"Dyl, wait wait." Aku seketika mengerem lariku yang mengejar kapten sepak bola klub di sekolahku ini. Kedua tanganku sudah tersampir di atas bahunya yang lebih tinggi dari kepalaku sehingga aku harus mendongak.
"Kenapa Chris?" sapa Dylan dengan cengiran yang mungkin akan membuat semua perempuan yang menatapnya merasa baper.
Aku tidak mengerti kenapa semua lelaki yang mempesona bahkan termasuk Dylan suka sekali memperlakukan kaum hawa seperti itu. Apa mereka tidak mengerti bahwa perempuan mudah baper.
Tapi tentu saja tidak denganku karena aku sudah lama mengenal Dylan, kami teman SMP sebut saja. Dan dulu, dia jadian dengan Kaya pun melalui perantara pedekate yang dipanggil Chrissy Costanza, aku.
Dylan memang laki-laki seperti itu. Meneduhkan dan dapat diandalkan, makanya Kaya nyaman sekali berada di dekatnya. Tidak seperti Luke yang uh, over protektif dan sama kekanak-kanakkannya denganku. Bahkan dia lebih seperti anak kecil dibandingkan Taka yang notabene adalah adik kelasku.
Tunggu, kenapa aku malah membandingkan mereka bertiga?
Kembali pada Dylan. Dia masih menatapku seiring aku menstabilkan nafasku.
"Gue mau nanya, ikut gue bentar ke depan perpustakaan," kataku singkat lalu menarik tangannya agar berjalan mengikutiku.
Tanpa bersuara, Dylan segera mengekoriku dan kami duduk berdua di atas lantai di depan perpus, tempat favorite semua siswa bermalas-malasan dan menghabiskan waktu istirahat mereka di sekolah ini selain kantin.
"Gue mau nanya tentang Kaya," ucapku membuka sesi tanya jawabku dengan Dylan.
"Lanjut aja, gue bakal jawab semuanya." Dylan menjawab santai tanpa menatap ke arahku. Dia malah melihat sekeliling kami seolah memastikan tidak ada yang mengintai kami berdua disini dan menurutku ini aneh.
"Lo nyariin siapa?" tanyaku.
Dylan menoleh ke arahku dan menghela nafas panjang. "Kaya, atau temennya yang deket selain lo lah, yang ganjen dan mulut ember. Gua akhir-akhir ini kayak diawasin dia mulu.
Lo tau gak sih Chris gue bahkan dilarang deket-deket sama adek kelas yang dia pikir tuh adek kelas suka sama gue padahal enggak. Dia Cuma mau wawancara gue sebagai kapten sepak bola sekolah Cuma buat tugas bahasa indonesianya, dan parahnya si Kaya pake ngelabrak tu bocah. Gimana gue gak merasa bersalah kalau nanti tuh anak ngerengek pindah sekolah gara-gara dibully Kaya."
Aku mengedipkan mataku beberapa kali dengan mulut masih setengah terbuka. "Serius lo?!" suaraku hampir terdengar ke lapangan dan tentu saja setelah aku memekik seperti itu, orang-orang di dalam perpustakaan segera melancarkan jurusan andalan mereka dan menyuruhku diam.
"Serius lo Dyl?" tanyaku dengan suara lebih pelan namun tetap saja aku masih kaget mendengar pernyataan Dylan tadi.
"Beneran. Ngapain gue bohong? Apa untungnya? Gue peringatin lo aja Chris, jangan ikut-ikutan. Dan kalo lo udah tau gini, kalo bisa lo nasehatin sahabat lo itu buat nggak ngejar-ngejar gue lagi bahkan minta balikan. Rasa cinta ada batasnya. Kalau udah bosen gak bisa dipaksa Chris. Lagian dia juga udah punya Taka ngapain ngejar gue lagi, ya kan?" Dylan mengoceh panjang lebar dan ocehannya itu menjelaskan semuanya.
"Thanks Dyl! Oke gue usahain nasehatin tuh anak keras kepala." Aku segera berdiri dan berlari meninggalkan Dylan duduk sendirian di depan perpustakaan.
Dan jujur saja aku tidak ahli dalam hal nasihat menasihati orang bahkan sahabatku sendiri. Aku tidak mau ceroboh dan melangkah dengan resiko merusak persahabatan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming Alone: Taka 'OOR' ft. 5SOS
FanfictionTentang bagaimana penyesalan, tangis, tawa, pengorbanan dan penantian membasahi matamu. Diangkat dari kisah nyata orang terkasih, Afifah. Copyright © 2015 Todos los Derechos Reservados por: JOSIE