Epilog

722 47 28
                                    

Kantor kepolisian utama kota Saracaz.

Alcander mengangkat kedua kakinya ke atas meja. Perlahan-lahan dia menghisap rokoknya, membolak-balikkan kertas Koran yang isinya hanya berita tentang keberhasilannya. Alcander bangga dalam hati karena wajahnya terpampang di berbagai sudut di Koran harian kota Saracaz.

Seluruh siaran di telivisi menyiarkan ketika ia di wawancarai oleh pers. Hari ini Alcander terkenal karena berhasil menghentikan program terlarang yang diadakan pemerintah, juga karena berhasil memenjarakan gubernur yang diduga menjadi tersangka, gubernur itu adalah Kakek dari mendiang ayah Nisa.

Alcander menatap sekeliling ruangannya, ruangan persegi dengan dua buah AC tertempel di dinding, beragam penghargaan juga terpampang jelas di sana. Kantor kesayangannya, akhirnya dia kembali ke sini.

“tuan, ada tamu yang ingin berbicara. Orang penting katanya." Alcander yang mendengar itu langsung menurukan kakinya, memasang sikap berwibawa. Dia senang sekaligus terkejut, baru kali ini ada pegawai kantor kepolisiannya yang memanggilnya Tuan.

“Masuk.” Ucap Alcander dengan nada bergetar.

Tak…

Listrik di kantor Alcander tiba-tiba mati. Kantor yang tertutup itu menjadi gelap karena kedap suara dan kedap cahaya. Alcander berjalan ingin membuka gorden, namun langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara pintu terbuka. Terdengar langkah kaki yang memasuki kantornya, menutup pintu. Suara ‘klik’ terdengar ketika orang misterius itu mengunci kantornya.

Perasaan Alcander tidak tenang, dadanya berdegup kencang, rasanya jantungnya ingin melompat keluar dari dadanya. Alcander kaku di tempatnya berdiri, dia menengok perlahan ke arah pintu, kakinya yang bergetar hebat berusaha memindahkan posisinya semakin dekat menuju jendela yang tertutup.

Tak…

Listrik kembali menyala. Mata Alcander membulat menegas takut, kakinya lemas kehilangan tenaga, dia tidak bisa merasakan jantungnya yang berdetak lagi. Mulutnya terdiam seribu bahasa. Sosok yang berada di hadapannya itu membuatnya ingin segera lari, tapi sayang kakinya tidak akan menuruti permintaannya.

Orang itu berjalan perlahan ke arah Alcander. Langkahnya berat lantaran salah satu kaki orang itu dibalut besi, di sekitar hidung dan mulutnya menggunakan alat bantu nafas. Sedangkan tangan kirinya hanya sebatas siku. Alcander menggeleng saat melihat mata sosok itu mengarah padanya menegas darah.

Orang itu berbalik, melepas alat bantu nafasnya. “Kau yang pertama akan kuhukum karena mengetahuinya tapi tidak menghentikannya.” Ucap orang itu dengan suara parau seperti kehabisan nafas.

Semakin takut Alcander dibuatnya, jantungan makin berdetak kencang, nafasnya menggebu-gebu. Sekuat tenaga dia berlari ingin menerobos. Sosok yang berada di depan pintu keluar itu berbalik, mengarahkan pukulan satu tangan tepat di wajah Alcander. Alcander tersungkur sambil memegangi hidungnya yang terasa sangat sakit.

Orang itu berjalan perlahan sampai tepat berada di hadapan Alcander. “Kau tidak bisa lari.”

Jleb...

Beberapa menit kemudian petugas kepolisian masuk ke dalam kantor Alcander karena ingin menyerahkan berkas. Saat membuka pintu kantor mereka terkejut, mereka mendapati Alcander yang sedang duduk di ujung ruangan dengan Pisau tertancap di keningnya.

Kantor TERORIS 7.

“Wooh, Rusnade, Hata, Zahra!! Coba lo semua ke sini!!” Teriak Didi yang berada di depan TV.

Hata duduk di samping Didi. “Ada apaan Di? Kok kaget banget gitu?” Ucapnya. Hata yang baru saja selesai mandi dibuat terkejut saat melihat berita yang ditayangkan di TV.

TERORIS 7 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang