Prologue

141 19 12
                                    

Minggu, 11 agustus.

Semua orang diruangan itu terkejut mendengar permintaan seorang wanita paruh baya yang sedang terbaring lemah di rumah sakit ini. Keila melebarkan matanya tak percaya, lalu melirik ekspresi seorang pria yang berada tepat di sebelahnya itu.

Datar.

Keila tidak bisa menyimpulkan apakah Kai akan menerima atau menolak pernikahan ini. Tapi, dia yakin kemungkinan besar Kai akan menolak perjodohan ini. Demi tuhan, dia baru berusia 17 tahun dan dia tidak akan kuat untuk menjalani kehidupan rumah tangga bersama pria yang dibencinya sekaligus dicintainya ini.

Lagipula, sekarang Kai sudah mempunyai pacar kan? Dada Keila tiba-tiba terasa sesak hanya dengan memikirkan hal itu. Keila cukup yakin alasan Kai meninggalkannya pasti karena wanita itu, Kai pasti merasa bosan dengan Keila.

Ya, lagipula siapa pria yang tidak bosan menjalin hubungan selama 2 tahun dengan wanita yang sama? Keila menahan perih di hatinya dan berusaha menyingkirkan pemikirannya itu karena dia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu.

"Iya, ma. Kai bakal nikahin Keila seperti yang mama minta." setelah mendengar penuturan Kai, perut Keila serasa melilit. Wanita paruh baya yang tak lain adalah mama Kai tersenyum bahagia bercampur haru, Keila langsung menoleh ke arah Kai yang sekarang juga sedang menatapnya sambil tersenyum manis. Keila tahu itu hanya sandiwara Kai karena keluarga mereka tidak ada yang tahu soal putusnya hubungan mereka.

Ya, hubungan mereka memang telah diketahui oleh keluarga mereka masing-masing. Padahal saat itu Kai dan Keila sudah berusaha keras untuk menutupi hubungan mereka tetapi hubungan mereka berhasil diketahui oleh keluarga mereka, Kai dan Keila tidak pernah menyangka bahwa hubungan mereka akan direstui oleh keluarga mereka masing-masing, karena awalnya mereka mengira bahwa hubungan mereka akan mendapat pertentangan.

Keila menoleh ke sisi kiri, lebih tepatnya menatap orangtua nya yang kini menatap Keila sambil tersenyum lembut. Bukan, bukan ini yang Keila harapkan. Keila berharap bahwa orangtua nya akan menentang pernikahan ini, tetapi sekali lagi Keila dikejutkan dengan reaksi orangtua nya yang malah dengan mudahnya menerima pernikahan ini.

"Ayah? Bunda?" tanya Keila tak percaya, air matanya sudah menetes deras. Sang bunda pun mendekat ke arah Keila dan memeluknya sembari mengusap-usap punggung Keila penuh kasih sayang. Ayahnya hanya mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum lembut menatap Keila, tanda bahwa ia setuju akan rencana pernikahan ini.

"Jangan nangis, sayang. Bunda tahu kamu pasti kaget kenapa ayah dan bunda bisa setuju tentang pernikahan ini, mengingat kami yang begitu protective sama kamu." Iya, orangtua nya sangat over protective kepada Keila mengingat bahwa Keila adalah anak tunggal. Tapi mengapa disaat seperti ini orangtua nya malah dengan mudahnya menerima pernikahan ini?

"Iya, sayang. Ayah dan bunda bakal ngalah demi kebahagiaan kamu. Kami tahu nak kalau kamu dan Kai saling mencintai jadi kami tidak ingin menghalangi kebahagiaan kalian." ucap ayah Keila masih dengan senyum dibibirnya.

"Ta-tapi, ak--" ucapan Keila terputus karena papa Kai--yang sudah dianggapnya sebagai papanya sendiri memotong ucapannya.

"Iya, Keila. Papa tau kamu pasti berat buat ninggalin orangtua kamu. Tapi, kamu tenang aja. Kamu bisa kok ngunjungin orangtua kamu kapanpun yang kamu mau, terus juga orangtua kamu pasti bakalan sering kok ngunjungin kamu." kali ini, papa Kai yang berbicara.

Dan sekarang, Keila mengerti bahwa menolak pernikahan ini pun rasanya percuma. Lantas, dia pun melirik ke arah Kai yang sedang menatapnya dengan tatapan tak terbaca.

"Yah? Bun? Kai izin sebentar ya buat ngomong berdua sama Keila." ucap Kai meminta izin kepada kedua orangtua Keila, yang mana membuat Keila tertegun. Lalu, Kai pun langsung menarik tangan Keila lembut dan membawanya keluar dari ruangan itu.

"Kenapa?" tanya Keila lirih. Kai baru ingin membuka mulutnya, kalau saja Keila tak memotongnya. "Kenapa kamu terima pernikahan ini?" Kai mengalihkan pandangannya ke arah lain, menolak untuk melihat tatapan terluka Keila.

"Lo nggak liat keadaan mama sekarang? Mana mungkin gue nolak pernikahan ini. Lo fikir gue mau nikah sama lo? Kalo nggak liat keadaan mama sekarang, gue nggak akan mau nerima pernikahan ini!" ucap Kai pedas sembari tersenyum sinis, Keila tersenyum getir mendengar jawaban Kai. Air matanya pun sudah menetes tanpa disadarinya, bahkan sekarang Kai tidak lagi memakai embel-embel 'aku-kamu' tapi 'gue-elo' .

"Gue tau, kok. Tapi, apa lo nggak mikirin gimana reaksi pacar lo nantinya setelah tau kalo lo bakalan nikah sama gue?" tanya Keila dengan tatapan menerawang, Kai terlihat terkejut dengan pertanyaan Keila tapi dia berhasil mengendalikan ekspresi wajahnya.

"Itu urusan gue, lo nggak berhak ikut campur." Kai pun langsung melenggang pergi tanpa melirik Keila sedikitpun, meninggalkan Keila yang sedang membekap mulutnya sendiri guna menahan isak tangisnya.

Sebenarnya siapa yang tersakiti disini? Kenapa Kai bertingkah seolah-olah Keila yang telah mengakhiri hubungan mereka? Kenapa Kai bertingkah seolah-olah Keila yang telah menyakitinya disaat sebenarnya Kai lah yang menyakiti Keila.

Dan, sekarang Keila pun lagi-lagi mengerti akan seperti apa hubungan rumah tangga nya nanti. Dia melihat punggung Kai yang makin lama makin menjauh dari jangkauannya sembari tersenyum pedih.

-TBC-

Aihh, melodrama banget wkwkw tenang aja kok, kedepannya nggak bakal kayak begini lagi.

Fyi, papa-mama : sebutan mereka (kai-keila) buat orangtuanya kai.
Dan ayah-bunda : sebutan mereka (kai-keila) buat orangtuanya keila.

Semoga ngerti yaaa😉

Lots of Love, Nisa Xx

Choco ChipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang