"Hei, wait!" Levitha berusaha mengejar Marc. Namun tiba-tiba saja, gadis itu tersandung batu yang ada di halaman rumahnya.
Tahu akan jatuh, Levitha menutup matanya. Tetapi, ia merasakan sebuah tangan memeluk pinggangnya.
Levitha memberanikan diri untuk membuka matanya. Gosh, mata ini ...
Marc yang mendengar suara benda hampir terjatuh di belakangnya pun menoleh. Air mukanya langsung berubah datar saat mendapati sesuatu yang tidak disukainya.
Marc berdeham keras, berupaya untuk menyadarkan dua orang di hadapannya yang berada dalam konteks tatap-tatapan --bisa dibilang cukup intens--.
Levitha yang baru saja menapakkan jiwanya kembali ke tanah langsung mencoba melepaskan diri dari pelukan seseorang yang menyelamatkannya tadi.
"A-ah, terima kasih," ucap Levitha.
Seseorang yang menolong Levitha itu tersenyum. "Tidak apa-apa. Kau baik-baik saja, kan?" Levitha mengangguk.
Orang itu menoleh ke arah Marc yang sedang menatap mereka berdua dengan wajah datar. "Hei, brotha!"
Marc memutar bola matanya sinis lalu berbalik memasuki rumah milik Levitha.
Levitha meringis, ia mengusap wajahnya sedikit kasar. "Maafkan sikap orang itu. Ia memang begitu."
"Tak apa, aku mengerti. Kau baru pulang?" tanya orang itu.
"Ah, iya. Aku baru saja pulang. Kau sendiri? Nampaknya kau baru tiba dari suatu tempat," ucap Levitha sambil menunjuk koper yang dibawa lawan bicaranya itu.
Orang itu tersenyum, "Kau lupa? Padahal kau sendiri berada di tempat yang sama denganku sebelumnya."
Levitha mengernyit, ia tidak mengerti maksud perkataan lawan bicaranya. "Maksudmu?"
"Aku 'kan juga baru kembali dari sirkuit, Levitha," sahut orang itu.
"Ah ... aku ingat. Maaf kalau aku sedikit melupakan keberadaanmu, Mack." Orang yang dipanggil Mack oleh Levitha itu hanya tersenyum.
Mack nampak sesekali mencuri pandang ke dalam rumah Levitha. Sepertinya banyak yang ingin ia tanyakan pada Levitha.
"Ada apa?" tanya Levitha. Mack mengusap tengkuknya sebelum kembali menatap wajah gadis itu.
"Apa ia akan tinggal di sini? Maksudku, di rumahmu?" Levitha tersenyum sebentar, lalu menggeleng.
"Tidak, ia hanya mengantarku. Memangnya kenapa?" sahut Levitha.
Mack menggeleng, kemudian tersenyum. "Tak apa. Hanya sedikit khawatir dengan keadaan lingkungan sekitar setelahnya jika ia benar-benar tinggal di sini."
Levitha terkekeh pelan. Benar, bagaimana jika Marc tinggal di lingkungan rumahnya? Apa seketika lingkungan ini akan berubah menjadi dingin dan mencekam?
"Ya sudah, terima kasih sudah mau berbincang denganku. Aku ingin kembali ke rumah dulu, beristirahat memanglah hal yang tepat untuk dilakukan saat ini," ujar Mack.
Levitha mengangguk. "Terima kasih juga telah menyelamatkanku, Mack," balas Levitha.
"Kau sudah mengatakan terima kasih dua kali, Levitha!" ucap Mack dengan sedikit berteriak, karena ia mengucapkannya sambil berjalan.
Gadis itu tersenyum ramah sebelum berbalik memasuki rumahnya. Ia baru ingat kalau ia membiarkan rumahnya dimasuki oleh dua orang laki-laki yang bisa saja menghancurkan isi rumahnya dalam sekejap.
Memasuki rumah dengan was-was, Levitha terus memperhatikan sekelilingnya.
Rumah masih aman, perabotan yang ia miliki masih berada pada tempatnya, dan juga lantai masih bersih. Indikasi tersebut menyatakan bahwa dua orang bersaudara itu sedang tidak mengacaukan kedamaian rumahnya.
"Levitha, apa kau sudah masuk? Aku haus!" teriak Alex. Levitha mendengus kesal.
"Kau punya kaki dan juga tangan bukan? Buatlah sendiri. Aku ingin berendam!" balas Levitha, yang juga dengan berteriak.
Levitha langsung saja memasuki kamarnya. Gadis itu merebahkan tubuhnya pada kasur miliknya.
"Sudah berapa lama aku tidak menempati kasur ini, ya? Kenapa rasanya seperti lama sekali?" gumam Levitha.
Levitha tiba-tiba saja bangkit dari tidurnya. Ia duduk di tepi kasur. Menatap sekeliling, lalu kembali menunduk.
Gadis itu kemudian menatap dirinya dari cermin rias di depannya. Apa yang membuat Marc masih memilihku untuk menjadi pacar pura-puranya ya?
Levitha memikirkan banyak hal tentang dirinya. Apakah benar ia memiliki daya tarik yang membuat Marc tidak bisa lepas darinya? Ah, seperti dirinya sedang menghayal.
Daya tarik? Memangnya aku hebat dalam hal apa? Ah, sudahlah. Memikirkan hal yang tidak ada habisnya ini hanya membuang waktuku saja.
Levitha berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya setelah lelah seharian ini. Sebenarnya belum tepat seharian. Hanya saja ia terlalu banyak menggunakan otaknya untuk memikirkan banyak hal. Itulah mengapa ia berpikir kalau waktu telah berjalan hampir 24 jam hehe.
Setelah selesai memberi sedikit perawatan pada tubuhnya, Levitha memutuskan untuk memasak makanan. Setidaknya ia sedang bermurah hati untuk memberi makan kakak beradik yang sedang ada di ruang tamu itu.
Ketika ia keluar dari kamar tidurnya, wanita itu mendengar suara kegaduhan yang datang dari arah ruang tamu.
"That's why you shouldn't leave two boys in your house," gumam Levitha.
Levitha dengan berat hati melangkahkan kakinya menuju ruang tamu sebelum tempat itu hancur oleh dua orang yang memasuki rumahnya itu.
Namun, alangkah terkejutnya ia dengan apa yang terjadi.
"W-what? WHAT ARE YOU DOING, GUYS?"
Hello :)
Typo itu wajar, karena saya manusia. Harap maklum
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Wrong If I Love You ? (Marc Marquez FanFiction) (DISCONTINUED)
Fanfiction"Lupakan semua tentang perjanjian konyol itu, peraturan tidak masuk akalnya, dan peranku di cerita ini. Aku berkata seperti ini sebagai seorang perempuan yang bertemu denganmu di sirkuit, dan mulai merasakan sesuatu akibat sikapmu yang kadang membua...