2.Hari Tersial

260 44 61
                                    

Sinar matahari diam-diam mengintip di sela gorden kamar Azna. Sedangkan gadis itu masih setia dengan kasur empuknya tanpa mengingat jadwal hari ini. Naya sudah mondar-mandir di depan pintu kamar anak gadisnya itu. Sejak liburan tiba putrinya selalu mengunci kamarnya dengan alasan tak mau diganggu waktu tidurnya. Dan selama liburan, Naya mempercayakan Azna tak akan meninggalkan kewajibannya, sholat. Namun berbeda hal nya dengan hari ini. Pasalnya hari ini adalah hari pertama Azna melaksanakan MOS.

Naya bahkan sudah menggedor pintu kamar Azna berkali-kali tapi masih belum ada sahutan dari dalam sana. Naya takut jika Azna melupakan jadwal pagi ini. Naya merutuk diri sendiri mengapa kunci cadangan kamar putrinya itu hilang.

"Azna bangun!" teriak Naya dengan sekuat tenaga seraya masih terus menggedor pintu itu dengan keras. Ia sangat paham, anak gadisnya itu sangat sukar untuk bangun tidur. "Razna Dzahin bangun!" teriaknya sekali lagi.

Ternyata sekarang sudah ada sahutan dari dalam, tak lama kemudian pintu kamar terbuka. Naya sontak memelototkan matanya melihat Azna yang masih memakai baju tidur dan rambut acak acakan seperti singa seraya sesekali mengucek matanya dan menguap lebar.

"Azna kamu?" Naya terlihat sangat jengkel, ia kemudian menjewer telinga Azna "Shabiya lihat sekarang jam berapa? Hari ini kan hari pertama kamu MOS. Astagfirullah dosa apa mama punya anak kayak kamu," Azna meringis kesakitan ketika Naya menyeretnya paksa ke kamar mandi. Mata Azna hampir keluar ketika ia melirik jam dinding di kamarnya.

Pukul 06.45

Hebat. Waktu perjalanan pun sudah menghabiskan selama sepuluh menit itupun jika jalan tidak macet sedangkan ini Jakarta tak ada jalan yang bebas tanpa kendaraan. Serta bagaimana bisa ia bersiap-siap dalam waktu lima menit, mustahil. Azna merutuk sendiri mengapa ia bisa kesiangan disaat seperti ini. Ia sungguh benci kenapa malam tadi insomnia nya kambuh, ia bahkan baru tidur pukul tiga tadi.

Setelah mandi ia langsung menyambar baju seragam yang harus dipakai, untung saja semua peralatan MOS sudah ia siapkan sejak malam. Dengan cepat ia menyisir rambut dan mengucirnya asal-asalan. Satu ketentuan MOS yang sangat ia benci ialah mengucir dua rambutnya dengan ikat rambut kecil warna warni, bukan hanya dikucir dua tapi juga harus diuntun dengan rapi. Ck merepotkan saja.

Azna berlari kecil menuruni tangga berniat langsung pergi ke sekolah dengan membawa mobil sendiri. Terlihat sekilas kedua orangtuanya sedang sarapan berdua di meja makan yang berada tak jauh dari ruang tengah. "Mama papa, Azna berangkat ya, pasti telat nih." Namun niatnya terurungkan begitu saja ketika Arkan memanggilnya dari belakang sontak membuatnya berbalik. Tanpa sengaja tangan kirinya menyentuh guci bermotif bunga indah milik Naya hingga terjatuh. Azna menatap tak percaya ketika guci itu sudah pecah berserakan meninggalkan sisa-sisa kepingan tak berwujud. Begitu pula dengan Arkan, terutama Naya.

"Razna Shabiya Dzahin!!!" teriak Naya ketika melihat Azna yang langsung berlari kencang setelah memecahkan guci kesukaannya. Azna justru semakin mengencangkan larinya ketika tahu pasti mamanya bakal mengamuk parah. Azna bergegas mengeluarkan mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sebenarnya Azna sangat jarang pergi ke sekolah membawa mobil karena ia lebih suka naik kendaraan umum. Pengecualian untuk hari ini, karena ia takut bus sudah tak ada untuk sekitaran jam sekarang, sehingga ia memutuskan membawa mobil sendiri.

Tepat sepuluh menit berlalu, mobil Azna sudah terparkir di parkiran sekolah. Azna kemudian berjalan ke arah pintu gerbang depan sekolah barunya itu dengan perasaan tak menentu. Ia takut di hari pertamanya ini akan mendapat hukuman. Benar saja ketika ia tepat berada di depan gerbang, seseorang memanggilnya. "Kamu! Hey kamu!" Azna celingukan sendiri ketika seseorang yang ia yakini adalah kakak kelasnya sedang berteriak ke arahnya. Ia takut jika teriakan itu bukan untuknya, kemudian ia menunjuk dada dengan jari telunjuknya. "Iya kamu!!" ucapnya sekali lagi seraya menunjuk kearah Azna.

¤¤¤

Satu hari menyelesaikan mos sama seperti satu tahun menurut Azna. Ia sungguh menyesali untuk hari ini, bukannya mengeluh atau apa, tapi setelah beberapa kejadian dalam satu hari ini membuat Azna semakin yakin bahwa hari ini adalah hari tersial.

Azna mengacak rambutnya kesal membuat penampilannya semakin acak-acakan ketika melihat beberapa pesan yang sudah datang sejak pukul setengah delapan tadi pagi.

Mama : uang jajan kamu satu minggu ini mama sita.

Mama : buat gantiin guci yang kamu pecahin

Mama : dasar kamu emang gak bisa hati-hati, mama kesel sama kamu!

Ardelia Aretha Maharani. Biasa dipanggil Adel. Sahabat Azna sejak kecil, turut prihatin atas apa yang telah menimpa Azna hari ini. Katakan lebay, tapi begitulah kenyataannya. Adel sudah sangat paham dengan sikap sahabat satunya ini jika sedang menghadapi masalah, bahkan masalah sepele sekali pun.

Sepulang sekolah tadi, Azna mengajak Adel singgah terlebih dahulu di kafe tempat mereka menghabiskan waktu ketika bosan, Kafe Pelangi. Adel memang belum mengetahui semua masalah Azna karena yang ia tahu hanya kejadian tadi saat MOS berlangsung.

Azna terus menyembunyikan wajah pada kedua tangannya di meja. "Udahlah Az! jangan dipikirin terus, yang ada stres nanti." ucapan Adel mampu membuat Azna mendongakan kepala namun masih terdiam.

"Az pulang yuk," ajak Adel yang dibalas anggukan oleh Azna. Setelah membayar semua pesanan, mereka pun pergi meninggalkan kafe. Saat diperjalanan hanya keheningan yang menemani mereka di dalam mobil. Tak ada satupun yang berniat mengeluarkan kata. Fyi, rumah mereka satu arah bahkan bertetanggaan jadilah mereka selalu pergi ke sekolah bersama, kecuali tadi pagi. Seperti biasa, meskipun sama-sama terlahir di keluarga yang berkecukupan namun tak mengurungkan kebiasaan mereka, pergi ke sekolah dengan kendaraan umum.

Mobil mereka seketika terhenti ketika melewati lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Tanpa sepengetahuan Adel karena memang saat itu Adel sedang menyetir, Azna melirik ke kiri. Tepat di samping mobilnya, ada satu mobil yang sudah tak asing baginya. Mobil milik Adrian keynand Albar. Ya dia, orang yang selama ini ia cintai namun justru menghindar. Bukan menghindar dalam artian sebenarnya, namun menghindar karena yang dulunya saling menyapa, sekarang tidak. Dulunya sering pergi bersama, sekarang tidak. Dulunya dia selalu memberikan kebahagiaan sekarang justru menorehkan luka teramat dalam dihati Azna.

Ternyata Adrian satu mobil dengan perempuan. Dalam hati, Azna bertanya-tanya siapa perempuan yang sedang bercanda ria dengan Adrian. Hati Azna terasa remuk saat ini, baru kali ini ia melihat Adrian bersama perempuan sedekat itu.

Shitt! Kinta?

¤¤¤

V+C

TIREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang