Part 5

17 2 0
                                    


Akhhh kenapa sakit kePala ini belum usai juga. Tapi aku tidak merasakan kenyerian di badanku lagi. Membuka mata, dimana hari sudah terik sekali. Aku terbangun dalam kondisi berantakan, untung saja hijabku belum terlepas. Kulihat lenganku sudah diobati, melihat secarik kertas berulisan [minumlah obat pereda rasa nyeri ini!]. ku makan obat itu, dan minum air di dekat situ. 

Situasi ku berada di sekolah sekarang? Aku mengenali tempat rapi seperti ini, ditambah meja, air minum, dan obat obatan ini. Ini di uks sekolah! Aku pun turun dari kasur, merapikan sedikit bajuku dan berjalan normal. Yang benar saja, semua rasa nyeriku tidak lagi terasa kecuali kepalaku yang masih pusing.

Menyusuri lorong sekolah yang sepi ini, aneh ko sepi sekali. Diliburkan kah? Oh ya baru kuingat, hari ini adalah hari pembelajaran diluar sekolah. Museum atau taman kota? entahlah. Aku berjalan menyusuri lorong kelas, dan melihat ruangan Pa Saridjan pintunya terbuka. Terdapat bayangan seseorang disana. Bergegas menuju ruangannya, dan benar saja disana ada Pa Saridjan sedang duduk.

"BAPAKKK tolong saya Pa,, saya dirumah dikepung banyak laki laki yang ingin menculik saya, dan ada seseorang yang ingin membunuh saya. Lihat kondisiku sekarang Paaak!!!" ucapku dengan Panic, bersyukur ada orang di sekolah ini.

"Hohohoho Nupi sampai juga disini, bagaimana sehatkah? Mau dilanjut ke pengujian selanjutnya?" ucap Pa Saridjan dengan tersenyum sinis, mencurigakan. Apakah dia dalang dari semua ini.

"apa maksud bapak?!!" bentakku langsung menjauh.

"memang kamu kira, mereka melakukan itu atas perintah siapa???" ucapnya sambil tersenyum lebar, benar benar mencurigakan. Membuatku percaya bahwa dialah dalangnya.

"bapak dalangnya!!" bentakku lagi, membalik badan berusaha kabur.

'BUGGG!!' aku menabrak seseorang, membuat ku terpental jatuh kebawah. Orang itu berusaha mendekatiku, dan menarik lenganku keluar ruangan. 

"bawa dia! memusingkan sekali!" ujar Pa Saridjan. Aku pun ditarik oleh orang itu.

 Aku berusaha melepaskannya, dan tidak bisa diam seperti cacing menggeliat. Akhirnya aku mengambil lampu meja, dan memukulkan ke wajahnya. Wajahnya pun terbakar terkena lampunya, darah kepalanya mengucur terkena pecahan kaca. Aku berhasil kabur dan berlari tanpa arah. Menuju ruangan pojok, tempat alat kebersihan. 

'huftt huft huft' nafasku terengah engah. Ku menyandar ke semua alat kebersihan di ruangan sempit ini dan aku tak sengaja menjattuhkan pel dan sapu. 

Hey! Alat kebersihan ini menutupi suatu kaca. Aku mengintip kearah kaca itu dan aku terkejut apa yang ada di dalamnya.

Tampak cctv rumahku, cctv kelasku, dan cctv jalan menuju rumahku. Apa ini? Ada seorang stalker mengintai aku? Untuk apa semua ini. Dan aku melihat sebuah cctv, seorang perempuan bersama 3 orang lelaki di lantai rooftop. Kulihat baik baik, ternyata Ayahku, Pamanku dan Kak beni. Semua orang di ruangan itu keluar satu persatu. Aku mencari tombol untuk membuka pintu supaya dapat masuk kesana. Aku menendang nendang pintu ini dari bawah, dan terbuka.

"kunci pintunya adalah 2 kali tendangan wahai si permata" singgung seorang remaja remaja lelaki hodie itu muncul lagi. 

KAU!!!" jawabku. Aku menodong badannya hingga tembok, rupanya lelaki macem dia cukup lemah saat ini. 

"Kumohon jangan serang aku, aku hanya pengintai mu... aku sudah babak belur oleh atasanku, gara gara nyelamatin kamu!" ujar remaja lelaki hodie itu dengan terlihat tulus. 

"berikan aku jalan menuju rooftop itu!" hentak tanganku semakin mencekik remaja lelaki hodie itu ke tembok. 

"aku gak bisa melawan mereka semua!!! Aku Cuma pengintai! tempatnya rooftop gedung ini" ujar lelaki itu yang sudah sesak. Aku pun mendorong tubuhnya ke lantai, dan mengecek cctv dari layar 1 ke layar lainnya. 

"jalannya mudah untuk ke atas, namun kami di latih sebagai great wallnya cina yang tak pernah hancur. Kami pengawal tanpa celah" ujarnya yang masih sesak, menyandar lemah di lantai. 

"kau memiliki mulut yang lebih berisik dibandingkan perempuan! namun berguna juga" bentakku meninggalkannya.

Kuputuskan untuk keluar ruangan itu. Mengendap – endap menuju lokerku. Semoga saja pistolku masih tersisa disana. Kubuka kunci dengan tergsa gesa. Lokerku hanya berisikan pisau berbekas darah, kemudian pecahan lampu meja tadi, dan sebuah pistol tanpa peluru. Bodoh!! Isi pelurunya Pasti diambil Pa Saridjan.

'Ptang!! Ptang!!' suara tembakan dari kejauhan mengenai loker dekatku. Aku kaget, dan langsung sigap bersembunyi. 

Argggh!! Aku punya pistol tapi tanpa peluru. Kulihat alat pemadam kebakaran untuk kebakaran di lantai. Kuambil barang itu, dan bersiap menyerang di balik dinding ini. Langkah demi langkah, suara terdengar. '

BRUGGG!!' aku melemparkan alat pemadam itu tepat menuju kepalanya, hingga dia pingsan. Aku mengambil pistolnya dan menaiki tangga menuju ke atas. Tangga demi tangga, ku susuri. 

'bsetttttt' sepertinya aku melewati ranjau benang. Aku pun langsung mengecek benang apa itu. 

Dan 'pppsssssssshhhhh!!' gas air mata keluar dari arah speaker diatas kepalaku. Aku pun langsung berlari vertical melewati tangga tangga, hingga lantai 5 rooftop sekolahku.

'BRAKKKK!!' tendang kakiku membuka pintu rooftop.

Ku melihat semua todongan pistol dan shutgun menuju sasaran, yaitu aku. 

Attack YourselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang