Langkah kaki terdengar begitu nyaring ketika Azna menyusuri koridor sekolah. Suasana sekolah masih sepi. Sengaja memang Azna berangkat sangat pagi, tentu saja dengan memaksa Adel untuk bangun lebih pagi dari biasanya. Acara MOS sudah selesai. Namun sejak insiden kejadian dua hari yang lalu, Azna masih malu untuk berpapasan dengan siswa lain.
Flashback On
Seorang kakak senior yang Azna yakini adalah ketua OSIS di sekolah barunya. SMA Bakti Mulya. Tengah memberikan pidato nya di panggung khusus. Saat ini semua siswa baru dipindahkan ke sekeliling koridor kelas di dekat taman sekolah karena hujan mengguyur begitu derasnya.
Azna yang baru saja duduk seketika terbangun kembali karena intruksi ketua OSIS tadi. Sejak tadi Azna tidak sepenuhnya mengikuti acara MOS dikarenakan harus melaksanakan hukuman akibat datang terlambat. Bayangkan ia harus membersihkan wc, memang sih tidak terlalu kotor namun cukup menguras sebagian tenaganya berhubung ia tidak sarapan dulu.
Sekarang sebagai hukuman terakhir ia harus berjalan seperti model dari ujung utara ke ujung selatan taman. Bukan itu saja, ia juga tidak berjalan sendiri melainkan harus berpegangan pada pulpen dengan seorang cowok yang juga telat datang ke sekolah.
Ia pun melaksanakan apa yang diperintahkan oleh kakak senior nya itu. Berhubung disana ada Adrian, ya itung-itung memanas-manasi dia. Ia kemudian berjalan dibawah hujan seperti pasangan model. Azna terus menundukkan kepalanya malu, tanpa melihat jalan. Tinggal sedikit lagi ia sampai di ujung selatan taman.
"Awwww..!"
Seketika semua orang melirik Azna yang sekarang tersungkur mengenaskan. Satu kakinya masuk selokan kecil dan tangannya menepuk tong sampah didekatnya. Untung saja semua sampah tidak jatuh ke tangannya. Sementara si cowok telah melepaskan pulpen itu dan berlari ke tempat teduh, otomatis hanya Azna yang jatuh tersungkur.
Semua orang tertawa, termasuk Adrian. Ada rasa malu, sakit hati dan nyeri dibagian kakinya. Teman satu SMP di hadapannya banyak yang mengulurkan tangan namun Azna justru memilih bangun sendiri dan segera berlari ke tempat teduh.
Flashback Off
Azna dan Adel pun berlari ke arah papan informasi untuk melihat kelas apa yang mereka dapatkan. Kecewa. Mereka tidak satu kelas. "Del, kita beda kelas lagi," ucap Azna. "Tapi tenang kita masih tetanggaan kok kelasnya," sambungnya seraya menepuk bahu Adel.
"Iya Az, tapi gue sedih deh. Kok gak ada yang gue kenal," sahut Adel tanpa melirik Azna karena masih sibuk melihat nama-nama yang terpatri disana. "Sedangkan lo bareng Denisa."
"Ya tenang aja kali nanti juga kenal," ujar Azna menenangkan."Eh, bukannya ini Niyara, temen baru lo, yang satu gugus itu?" tanya Azna sembari menunjuk urutan nama ke dua puluh tujuh.
Seketika mata Adel berbinar setelah memastikan kebenarannya. Adel langsung memeluk Azna dengan erat sembari berjingkrak-jingkrak bahagia. Azna yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dalam hati Azna bersyukur sekolah masih sepi karena jika tidak, Adel sudah sangat mempermalukan dirinya sendiri dengan semua sifat childish nya.
Adel pun menarik lengan Azna terburu-buru dan berlari mencari kelasnya yang bertepatan paling ujung. Azna sontak kaget sehingga membuatnya hampir terhuyung ke depan karena belum sempat menyeimbangkan badannya. Azna langsung melotot tajam ke arah Adel dengan tatapan kalau-gue-sampe-jatuh-mati-lo mungkin begitulah jika diartikan. Adel yang melihatnya langsung bergidik ngeri, namun dua detik kemudian Adel justru tertawa keras membuat Azna semakin jengkel dan meninggalkan Adel sendirian.
¤¤¤
"Biya."
"Shabiya."
Azna hanya bergumam ketika seseorang disampingnya terus-menerus memanggil namanya dengan sebutan yang berbeda. Sejak tadi Azna tidak fokus dengan penjelasan wali kelasnya yang sedang menjelaskan aturan belajar yang menyangkut pembelajaran selama ia sekolah di SMA Bakti Mulya.
Peraturan disini cukup ketat, ya memang demi ketertiban dan nama baik sekolah ini juga sih. Yang terpenting bagi Azna, ia menyanggupi semua aturan yang ada berhubung ia merupakan siswi baik-baik selama ini. Namun yang Azna tidak sukai adalah mengapa ia harus duduk berpasangan dengan cowok.
Kalau cowok itu termasuk tipikal cowok idaman Azna sih boleh-boleh aja. Tapi yang jadi masalahnya, si cowok tengil yang satu ini termasuk orang yang paling Azna benci. Bagaimana ia tak membencinya, jika saja ketika Azna sedang fokus dengan guru di depan, cowok tengil ini justru mengganggu Azna dengan segala tingkah konyolnya. Misalnya menyenderkan kepalanya di bahu Azna, menarik-narik rambut Azna, menghentak-hentakan kakinya, meniup rambut dan telinga sampai Azna bergidik geli, termasuk memanggil Azna dengan sebutan yang satu ini, Shabiya atau Biya.
Sumpah Azna sudah tak kuat menghadapi cowok tipe seperti ini. Jujur Azna tidak menyukai nama panggilan itu, karena sampai kapanpun yang boleh menyebutnya dengan sebutan itu hanyalah gebetannya. Ya siapa lagi kalau bukan Adrian Keynand Albar.
Dan satu-satunya cowok yang sudah berani membuat Azna kesal dalam satu hari ini adalah Giovano Dirgantara. Azna sangat tidak menyukai kehadiran dia sejak awal masuk kelasnya.
Azna sudah berniat akan duduk dengan teman satu SD dan SMPnya, tak lain tak bukan, Denisa Agnia Putri. Namun ketika Bu Mia, guru Bahasa Indonesia sekaligus wali kelasnya untuk satu tahun kedepan masuk kelas, semua niatnya terurungkan. Bu Mia mengharuskan kami sebagai siswa didiknya untuk duduk berpasangan cewek-cowok dengan alasan supaya diantara keduanya tidak terjadi obrol-mengobrol ketika pembelajaran berlangsung. Namun Bu Mia salah besar, karena Gio bukanlah siswa yang mudah diatur. Nyatanya ketika Bu Mia sedang bercakap di depan pun, Gio tetap saja mengganggu Azna.
"Razna Shabiya," panggil Gio satu kali lagi seraya meniup rambut Azna yang sudah berantakan karena sejak tadi Gio terus merusaknya. Azna menoleh kemudian langsung melayangkan tatapan tajam dengan ekspresi muka tembok khasnya.
Gio hanya cengengesan tanpa dosa ketika mendapati respon Azna yang kurang bersahabat. Merasa sangat tidak penting, Azna langsung memfokuskan kembali dengan penjelasan Bu Mia di depan tanpa mengeluarkan kata.
¤¤¤
Hmm ada ya, orang kaya Gio. Kalau aku jadi Azna sih udah ditabok dari lahir kali*ehh curcol
Gak papa deh yang penting Vote & Coment jangan lupa ya :D
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRED
Teen FictionJika mencintaimu adalah patah hatiku yang paling disengaja, lantas ajarkan aku cara membenci sampai aku lupa cara mencintaimu. -Razna Shabiya Dzahin Jika kamu tetap menjadi seseorang yang dulu, mungkin aku tetap menjadi pemilik ruang hatimu. -Adrian...