# 16.30 #
Detektif Eza sedang bersantai di sofa sambil menyandarkan tubuhnya. Diseruputnya minuman dingin yang tersedia langsung di kamarnya, merilekskan tubuhnya seperti sedang mengusir segala beban yang ada di tubuhnya.
Diambilnya remote TV yang berada di sampingnya dan dinyalakannya TV. Detektif yang kelelahan itu mengganti beberapa chenel dengan cepat seperti sedang tidak berselera. Dia memandangi seluruh isi kamar hotel yang sedang ditempatinya.
“Harganya sih selangit, tapi isinya biasa-biasa saja.” Gumamnya.
Detektif Eza bangkit setelah menghabiskan semua isi minumannya dan berjalan kearah pintu teras kamar. Dibukanya pintu itu, seketika angin sepoi-sepoi diingin menerpa wajah detektif itu. Dia menghirup nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya, berharap semua masalah yang ada padanya akan ikut hilang bersamaan.
Matanya tertuju pada pemandangan kota Saracaz. Kota yang sangat tercinta, kota yang menjadi daya tarik tertinggi bagi sekumpulan detektif amatiran karena banyaknya geng-geng yang berkeliaran.
Berada di sebuah hotel ‘sky hotel’ di tinggat kesepuluh memang menjadi momen yang bagus untuk menghilangkan penat. Menikmati sunset dan pemandangan seluruh kota, kota yang sebenarnya tidak seindah yang dibayangkan.
Dari kamarnya detektif Eza dapat melihat berbagai macam kejadian di bawahnya, mulai dariperkelahian antar geng menggunakan senjata api sampai pertengkaran antar kekasih.
Di kota yang memiliki tingkat kriminalitas tinggi seperti itu mendengar atau bahkan melihat seseorang membawa senjata api adalah hal yang lumrah, menjadi pemandangan sehari-hari bagi detektif Eza.
“Akankah kota yang mengerikan ini berubah? Walaupun banyak sekali detektif di kota ini, bahkan sampai ada sekolah detektif, kota ini tetap saja seperti waktu aku kecil dulu.” Pikir Eza.
Kelelahan yang menimpa detektif Eza akibat dari jumpa pers dadakan yang diadakan sebuah stasiun TV ternama, sesi Tanya jawab yang berlangsung selama hampir sepuluh jam itu membuat seluruh tubuhnya mati rasa. Rasanya sedikit sesak saat jutaan pertanyaan itu dijawabnya dengan kebohongan.
“Menjadi terkenal itu memang tidak bagus…” Ucap Eza sambil memandangi telpon genggamnya. “Apa mereka baik-baik saja?”
Karena merasakan tubuhnya yang mulai berat, detektif Eza ingin segera menikmati malamnya. Dilemparnya tubuhnya ke kasur, dia perlahan memejamkan matanya.
Suasana malam di kota Saracaz memang menjadi kemikmatan tersendiri, udara dingin yang menembus kulit hingga terasa ke tulang, suara angin yan terdengar di telinga, suara-suara binatang seperti cecak dan burung juga terdengar bak alunan lagu neraka.
Yang menjadi ciri khas kota itu saat malam adalah suara sirena mobil polisi yang tiada henti selama 12 jam dan suara senjata api yang selalu ditembakkan. Di kota yang mengerikan itu polisi tidak bekerja secara full dan sangat tidak disiplin. Para polisi-polisi itu pilih-pilih jika ingin menangkap seorang penjahat. Penjahat seperti Adi tidak akan pernah dikejar para polisi jika mereka tau apa yang telah dilakukan Adi selama ini.
Para polisi hanya akan bekerja efektif jika ditemai seorang detektif, itu sebabnya banyak penjahat yang bebas berkeliaran. Para polisi di sana lebih cocok disebut dengan sampah masyarakat. Biasannya hanya para detektif yang membunuh penjahat-penjahat diluar sana, keberadaan polisi hanya sebagai figura bagi mereka.
Di kota itu setiap rumah wajib memiliki senjata keluarga bila ingin bertahan hidup, karena yang datang untuk merampok bukan penjahat biasa, penjahat ini seperti tidak punya hati dan siap membunuh siapa saja yang menghalanginya.
Biarpun begitu, tetap saja ada banyak desa di pinggiran kota yang hidup dengan damai. Mereka bercocok tanam dengan kekuatan mereka sendiri, memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan usahanya sendiri dan saling bekerja sama.
Itu juga alasan mengapa Eza dan kawan-kawannya memilih membuat sebuah markas yang berada di sebuah desa, di sana mereka hidup rukun dengan warga desanya. Para warga desa tidak mencurigai mereka lantaran mereka selalu membantu melawan jika ada penjahat yang datang ke desa mereka. Anggap saja seperti simbiosis mutualisme.
...
Detektif Eza terduduk di ranjangnya, suasana malam itu membuatnya tidak bisa tidur. Dia merasa malam itu bukan sesuatu yang normal seperti biasannya.
“Kemana semua suara khas yang membantuku tidur? Mana suara senapannya? Dan juga sirenanya?”
Detektif itu meraih tas punggungnya. Memutuskan untuk online dan mencari kabar tentang dunia luar, matanya baru terpejam berusaha untuk terlelap selama tiga jam.
Setelah laptonya hidup dan sudah terhubung dengan dunia maya segera dibuka aplikasi facebooknya, mengisi pasword dengan cepat dan benar. Segera dia terhubung dengan akun facebooknya.
Dia menggaruk-garuk kepala, kemana semua pemberitahuannya yang biasannya berjumlah ribuan? Kemana juga semua permintaan pertemanan yang seharusnya lebih dari seratus?
Detektif yang kebingungan itu mencari daftar teman onlinenya….tidak ada satupun yang online. Dia menggeser bloknya terus-menerus kebawah, tidak ada yang baru, semua sudah dari tiga hari yang lalu. Hari terakhir dia mencek facebooknya.
“Di hack? Tidak mungkin!!” saat dia melihat akun miliknya, semuanya sama ketika dia pertama mengisi data akun pribadinya itu, tidak ada yang aneh sama sekali.
Detektif Eza itu melongo di hadapan layar monitor sampai sebuah pesan yang baru saja masuk menyadarkannya, tidak ada nama pengirim di pesan itu. Detektif Eza mengecek pesan itu :
“Kau yang berada di kamar tingkat sepuluh, yang masih belum tidur. Bersiaplah menerima kematianmu malam ini juga seperti kau pernah membunuhku dulu.”
Detektif Eza merasa kesal, seperti biasannya. Sepertinya ada penjahat sedang me-stalker dirinya. Dia paling tidak suka ada seseorang yang memata-matai dirinya saat sedang bersantai di hotel. Detektif itu mengirim sebuah pesan balasan :
“Ehh blok, tunjukin diri lo sini. Jangan nge-stalkerin gue dong.”
Tidak ada balasan dalam waktu singkat. Detektif Eza merasa menang menghadapi ancaman orang itu, ancaman basi seperti itu tidak bisa menggoyahkan keyakinannya. Sebagai seorang detektif Eza tidak menganggap remeh pesan itu. Dia mempersiapkan segala sesuatu untuk serangan kejutan dari segala sisi. Karena dia pernah mengalami sebuah nasib yang cukup tragis akibat meremehkan lawannya.
Detektif ini selalu belajar dari pengalamannya. Kalau diingat-ingat lagi beberapa hari ini Detektif Eza banyak mengalami masa-masa sulit karena kasus yang terus bermunculan, ditambah dengan sesi Tanya jawab yang sangat menguras tenaga. Semua harus dilaluinya seorang diri.
“Ini pasti ada hubungannya dengan kecelakaan kemarin malam. Kecelakaan itu sangat tidak wajar. Huft… makin hari kota ini makin kedatangan penjahat yang aneh-aneh, penjahat mana coba yang merencanakan adegan kecelakaan dengan detail di hadapan detektif sepertiku. Kecelakaan itu memang sudah rencana dari awal untuk membunuhku, Cuma penjahat ini tidak memperkirakan waktu yang tepat.” Ucap Eza sambil mempersiapkan senjata laras pendeknya.
“Detektif Eza memang yang paling hebat!!”
Deg…!!!
See you in page 11
KAMU SEDANG MEMBACA
TERORIS 7 (Completed)
Misterio / Suspenso- Dibalik kisah kelam sang detektif - Detektif Eza. Salah satu dari anggota TERORIS 7 yang mempunyai gelar detektif hitam karena masa lalu gelapnya. Perjalanannya sebagai detektif menguak berbagai fakta nyata dalam hidupnya. Bertempat di kota Sarac...