PART 9

6.3K 342 6
                                    

Vanya POV

Aku bosan hanya berdiam diri seharian di dalam kamar besar ini. Karena bosan aku keluar menuju balkon mencari udara segar karena langit telah berubah senja dan langit sore itu terlihat indah dari sini, namun aku terkejut saat melihat sudut balkon disini.

"Sungguh indah"

Senyumku pun merekah sempurna melihat hamparan bunga yang mekar sempurna di taman kecil itu. Aku tidak menyangka jika di balkon kamar lelaki menyebalkan seperti dia ada taman bunganya.

Sudah 6 bulan lebih aku tidak melihat hamparan bunga hidup di taman seperti ini. Ya, semenjak hari itu, aku enggan melihat bunga bunga karena takut. Saat itu lukaku masih sangat basah karena kepergian Mommy Daddy.

Aku melangkah mendekati taman kecil itu, menyentuh setiap bunga bunga itu dan menghirup harumnya seperti seekor lebah yang ingin menghisap nektar.

Aku tersenyum kecut teringat pada Mommy.

"Mommy sangat menyukai mawar putih" ucapku lirih memandang kosong mawar putih di depanku ini.

Mataku berkaca-kaca dan itu membuat perasaanku lemah. Aku tidak suka ini. Aku telah bertekad kalau aku akan menjadi lebih baik untuk hidupku kedepan. Aku tidak ingin terus terjebak dalam kenangan itu. Namun bukan berarti aku ingin melupakannya. Aku hanya ingin membuang duka yang terasa semakin bersarang dalam hatiku, tapi kenapa rasanya susah sekali?

Semakin aku memikirkannya, pertahananku semakin runtuh dan tangispun tak dapat ku hindari.

Biarkan rasa sakit itu mengalir bersama air matamu.

Kata-kata Stevan semalam tib-tiba terngiang di memoryku. Membuat hati ini semakin sesak dan tangisku semakin menjadi.

Aku berusaha mengeluarkan semua sakitku dengan menangis sekencang kencangnya. Teriakanku tak tertahan. Aku berteriak sejadi jadinya dan menangis sebanyak yang aku mau. Ratapanku semakin menjadi saat senyum orang tuaku terlintas begitu saja dalam tangisanku. Sungguh rasanya seperti saat pertama aku mendengar kepergian mereka malam itu. Begitu sakit!!

Aku meringkuk di lantai sambil memeluk kedua lututku. Rasanya sangat berat. Perlahan mataku terpejam karena lelah menangis.

"Hiks hiks hiks..."

"Hiks hiks hiks..."

"Hiks hiks hiks..."

Mataku terpejam sambil terus terisak. Kini rasanya hatiku lebih ringan setelah menangis. Stevan benar. Aku hanya perlu mengeluarkan semua duka ini. Trima kasih Stevan. "Trima kasih..."

Aku tersenyum dan semua menggelap.

Stevan POV

Aku bergegas pulang setelah meeting terakhirku selesai. Perasaanku tiba-tiba tidak tenang memikirkan Vanya. Sudah sejam terakhir aku memikirkannya. Entah mengapa namun aku sangat cemas.

Aku bersyukur karena semua meeting hari ini berjalan lancar dan selesai lebih cepat. Jadi aku bisa pulang lebih awal.

Aku memberikan kunci mobil kepada Hendry saat memasuki rumah. "Kenapa kamar ini gelap?"

Hari sudah malam dan kamarku sangat gelap begitu pintu kamar ini kubuka. Dia tidak ada disini. Apa dia sudah pergi? Jendela balkon terbuka lebar dan hordengnya bertebangan saat di tiup angin.

Aku berjalan menuju balkon dan aku terkejut saat melihat Vanya sedang meringkuk di lantai sambil terisak.

"Terima kasih..."

Apa yang dia pikirkan? Kenapa dia menangis lagi? Dan terima Kasih untuk apa? Untuk siapa?

Aku melangkah pelan kearahnya. Dia sudah tertidur.

I Want You, Just You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang