Selir... Part 1

2.3K 23 3
                                    

Bagian 1

Kereta kuda berhias indah itu berhenti tepat di depan sebuah pelabuhan niaga.. seorang pembesar istana dan seorang anak laki-laki berusia sekitar empat belas tahun keluar dari kereta itu mengenakan pakaian yang indah. Semua orang menunduk hormat kepada pembesar istana dan pemuda kecil tersebut. Bestari, gadis kecil yang tengah asyik membaca kitab bergambar dagangan ayahnya itu hanya melirik sekilas keramaian di pelabuhan niaga itu. Ia tak mengerti arti kedatangan seorang calon pemimpin kerajaan di masa datang. Tak berapa lama pemuda kecil itu menghampiri toko milik ayahnya dan berbincang-bincang sejenak ... Bestari tetap tak begitu memperdulikan, dan tetap asyik membaca...

" Anakku, Bestari..... kitab itu mau dibeli, nak... ayo kembalikan di tempatnya..." Abdi wiratmo, saudagar kaya pemilik toko yang tak lain adalah ayahnya berkata di sela-sela melayani rombongan pemuda kecil berpakaian indah tadi dengan penuh rasa hormat.

" Ini milik Tari ayah.... " Bestari kecil tidak rela kitab yang sedang dibacanya harus diserahkan kepada pemuda kecil berpakaian indah itu.

" Eeeh... tidak boleh begitu, anakku......... ayo kembalikan, besok ayah belikan yang lebih bagus.

" Baiklah, ayah...." Dengan berat hati gadis kecil itu meletakkan kembali kitab bergambar itu di atas rak. Pemuda itu mendekati rak dan mengambil kitab itu.

" Kamu suka membaca ya..." pemuda itu bertanya kepada Bestari kecil yang saat itu baru berusia delapan tahun.

" Saya suka yang ada gambarnya... " Bestari berkata sambil mengangguk.

" Kalau begitu ambillah kitab ini untukmu... " pemuda itu menyerahkan kitab kepada Bestari yang menerima dengan mata berbinar. Tatapan mata pemuda itu memancarkan kedamaian dan persahabatan.. dan Bestari akan selalu mengenang tatapan itu.

" Gusti... bukankah kitab itu yang Gusti cari?... mengapa diberikan kepada anak pemilik toko?..." Pembesar istana yang mengiringi pemuda itu mengingatkan.

" Biarkan saja paman, saya akan membeli kitab yang lain...." Pemuda itu segera memilih kitab lainnya yang banyak terdapat di toko milik ayah Bestari.

Gusti pangeran memang masih kecil, namun kearifan dan sifat seorang penguasa sudah ada dalam dirinya. Ia tak segan berkeliling ke tempat-tempat yang ia inginkan hanya sekedar mengetahui keadaan yang sebenarnya. Hari itu Abdi Wiratmo melihat sendiri bahwa calon pengganti raja sudah siap naik tahta.

*****

Malam itu bulan purnama memancarkan bias emas sinarnya.. Indah.. namun tak seindah hati seorang gadis yang duduk termenung di dekat jendela. Wajahnya yang bulat lonjong dengan lesung pipit tipis menghiasi pipinya yang putih mulus. Tiada senyum tersungging di bibir sensualnya... keindahan itu tak mampu memancarkan swarna surga karena kegalauan hatinya. Bayangan pangeran pujaan yang ia sendiri tidak jelas siapa dan dimana berada terhempas jauh ke dalam lubuk hati yang paling dalam. Biarlah kusimpan bayang itu di hatiku.......

Besok ia akan berangkat ke keraton bersama kedua orang tuanya untuk memenuhi permintaan sesembahan mereka Gusti Maharaja Danendra sebagai selir yang ke lima dari sang raja. Duh.. gusti... sejak kecil ia bercita-cita menjadi seorang sastrawan atau penyair yang mampu membuat larikan sajak-sajak indah seperti yang pernah ia baca di kitab-kitab dari negeri Kanton atau Hindustan. Namun ia tak mampu menolak permintaan ayahnya untuk menjadi selir atas permintaan Gusti Maharaja.

Ayahnya adalah seorang pedagang kaya raya. Bahkan kekayaannya hampir menandingi harta kerajaan, namun kekuasaan sang raja tiada tandingan. Permintaan sang raja untuk menjadikan anak gadis satu-satunya menjadi selir tak mampu ditolak karna ayahnya bukan dari kalangan ningrat. Selain itu ayahnya mempunyai alasan yang kuat dan keyakinan bahwa Bestari akan bahagia berada di istana.

SelirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang