Swastamitha menggelora
Memucatkan candra dan menyambut kebangkitan baskara
Menguarkan kandela keemasan dari ufuk timur
Menyingkap perlahan tirai biru tua sang malamMenggugurkan titik embun menjadi air
Layaknya mengugurkan harapan menjadi serpih
Cahaya yang datang dari baskara tiada menghangatkan
Karena dirinya terlanjur membeku layaknya pulau es di kutubEmbun yang jatuh dari daun tiadalah membenci daun
Embun yang tersepai saat menyentuh tanah
Tiadalah membenci tanah
Tapi dia benci pada itu semuaDia benci pada pengharapan yang dilontarkan
Ditembak proyektil hingga pecah terserak
Didorong hingga mengalami gerak transenden
Berakhir jatuh ke jurang hampa dan diam di sana hingga lebur sendirinyaItu menyiksa
Dan bau petrikor tiadalah menenangkannya
Pun segelas kafein atau teh hijau
Pun pemandangan di depannyaSementara eunoia hanyalah sugesti
Sebaris kalimat penghiburan diri
Yang artinya sama saja dengan harapan
Dia membenci harapanJadi dia berhenti menyuntikkan dirinya dengan eunoia
Cukup sudah
Cukup sudah ia dikhianati pengharapan
Lebih baik ia bergeming dan menunggu pastiPasti yang tidak diharapkan
Namun ia mengharapkannya
Ataukah ia akan menjemputnya saja?
Baiklah, ia akan menjemputnyaIa merentangkan tangannya, menyambut pasti
Lantas mendorong diri layaknya proyektil
Bergerak lurus searah dengan gravitasi
Dan berdebam di bawah sanaKali ini, ia tidak membenci tanah
Karena ia sudah hancur sehancur harapannya
Embun yang jatuh menemani kehancurannya
Dan sinar baskara menerangi kekalahannya
Pagi yang indah baginya sebelum ia menutup mata, selamanya.-ooOoo-
Aku sedang mencoba puisi elegi di sini, puisi yang berpedoman pada ratapan dan kesedihan-kesedihan. Jadi, gimana menurutmu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Komet dan Andromeda
PoesíaTentang Komet. Tentang Andromeda. Tentang puisi-puisi yang bahkan, tidak pantas disebut sebagai puisi. Tapi jika kau berkenan, silakan mampir, meski aku hanya bisa menyuguhkan segelas air yang getir ini.