YUKI Point of View
"Stop disini, Pak, stop disini," aku meminta sang supir taksi untuk berhenti didepan Attics Kemang dan buru-buru membayar ongkosnya lalu keluar dari taksi. Kemang masih cukup ramai padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Aku bisa melihat mobil Stefan terparkir disitu, pasti yang punya mobil juga masih didalam.
Buru-buru aku masuk kedalam dan mencoba sebisa mungkin mencari sosok si empunya mobil didalam club yang gelap dan penuh orang. Aduh Stefan, kok maboknya milih disini, toh? Banyak anak ABG begini juga. Bikin malu aja, deh.
And there he is! Ketiduan di meja bar, nggak perduli dengan musik yang jedag-jedug berisik banget gini. Astaga, Stefan! Buru-buru aku menghampiri untuk membangunkan Stefan.
"Stef, Stef, bangun, Stef! Ayo, bangun! Pulang, yuk, pulaang!" setengah mati aku membangunkan Stefan sampai menggoyang-goyangkan badannya, tapi dia tetep nggak bangun juga. Aku menemukan dua botol vodka di hadapannya yang sudah kosong. Astagaa.
"Permisi, Ibu," seseorang yang suaranya kuingat sama dengan yg meneleponku barusan memanggilku. "Ibu Istrinya Pak Stefan yang tadi kami coba hubungi?"
"Iya, Mas. Saya mau jemput dia," kataku mencoba menarik Stefan berdiri. Tapi sumpah nih orang berat gila. Mana bau alcohol banget lagi.
Melihatku yang kesulitan membopong Stefan, dua waiters di bars tersebut buru-buru membantu membopong Stefan menuju mobilnya. Aku mengambil kunci mobil Stefan didalam saku celananya dan membuka pintu mobil. Setelah Stefan sudah didalam mobil, aku buru-buru memasangkan Stefan safety belt dan kemudian masuk ke sisi pengemudi.
"Aduh, Stef, kenapa kamu jadi gini, sih?" ucapku sambil menyalakan mesin mobil lalu menjalankan mobil menuju rumahnya. Yaampun, sejak kapan kamu mabuk-mabukan gini sih, Stef? Sendirian, lagi. Aku nggak pernah melihat Stefan semabuk ini sebelumnya. Dan penampilanya juga, astaga. Matanya cekung banget, kelihatan seperti orang yang kurang tidur. Wajahnya juga pucat. Kamu kenapa sih, Stef? Kok jadi gini?
Sesampainya dirumah Stefan, aku buru-buru turun dari sisi pengemudi setelah mengambil kunci rumahnya di dashboard mobil dan berjalan menuju sisinya. Buru-buru aku membuka pintu mobil dan membukakan savety belt-nya.
Tiba-tiba dia membuka mata dan mengerutkan kening dengan wajah telernya. "Hm? Kamu?"
"Iya. Udah, ayo turun, turun."
"Hmm? Aku... mau ke rumah... Papa..."
"Nggak, Stefan. Turun cepetan. Aduh, kamu tuh berat bangeet!" setengah mampus aku membopong Stefan yang mabok parah dan bau alkoholnya keterlaluan kedalam rumah. Astaga! Mana berat banget, lagi. Nyusahin banget kamu, Stef.
Saat sudah sampai kamar, aku buru-buru membaringkan Stefan yang sudah kembali tidur diatas kasur. Tapi dia masih meracau nggak jelas. Yang aku dengar dia cuma panggil-panggil Papanya. Sambil membukakan sepatunya, aku menghela nafas. Jadi begini kamu sebenernya, ya? Segini hancurnya kamu?
"Aku ke luar dulu kunci mobil sama ambil barang, ya. Kamu tidur aja."
Sambil berjalan keluar aku melihat keadaan rumahnya yang berantakan nggak karu-karuan. Aku tau Stefan memang bukan cowok yang perapi, tapi dia nggak pernah seberantakan ini. Puntung rokok dimana-mana. Minuman. Bekas pop mie yang berserakan. Baju-bajunya yang ada dimana-mana.
Sesampainya aku didalam mobil, aku mengambil tasku dan barang-barangnya yang tertinggal disana. Tapi ponsel Stefan tiba-tiba menyala karena banyaknya notification yang masuk ke ponselnya. Dan saat aku membaca pesan-pesan yang tak sengaja muncul di layar, aku jadi makin sedih. Ini semua adalah pesan-pesan dari orang-orang di sekitar Stefan yang menanyakan kabar Stefan karena sudah dua minggu dia tidak bisa di hubungi dan di telepon. Bahkan ada pesan dari Mamanya yang sekarang sedang ada di rumah orang tuanya di KL, yang bertanya keadaan Stefan. Tapi tidak ada satupun yang terbalas. Stefan benar-benar menyendiri, dan dia hancur sendiri. Yaampun Stef, kenapa kamu jadi gini, sih?
![](https://img.wattpad.com/cover/83933239-288-k87237.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Hati Melodi
RomantikKeluarga yang bahagia adalah keluarga yang utuh, saling menyayangi, saling melindungi. Ayah, Ibu, dan Putrinya saling mencintai satu sama lain. Tetapi bagaimana jika keluarga itu terpecah? Ego dan kepahitan hati menghancurkan istana yang indah itu...