Sudah dua minggu berlalu semenjak aku putus dengan Luke. Selama itu juga aku menjalani hari-hariku seperti biasa.
Tidak ada pacar bukan masalah buatku karena masih ada teman-teman yang selalu ada di saat aku membutuhkan mereka.
Bahkan setelah Luke mengirim pesan padaku dan meminta memutuskan hubungan kami, aku hanya membalas dengan kalimat singkat:
'Ya udah gapapa. Makasih buat dua minggunya.'
Hehe. Iya, aku hanya berpacaran dengannya selama dua minggu. Dan tak terasa sudah dua minggu berlalu semenjak hubungan kami berakhir.
Jika mengingat-ingat kenapa aku menerima cintanya dulu, kurasa memang benar kata teman-temanku.
Cinta itu tidak bisa dipaksakan.
Perasaan yang kupikir nyata sayang dan ingin memiliki Luke sejak awal, ternyata tak lebih hanya rasa suka sesaat ... dan ... sedikit bumbu rasa kasihan.
Kurasa ini terdengar jahat dan sok hebat. Maksudku, aku bahkan sudah sadar dari awal bahwa aku takkan bisa membalas perasaan Luke dan mencintainya seperti yang dia lakukan padaku.
Luke sudah mengorbankan banyak waktu, tenaga hingga materi selama berpacaran denganku. Tapi aku merasa selama dua minggu hubungan kami berjalan, aku benar-benar tidak bisa membalas dengan impas perasaannya untukku.
Bukannya aku sok hebat atau bagaimana tapi bagiku cinta itu datang karena kebiasaan dan jujur saja aku bukan penganut cinta pada pandangan pertama seperti Luke atau Kaya.
Butuh proses panjang untuk menjalin hubungan hingga berakhir mencintai satu sama lain, memberikan kasih sayang kepada pasangan dan lain sebagainya.
Karena sejak awal Luke memang terburu-buru memintaku menjadi pacarnya, entah kenapa aku bisa menerimanya dan yah, kurasa endingnya memang harus berpisah.
Aku tidak marah jika Luke memutuskanku. Sedih sih tapi tidak terlalu.
Aku sudah memikirkan ini sejak lama dan Taka selalu mendengarkan semua curahan hatiku tentang itu karena teman curhatku, kak Josie susah sekali ditemui.
Akhirnya, entah karena apa, aku jadi sering curhat dan bahkan keluar bersama dengan Taka.
Seperti sekarang ini.
Kami sedang berada di pusat arcade untuk bermain game dan sekedar jalan-jalan menghabiskan hari sabtu bersama.
"Yess!" Taka melompat girang karena berhasil mengalahkanku dalam permainan hockey meja. Untuk ketiga kalinya.
Sialan. Jago sekali anak ini.
"Dih curang!" Aku mendudukkan diri di lantai karena terlalu lelah bermain dan mencoba mengalahkannya.
Taka ini walaupun badannya kecil dan tingginya sama dengan tinggi badanku, tapi staminanya bagus. Serta jangan lupakan kehebatannya dalam segala hal. Selain jago olahraga, musik dan menyita hati perempuan, Taka ternyata juga jago main game.
"Curang apanya? Lu-nya aja yang ngga bisa ngalahin gue." Taka berjalan ke sisiku dan mengulurkan tangannya.
"Iya, iya percaya yang jagoan," ujarku sedikit kesal.
Aku menerima ulurannya lalu kemudian bisa kurasakan tenaganya yang besar menarikku, membantu tubuhku berdiri dari posisi terduduk di lantai.
"Laper nggak?" tanya Taka saat kami berjalan beriringan.
"Laper tapi ini masih jam 11 siang, ntar aja sekalian makan siang."
"Ya terus kenapa kalo masih jam 11 siang? Kalo laper ya makan lah." Taka bersikeras. Sepertinya dia memang sangat lapar karena saat bermain tadi, dia menghabiskan banyak tenaga dengan tingkah hiperaktifnya.
Taka emang sehiper aktif itu. Dia kalau menang main suka lari-larian keliling arena dan lompat-lompat nggak jelas. Beberapa kali kebiasaannya itu membuatku terhibur sendiri sampai tertawa ngakak.
"Nanti cepet laper kalo makan nggak teratur seusai jam kebiasaan Tak," balasku.
Aku memang tipikal orang yang suka menjaga pola makan dan akan selalu makan di jam yang sama. Selain karena keluargaku memiliki aturan super ketat soal pola makan, aku juga ingin menjaga bentuk tubuh dan tetap sehat.
Maksudku, siapa perempuan di dunia ini yang tidak ingin cantik dan terlihat menarik?
Semua perempuan pasti menginginkannya dari lubuk hati terdalam bahkan aku, perempuan kurang menarik yang tidak suka dandan.
"Ya udah, sejam lagi. Sekarang mau kemana? Main lagi? Nyari minum?" tawar Taka tak kehabisan ide.
"Nyari minum boleh."
"Mau minum apa biar gue yang antri. Lo nunggu disini aja sambil duduk." Taka menyuruhku duduk di bangku transit pengunjung mall.
"King Mango Thai satu deh," ucapku seraya mengambil dompet dalam tas kecil selempang yang menyampir di bahuku.
"Udah pake duit gue dulu aja." Taka menyela dan sudah berlari kecil meninggalkanku untuk mengantri di stand minuman yang tadi kusebutkan.
Banyak sekali antriannya dan dia berdiri sendirian disana. Padahal di depan dan belakangnya banyak orang berpasang-pasangan yang mengantri.
Melihatnya sendiri seperti orang hilang, aku berinisiatif untuk menemaninya mengantri tapi saat aku berdiri dan berjalan selangkah menuju Taka, seseorang tiba-tiba saja menarik tanganku hingga tubuhku berputar menghadao wajahnya.
"Lo sama siapa disini? Katanya udah putus sama Luke?" tanya orang itu.
Di sampingnya berdiri Dylan yang melipat tangan, menyangga kepala. Dia tersenyum mengejekku. Mungkin karena aku terlihat sendirian di tengah mall besar dimana hampir semua orang datang berpasang-pasangan.
Entah bersama teman, pacar atau bahkan selingkuhan.
"Ya emang gue udah putus dari Luke." Aku berkacak pinggang di depan dua orang terdekatku ini.
"Kalo gitu, kesempatan buat gue ada dong." Orang yang tadi menarik lenganku tersenyum meneduhkan.
Hah?
Apa maksudnya.
Setahuku, orang ini tidak seperti Michael atau Lee yang suka bercanda dan selalu percaya diri untuk menyatakan apa yang ada di pikiran mereka.
Sikapnya biasanya juga malu-malu dan cenderung diam saat aku, Michael dan Lee beradu mulut hingga berdebat seperti sedang perang.
"Thomas, lo ngomong apaan barusan?"
24-07-2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming Alone: Taka 'OOR' ft. 5SOS
FanfictionTentang bagaimana penyesalan, tangis, tawa, pengorbanan dan penantian membasahi matamu. Diangkat dari kisah nyata orang terkasih, Afifah. Copyright © 2015 Todos los Derechos Reservados por: JOSIE