Gadis itu mengganti bajunya dengan cepat. Sebuah jeans casual dengan atasan kemeja tribal membuat kesan tomboy mencolok pada dirinya. Surai panjangnya disisir rapi kebelakang, Tak lupa sebuah slayer hitam bertengger manis dilehernya.
Nathasya mematut dirinya didepan cermin, Sejam lalu ia menerima whatsapp dari Ochi untuk datang ke sebuah saung kecil didekat Curug kembar. Tak jauh sih, tapi ia memutuskan menggunakan mobil kantor untuk kesana...
"Pak Juan serius?"
"Kau pikir aku bercanda?"Keempat orang itu menatap heran lelaki disamping mereka. Tak salah Bu Nathasya menjulukinya dengan sebutan Maniak, Mereka membuktikannya sendiri. Bagaimana bisa pria yg menjabat sebagai ceo dikantor merencanakan hal se'unik' ini?
"Jadi kalian mau tidak?" Juan menaikkan alis sebelah kanannya
Evelyn mengangguk, diikuti ketiga sahabatnya.Langkah pertama adalah meninggalkan Nathasya sendirian di villa ini
..
Dalam benak gadis bertubuh tinggi ini, Ammar dan Ochi sudah stand by di tempat mereka janjian. Tapi 15menit ia duduk disalah satu saung, ia tak melihat sama sekali keberadaan kedua sahabat karibnya itu. Dan ayolah... ini sudah 30menit lewat dari jam makan siang, Nathasya sudah begitu kelaparan sekarang.Gadis ini kembali memainkan layar ponselnya, menghubungi Ochi dan Ammar. "Menyebalkan sekali, Bahkan tak satupun dari mereka mengangkat telfonku." Gerutunya lirih. Setelah lama menunggu akhirnya Nathasya memutuskan untuk memesan makanan terlebih dahulu. Cacing-cacing didalam perutnya sudah tak mau berkompromi lagi rupanya. Tak terasa gadia berpipi tembam ini telah menunggu lama sekali, sampai arloji hitamnya telah menunjukkan pukul 3sore, kini ia menunduk dimeja lesehan ini, Bukan menangis, lebih tepatnya mengantuk karena terlalu kenyang menyantap makan siangnya.
..Hampir seluruh Bogor dirundung hujan sore ini, Namun tetap saja-karena ini akhir tahun, banyak wisatawan dari Jakarta mengunjungi kota berjuluk hujan ini.
Juan tak henti-hentinya menyunggingkan senyum tampannya, tinggal 1jam lagi, Saung ini akan betul-betul dikosongkan dari hiruk-pikuk pengunjungnya, Rupanya kerja kerasnya hari ini tak sia-sia. Kedua sahabat Nathasya itu bahkan ikut membantunya merencanakan 'ini' semua.
Setidaknya pemuda berparas tampan ini tak memikirkan bagaimana reaksi gadisnya, Entah terlalu cepat, terlalu tiba-tiba, atau gegabah sekalipun, ia tak akan memikirkan hal-hal itu lagi. Selagi ia mampu, Selagi Tuhan masih memberikannya banyak kesempatan untuk melakukan yg terbaik. Yang terbaik untuk orang yg menurutnya terbaik dalam hidupnya.
..
Dalam sekejap, saung khas sunda itu berubah. Bunga-bunga indah menghiasi setiap sudut ruangan yg masih terbuka dengan alam itu. Mereka menambah sebuah tenda berwarna merah jambu ditengah kolam pemancingan-sebuah spot yg sering digunakan untuk memancing.Kolam itu terletak ditengah2 saung. Hujan semakin deras. Langit semakin menghitam. Cuaca sore ini memang begitu mencekam, namun tak sampai menimbulkan petir. Dan tak sampai mengganggu sang putri tidur ini menikmati mimpi indahnya.
Juan duduk berpangku tangan, sesekali tangannya terulur untuk menyingkirkan helaian rambut gadis dihadapannya. Manis- meskipun cara tidurnya- begitu tak elit- dengan sedikit air liur menetes membasahi meja makan, tentunya membuat pemuda tampan itu menahan tawa. Namun tak membiarkan itu terjadi, sang gadis tiba2 terjaga dari tidurnya.
Nathasya mengucek matanya yg tak gatal, mengedipkannya tak berapa lama.
"YA!? KAU?!" Bentak gadis itu seraya bangkit dari tempat duduknya
" Nathasya" Juan sedikit beringsut, lalu ikut berdiri
"Sejak kapan kau ada disini? Sejak kapan? Atau jangan-jangan kau yg menculikku kesini kan? AYO JAWAB!" Tuduhan demi tuduhan Nathasya lontarkan pada pria tampan dihadapannyaSang pemuda hanya menghela nafas. Ia memilih diam dan kembali duduk. Tak menanggapi sedikitpun hardikkan dari gadis dihadapannya.
Nathasya yg merasa tak dianggap, melihat kesekelilingnya. Benar, ini tak salah. Ini adalah saung tempatnya janjian dengan Ammar dan Ochi- Jadi kesimpulannya, Juan memang tak menculiknya.
Tak ada pilihan lain selain ikut duduk ber Sama pemuda tampan itu.
"Sudah puas?"
"K-kau. Jelaskan padaku. Bagaimana kau bisa ada disini?" Tanya Nathasya penuh penekanan
"E-ehm-... Ya, memang hanya gadis bodoh sepertimu yg boleh menginjakkan kakinya disini?"Kedua bola mata itu melebar. Urat urat wajahnya mengeras, Giginya bergetar seketika. "Apa kau bilang tadi, gadis bodoh? Kau pikir siapa dirimu, Pak Juan yg terhormat? Kau fikir kau bisa seenaknya menginjak harga diriku hah?" Entahlah, Nathasya tak menghiraukan penampilannya yg sudah tak karuan. Rambutnya bebas tergerai kesana kemari karena hembusan angin.
"Dari dulu aku tak pernah berniat sedikitpun merendahkanmu sya, Aku tak ada niatan untuk membuatmu marah padaku. Bahkan aku membiarkanmu memanggilku dengan panggilan apapun... Apapun itu asal itu bisa membuatmu bahagia." Juan menghembuskan nafasnya lagi, kedua pipinya memerah, "Apapun itu asal kau tak merasa seseorang menginjak harga dirimu, Apapun beritahu kepadaku... Beberapa hari ini, aku seakan berada dalam dua persimpangan. Otak jernih memerintah untuk aku segera pergi darisisimu. Tapi tidak... hatiku terus menahanku untuk menantimu, terus melihatmu bahagia"Kedua tangan lelaki itu terulur kepundak Nathasya yg kini menahan tangis.
" Nathasya , Aku memang maniak padamu, Aku- Tapi tolong beritahu aku, beritahu aku, apa yg harus aku lakukan, Mendekat dan terus menguntitmu, Atau menjauh ke tempat dimana aku tak bisa lagi melihatmu" lanjut pria tampan itu."Juan- inilah alasan mengapa dulu aku tak gegabah menerimamu, Kita sudah lama mengenal, Tapi perpisahan kita juga sudah cukup lama, Kau dengan kehidupanmu. Dan aku dengan kehidupanku. Kau berubah, Akupun berubah, bahkan dari dulu kita memang tak pernah cocok. Tapi lambat laun, cinta merubah semua presepsiku tentang hal itu.." Nathasya sedikit berjinjit mensejajarkan wajahnya dengan Juan. "Terima kasih, karena demi Tuhan... aku lebih memilih jadikan objek maniakmu seumur hidup dibandingkan harus melihatmu pergi"
Gadis itu berjinjit lagi, merengkuh tubuh kekar sang kekasih dengan hangat. Bulir air mata haru menetes dari kedua pasang mata mereka berdua.
"Kau harus lihat apa yg aku kerjakan bersama teman-temanmu selama kau mati suri" ujar juan dengan nada candanya, dengan cepat ia menarik tangan gadisnya dengan posesif menuju ke tengah kolam. Tepat ditenda merah jambu itu
..Keduanya memandang kesekeliling. Sepi, Tak ada seorangpun pelayan disini. Hanya mereka berdua, dan suara gerimis hujan dan langit senja yg mulai menyambut
(WOULD)
(YOU)
(MARRY ME,)
(NATHASYA?)Banner kecil itu muncul dari bawah permukaan air, seiring dengan munculnya keempat kepala manusia(?) setengah ikan.
Gadis itu menutup mulutnya. Sekujur tubuhnya melemas seketika, namun tangan kekar disampingnya dengan cekatan meraih tubuh ringkihnya.
"Would you marry me, Nathasya Nathania?"
...TBC.
Dont forget to vomment yaa :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Maniac Boss
RomanceKisah seorang Nathasya Nathania yang baru saja dipindah tugaskan di Jakarta. Juan Christian- sang bos galak yang begitu maniak terhadap kehidupan Nathasya Warn: belum ada edit, repost dari facebook banyak kesalahan.