Chapter 8

288 40 3
                                    

Aku tersentak begitu aku sadar kalau aku barusan tertidur di kamar Yoongi. Saat kulihat sekeliling, aku pun menghela napas. Ternyata aku tertidur dengan kepala bersadar di tempat tidur. Sementara Yoongi masih terlelap di ranjang. Kurentangkan kedua tanganku, lantas mengambil kompresan yang terjatuh karena Yoongi membalik tubuhnya ke sisi kanan.

Sepertinya dia belum bangun sejak tadi. Kulihat wajahnya penuh dengan keringat. Kuputuskan untuk melepas beanie-nya dan terkejut melihat rambutnya ternyata basah kuyup. Mungkin Yoongi sudah akan sembuh. Kalau pasien demam sudah berkeringat, itu berarti dia sudah selangkah lebih sehat. Saat kulepas syalnya, lehernya juga sama basahnya. Kemudian ketika kusentuh dahinya, suhunya sudah kembali normal.

Dia sudah jauh lebih baik.

Kulirik jam dinding yang ada di dinding seberang, nyaris pukul 2. Ternyata aku di sini sudah setengah hari. Dan perutku pun mulai lapar. Aku baru ingat kalau aku belum sarapan. Terlalu sibuk mengurus Yoongi sampai-sampai membuatku lupa sarapan. Kulihat nakas, menghela napas, Yoongi juga belum sarapan. Apa dia tidak lapar? Kenapa belum bangun?

Aku pun keluar dari kamarnya untuk mengambil kotak sarapanku, snack dan minuman ringan dari kulkas Yoongi. Begitu aku kembali, kulihat dia berguling-guling di ranjang sambil menendang-nendang selimut untuk terlepas dari tubuhnya.

"Panas!!" pekiknya saat aku meletakkan barang bawaanku di meja belajarnya. Dia masih belum menyadari keberadaanku. Matanya terpejam.

Aku pun segera menghampirinya lalu kutarik selimut itu sampai benar-benar terlepas dari tubuhnya. Dia mungkin menyadarinya dan langsung membuka mata. Dahinya tampak terlipat-lipat ketika pandangan kami saling bertemu.

"Kenapa kau di sini?"

Sepertinya dia lupa siapa yang dimintainya untuk tidak meninggalkannya di sini sendirian. Aku membuang pandangan. Melipat dua selimut itu lantas menumpuknya di sofa ujung tempat tidur.

"Sejak tadi kau di sini?"

Aku menoleh, menghampirinya, duduk di kursi. "Kau sudah merasa lebih baik?"

Tapi dia menatapku masih dengan dahinya yang terlipat. "Berarti kau tidak sekolah?"

Kuambil sendok berbalut kain yang tergeletak di antara kami, menarik kainnya lantas mengetukkan bagian cekungnya ke dahi putihnya. "Menurutmu kenapa aku ada di sini? Bodoh."

Ia meringis, mengusap dahinya yang tidak kenapa-napa, lalu menatapku kesal. "Kau hanya perlu menjawabnya, kenapa harus memukulku?"

Apakah setiap dia sakit dia selalu seperti ini? Mendadak bertingkah kekanakkan dan banyak bicara?

Aku pun menghela napas, meletakkan sendok itu di atas nampan, menggantinya dengan segelas susu yang kini sudah tidak hangat lagi. "Minumlah. Kau belum makan apa-apa sejak pagi."

Ia pun duduk, lantas mengambil gelas itu. Selama dia meminumnya, dia terus menatapku. Seolah aku ini patung yang terkirim ke rumahnya secara tiba-tiba. Kemudian gelas yang sudah kosong setengah itu ia berikan padaku. Kuletakkan kembali di atas nampan.

"Kau juga belum makan apa-apa 'kan?"

Aku pun menoleh. Sepertinya dia sudah tahu kalau aku menyimpan semua makanan yang kubawa tadi ke meja belajarnya. Anggukan adalah jawabanku.

Dia melepas sendiri kaus kakinya, lalu melemparkannya ke belakang. Anak ini.

"Terima kasih sudah mengurusku selama aku sakit dan sekarang aku sudah baik-baik saja. Kau pulanglah. Bilang pada eommeonim, aku minta maaf sudah membuatmu tidak pergi sekolah hari ini. Bilang juga kalau aku minta maaf karena sudah membuatmu melewatkan sarapan demi menunggui orang sakit sepertiku. Aku akan mengganti kebaikanmu nanti." Ia pun segera turun dari ranjang, membukakan pintu dan menungguku untuk keluar.

Stereotype (BTS & Monsta X) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang