karena tiba-tiba gadis itu tertawa geli.

SECRET [1D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang