PART 29

4.2K 200 2
                                    

Authoor POV

Stevan sedang berbaring malas di tempat tidurnya. Suasana rumah sakit membuatnya sangat tidak nyaman. Ia menoleh kearah sofa dan mendapati Vanya yang sedang tidur.

Stevan yang gusar memikirkan kecelakaan mereka merasa ada yang aneh dan teringat pada surat yang ia temukan di toilet restoran.

Untuk sesaat ketakutan menderanya. Rasa cemas dan khawatir terus mengusik batinnya.

Bagaimana jika itu benar? Bagaimana jika Vanya meninggalkanku saat dia tahu semuanya? Bagaimana jika semua rencana gagal? Lalu jika Vanya pergi, apa aku sanggup merelakannya?

Stevan memandang Vanya. Wanitanya itu terlelap dalam tidurnya dan terlihat damai.

Stevan turun dan berjalan dengan kesusahan karena kakinya yang sedikit terkilir.

"Haruskah ini semua kita lalui? Tidak bisakah kita hidup bahagia dengan melupakan semua kesalah pahaman masa lalu orang tua kita, sayang"

Jemari Stevan menyelipkan rambut Vanya yang terjatuh dan menutupi wajah cantik yang tengah ia nikmati itu. Wajah wanita yang kini menjadi dunianya. Wajah wanita yang ia cintai.

Stevan mengelus pipi Vanya dan ibu jarinya berhenti di bibir wanita itu.

"Aku tidak tahu akan seperti apa diriku jika semua ketakutan itu benar - benar terjadi" ucap Stevan lirih tanpa berani memandang wajah Vanya. Sekalipun matanya terpejam, Stevan tetap tidak bisa menatap wanitanya itu. Rasa bersalah itu terus saja menelusup masuk dan memukul hatinya, mengingatkannya pada fakta yang sebenarnya.

"Stev"

Mata keduanya bertemu saat Stevan mendongak. Vanya mengusap wajah yang paling ia kenal itu. Lelaki yang ia cintai.

"Mengapa kau menangis?"

Ternyata tanpa Stevan sadari, rasa bersalah itu keluar dari hatinya menjadi bulir bening hangat.

"Jangan menangis. Kita baik - baik saja"

Stevan memaksakan senyum di wajahnya untuk sekedar menenangkan Vanya dan mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.

"I'm fine, honey. I just afraid of losing you"

Stevan menangkup wajah Vanya dan memandanginya intens. Mengamati setiap sudut dari paras menawan itu.

"I'm not going anywhere. I'm here, for you" bisik Vanya.

Stevan hanya dapat mengangguk lalu memeluk Vanya. Stevan tidak ingin apapun saat ini, sungguh ia hanya ingin bersama wanitanya.

"Tidurlah bersamaku malam ini"

"Hei, tap.."

Stevan menatap Vanya tajam, menyiratkan kalau ia tidak ingin mendengar bantahan.

Dengan senyum yang tertahan Vanya mengangguk, menurut saja saat Stevan menariknya agar tidur bersama.

Ranjang rumah sakit yang kecil membuat tubuh mereka sangat dekat dan intens. Vanya menatap Stevan dan begitupun sebaliknya. Tangan mungil itu menyusuri setiap lekuk wajah dihadapannya. Menikmati pahatan sempurna Tuhan yang tercipta untuknya.

"Tidurlah. Aku tidak bisa membuatmu berguncang dan mendesah malam ini, sayang. Tentunya karena kondisiku saat ini"

Vanya melotot pada Stevan, tidak terbiasa mendengar tunangannya itu berkata vulgar seperti itu tanpa merasa canggung.

Ia memukul pelan lengan Stevan dan membuat pria itu hanya tertawa tanpa suara.

"Aku bahkan tidak memikirkannya" Vanya terlihat cemberut dan merajuk pada Stevan.

I Want You, Just You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang