Kita memang dibatasi ruang, waktu, jarak dan jelas juga soal keadaan yang berbeda. Aku mana pernah menatapmu secara nyata lewat kedua bola mataku.
Tapi aku sudah keburu jatuh.
Aku jatuh dalam gerak-gerikmu di batasan mayaku. Aku berhambur dalam peluk-pelukmu meski hanya sebatas emoticon. Takkah itu lebih gila sebenarnya dari setiap apa saja yang sudah aku rangkai?
Sampai suatu saat aku mendengar suaramu.
Aku gagu. Tapi pelan, kedua ujung bibirku tertarik membentuk satu lengkungan yang biasa kita sebut senyum.
Dan, kau berhasil mendikteku berbahagia.
Meski dalam ruang lingkup yang tak sama. Kau ada, dalam bisikan malamku pada semeta. Mengudara. Dan kau yang menjadi tokoh utamanya....
Aku sudah merasa lapang. Meski hanya melantunkan doa-doa bahagia untukmu; yang juga tanpa sepengetahuanmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumpukan Rasa Dalam Aksara
PoetryMari Duduk bersamaku di batas senja Sambil membuka lembaran-lembaran cerita kita yang telah menua Ini bukan apa-apa Kau bisa saja menganggapnya tak ada Ini hanya ungakapan sebuah rasa Yang tak terucap oleh lidah Bacalah Barangkali kau bisa memah...