YUKI Point of View
Dear, You.
I cannot unlove you.
I cannot forget the way your voice sounded in the middle of the night.
I cannot forget the way your lips pressed against mine.
I cannot forget the way you looked when you were sleep next to me.
I cannot forget the way you made everything okay.
I cannot unlove you.
And it is killing me.
Satu poets berjudul 'I cannot' terus terngiang dibenakku pagi ini. Menemaniku yang hanya bisa terbaring di kasur karena terpaksa cuti kerja karena hari ini mendadak meriang dan flu berat. Sebetulnya bukan hanya karena sakit, tapi rasa-rasanya aku lemas begini mungkin juga karena efek menangis semalaman, kali, ya? Capek banget, dan rasanya mata cum mau merem aja dari tadi.
Ponselku sudah berdering lebih dari ratusan kali dari tadi. Tapi aku sengaja tidak mengangkatnya. Aku tau itu pasti dari Al. Ah. Aku masih belum siap mendengar dan bicara dengannya saat ini. Maafin aku, Al. Aku cuma butuh sendiri. Aku butuh waktu untuk menata hatiku. Menata hati aku yang akhirnya menggemakan hal yang selama ini sudah setengah mati kucoba lupakan lagi semalam, disaat aku juga harus melihat hal itu. Hal yang menyakiti hatiku. Ketika aku tau, kalau aku masih mencintainya. Mencintai Stefan, yang kini juga sudah ada dalam pelukan orang lain, Nasya.
Ingatanku kembali lagi ke hal yang terjadi semalam. Ketika aku mohon pamit pada Al dengan alasan kalau Mama minta tolong diantar ke rumah saudara karena ada saudaraku yang sakit, padahal sesungguhnya aku justru pergi ke rumah Stefan. Pergi ke rumah Stefan, hanya untuk memastikan keadaannya yang tiba-tiba meneleponku dengan suara sesedih itu.
Tapi, ketika aku sudah tiba disana, yang aku dapati justru Stefan yang memeluk Nasya dengar erat dibawah hujan. Nasya sudah ada disana lebih dulu dari pada aku. Dan dia yang kini ada disisinya, bukan aku. Membuat hatiku rasanya hancur seketika, menyaksikan mereka seperti itu, dan itu membuatku akhirnya pasrah untuk mengakui, aku masih cinta Stefan. Cinta yang sia-sia.
Aku langsung menutup wajahku dengan kedua tangan yang disilangkan diatas wajah. Tapi aku bisa merasakan kalau mataku panas, dan dengan tidak tahu malunya air mata bodoh itu kembali mengalir lagi. I love him, and it hurts. Aku tau seharusnya aku sudah tidak sedih. Seharusnya aku sudah melepaskannya. Tapi cinta yang aku punya untuk Stefan sudah hidup cukup lama di hatiku. Dan aku sudah tidak tau bagaimana untuk membunuhnya. Aku sayang dia, sayang sekali. Tapi kini kami sudah tidak mungkin bersatu. Sudah ada Al disisiku, dan sudah ada Nasya disisinya. Semesta sudah tidak merestui aku dan Stefan untuk bersatu, maka aku harus menerimanya.
Tiba-tiba terdengar suara mesin mobil masuk kedalam garasiku. Membuatku langsung tersadar akan siapa yang datang jam segini. Itu pasti Stefan yang mengantarkan Melodi pulang sekolah. Ya Tuhan, aku belum siap bertemu Stefan. Tapi aku juga tidak mungkin tidak menemuinya dan tidak menyambut Melodi pulang, kan?
"Mama, Mama?!" suara Melodi sudah terdengar sampai ke kamar. Melodi pasti tau kalau aku nggak berangkat ke kantor karena melihat mobilku di garasi rumah.
Aku buru-buru turun dari kasur dan berkaca sebentar untuk mengecek wajahku sebelum keluar dari kamar dan menyambut putriku. Mataku masih sembab, dan wajahku kelihatan pucat. Tapi aku juga bingung bagaimana harus menutupinya. Jadi kalau aku harus bertemu Stefan, senyum saja juga nggak pa-pa, kan?
"Ma! Mama?"
"I'm here, sweetheart," sahutku sambil keluar dari kamar kemudian menghampiri Melodi di ruang tamu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Hati Melodi
RomanceKeluarga yang bahagia adalah keluarga yang utuh, saling menyayangi, saling melindungi. Ayah, Ibu, dan Putrinya saling mencintai satu sama lain. Tetapi bagaimana jika keluarga itu terpecah? Ego dan kepahitan hati menghancurkan istana yang indah itu...