Chapter 2

7.2K 809 24
                                    

[EDITED Jan 30, 2020]



"Hi, honey.." Tangan Gwenn bergelayut manja di pundak Harry. Sementara Harry hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit digambarkan.


"Kamu masih berani mengganggu Harry sementara kamu berpacaran dengan Brian? Seriously, Gwenn. Are you a whore or a slut?" Tanya Louis dengan nada dan mimik penuh amarah.


"Settle down, mate!" Liam menahan tubuh Louis agar tidak menyerang perempuan jalang itu. Seluruh perhatian di kafetaria saat ini tertuju pada meja tempat mereka duduk. Well, itu merupakan hal biasa untuk mereka—karena status mereka sebagai mahasiswa populer. Tetapi kali ini, tentu saja kejadian ini akan menjadi headline gossip terbaru minggu ini.


"Harry, kamu nggak percaya dengan kata-kata Louis, kan? Aku nggak kenal siapa itu Brian. Kamu percaya aku, kan, darling?" Gwenn mendekap kedua pipi Harry, membuat Harry harus menatap kedua mata Gwenn. Tidak ada kejujuran disana.


"Go away, Gwenn. Aku muak melihatmu disini," ujar Harry sembari melepaskan tangan Gwenn dengan kasar kemudian pergi meninggalkan kafetaria.


"Harry, tunggu!" Niall dan juga Zayn berlari menyusul Harry. Kebetulan mereka ada di kelas yang sama pagi ini.


Saat Harry, Niall, dan Zayn berjalan menyusuri lorong menuju ke kelas Post-War British Drama, langkah mereka terhenti oleh suara Mrs. Wales, Dekanat sekaligus sahabat baik kedua orang tua Harry. "Mr. Styles, can we talk privately?" Tanya Mrs. Wales.


"Kalian duluan saja. Nanti aku menyusul," ujar Harry kepada dua temannya yang lain. Mereka mengangguk dan memasuki kelas, sementara Harry hanya mengekor pada wanita paruh baya itu.


"Langsung saja pada intinya, Mr. Styles. Aku mendapat kabar bahwa nilai-nilaimu menurun belakangan. Padahal, kulihat grafik nilaimu selama satu tahun ini cukup baik dan kamu merupakan salah satu murid terbaik setelah Mr. Payne. Ada apa denganmu?" Tanya Mrs. Wales sesuai dengan ucapannya, to the point.


"Personal issues. Mrs. Wales nggak perlu khawatir. Aku bisa mengatasinya sendiri," ujar Harry dengan tampang masam.


Mrs. Wales menghela nafas panjang, kemudian melepaskan kacamatanya dan meletakkannya di meja. "Harry, kamu tidak perlu bersembunyi dibalik bentengmu. Ini pasti ada kaitannya dengan perceraian orang tuamu. Benar begitu?" Tanyanya, sementara Harry hanya memijit-mijit pelipisnya dan menghembuskan nafas berat.


"Aku, Anne, dan Des sudah menjadi sahabat sejak kami duduk di bangku junior, Harry. Percayalah, it's for the best." Balas Mrs. Wales. "Kamu pikir aku tidak mencemaskan keadaan mereka? Keadaanmu dan kakakmu? Of course not. I'm totally worried about them. Mostly how it's gonna affect you and your sister."


Mrs. Wales adalah sahabat baik Anne dan Des Styles sejak mereka duduk di bangku junior high school. Ia sudah menganggap Harry dan Gemma seperti anaknya sendiri. Tentu ia mengkhawatirkan kedua anaknya dengan kondisi di rumah seperti ini; Gemma yang lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-teman elite sosialitanya, dan Harry yang lebih sering menghabiskan waktu dengan clubbing bersama Gwenn semenjak Anne dan Des memutuskan untuk berpisah.


"Cobalah untuk dewasa dan mengerti keadaannya. There's no point in holding on to something that wasn't meant to be." Harry hanya mengangguk pasrah. "Pikirkan kata-kataku, Harry. Jangan buat Ibumu semakin kepikiran karenamu dan Gemma." Sambungnya lagi. Harry mengangguk lagi untuk yang kedua kalinya.


Harry beranjak dari kursinya, sementara Mrs. Wales berjalan menuju Harry. "Terima kasih, Sara." Sara Wales memeluk anaknya erat-erat dan mengusap-usap punggungnya dengan lembut.

Ghost GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang