Bunyi bel menghentikan kegiatan Levitha. Membuat gadis itu bangkit dari duduknya dan membuka pintu.
Nampaklah seorang pria tampan yang mengenakan setelan jas yang terlihat sangat pas di tubuhnya. Bahkan Levitha sampai terpukau melihatnya.
Laki-laki itu berdeham sebentar. "Sudah puas mengagumiku, Nona?" sindirnya.
"Eh? Siapa yang sedang mengagumimu?" elak Levitha. Ia pun membuka pintu lebar-lebar mengisyaratkan laki-laki itu untuk masuk.
Laki-laki itu tersenyum miring. "Tapi, tadi kau bahkan menatapku seperti ingin menerkamku saat ini juga."
Levitha melotot lalu berbalik ke arah laki-laki itu. "Aku. Tidak. Menatapmu. Seperti. Yang. Kau. Katakan. Itu." Levitha menekankan setiap kata yang ia ucapkan.
Gadis itu menghela napas pelan. "Sudahlah. Kau duduk di sana, dan aku akan membuatkanmu minum sebentar."
Laki-laki itu mengangguk. Ia tersenyum saat menatap punggung gadis itu.
Aku harap bisa mengenalmu lebih dekat, batin laki-laki itu. Ia duduk di sofa yang tadi ditempati oleh Levitha.
Laki-laki itu melihat handphone Levitha tergeletak di atas meja menyala. Muncul sebuah pemberitahuan pesan masuk di layar handphone tersebut.
Mendapati situasi yang aman untuk melihat pesan itu, ia mengambil handphonenya lalu membuka pesannya.
Aku sudah sampai di depan hotelmu. Segeralah turun.
-MMLaki-laki itu kesal saat membaca pesan itu. Ia langsung menghapus pesan itu dari daftar pesan handphone Levitha lalu kembali menaruh benda itu di tempat semula. Kemudian bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Levitha kembali dari dapur dengan membawa nampan yang di atasnya terdapat sebuah cangkir teh hangat.
Gadis itu lalu menaruh cangkir itu tepat di hadapan laki-laki itu.
"Kau sudah bersiap, padahal kan aku belum memberitahumu," ujar laki-laki itu rada membingungkan.
Levitha mengernyit. "Apa maksudmu?"
Laki-laki itu tertawa. "Aku berencana untuk mengajakmu makan malam bersama dan sampai tadi aku belum memberitahumu. Tapi, saat aku kemari kau bahkan sudah siap," jelasnya.
Levitha mengusap tengkuknya. "Aku ... bukan bersiap untukmu." Gadis itu mengambil handphonenya yang berada di atas meja.
"Ah, aku tahu." Laki-laki itu memalingkan wajahnya sambil mengepalkan tangannya.
Levitha merasa tidak enak hati. "Bukan begitu, tapi malam ini aku sudah ada janji dengan seseorang."
"Pasti dengan Marc, kan?" terka laki-laki itu. Levitha hanya mengangguk sambil terus mengotak-atik handphone.
Kenapa sampai sekarang Marc belum memberi pesan? Apa dia tidak jadi datang? batin Levitha cemas. Marc tidak tiba di hotelnya sampai sekarang.
Melihat wajah Levitha yang khawatir membuat laki-laki yang sedang duduk di hadapan gadis itu penasaran. "Ada apa?"
Levitha menggeleng. "Tidak. Hanya sesuatu yang tidak penting."
Laki-laki bisa menebak isi pikiran Levitha. Ia tersenyum miring. Aku akan menyingkirkannya sedikit demi sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Wrong If I Love You ? (Marc Marquez FanFiction) (DISCONTINUED)
Fanfiction"Lupakan semua tentang perjanjian konyol itu, peraturan tidak masuk akalnya, dan peranku di cerita ini. Aku berkata seperti ini sebagai seorang perempuan yang bertemu denganmu di sirkuit, dan mulai merasakan sesuatu akibat sikapmu yang kadang membua...