Reinkarnasi Sang Putri

13 2 0
                                    

Kiyoshi's POV ♡
_______________________________

Angin berhembus lembut menerpa wajahku yang muram. Sejak kedatanganku ke dunia yang mereka sebut dunia arwah ini, aku belum sekali pun menemukan kejelasan tentang tempat ini. Baik Renzo maupun nenek Akiko mereka sama-sama menyembunyikan sesuatu dariku. Hingga aku merasa tidak yakin pada mereka.

Aku masih duduk manis diteras rumah nenek Akiko. Setelah perdebatanku dengan Renzo tadi akhirnya laki-laki itu mengalah dan menarik diri. Tapi sayangnya aku tidak merasa bangga atas kemenangan itu. Entah kenapa tapi yang aku rasakan malah sebaliknya.

Dihalaman rumah milik nenek Akiko terdapat macam-macam tumbuhan dan bunga-bunga yang cantik. Seperti nenek tua itu begitu rajin merawat tanamannya setiap hari. Aku menyayangkan bagaimana seorang nenek tua tinggal sendirian di tengah hutan. Seandainya ada hewan buas atau mungkin monster seperti yang sering mendatangiku mengganggunya, aku yakin nenek renta seperti itu tidak akan mampu bertahan.

Hari mulai berganti dan suasana didalam hutan begitu sepi dan mulai meredup. Aku masih setia ditempatku memperhatikan hamparan hutan tropis yang lebat. Aku sebenarnya tidak yakin apa ini benar disebut hutan tropis karena nenek Akiko mengatakan bahwa aku dilarang meninggalkan rumah ini sebentar saja. Lagi pula aku tidak berpikir untuk jalan-jalan sendirian ditengah hutan saat malam hari.

Aku bangkit dari posisiku dan mulai melangkah menuruni tangga rumah. Bunga-bunga cantik itu menggoda untuk aku sentuh dan cium. Bunga-bunga berada di sisi kiri rumah sedangkan sisi kanannya tanaman yang aku pikir semacam tanaman obat. Bunga-bunga yag cantik dan wanginya juga segar.

Aku mengulurkan tanganku menyentuhnya perlahan. Warna-warni bunga itu terlihat memikat dan aku tidak sanggup mengalihkan pandanganku dari mereka. Aku tidak berniat memetiknya hanya sekedar menciumnya dari dekat. Dalam keasikanku bersama bunga-bunga dari ujung mataku, aku melihat seseorang berdiri beberapa meter dariku.

Aku tersentak hingga aku mundur dan terjatuh ke tanah. Seseorang itu menatapku dengan mata yang tegas dan tanpa ekspresi yang ramah. Aku memperhatikannya dari atas sampai bawah. Tidak ada yang aneh darinya tapi mengapa dia diam saja sambil terus menatapku tak berkedip.

Aku brusaha bangun. "Ada apa ya?" Tanyaku dengan sikap waspada.

Laki-laki itu masih tetap diam. Ia masih terus menatap kearahku tanpa bicara. Aku merasa curiga apalagi dia terlihat seperti merencanakan sesuatu di otaknya. Aku memandang berkeliling mencari keberadaan seseorang yang mungkin bisa menolongku jika terjadi sesuatu nantinya.

Laki-laki itu kemudian melangkah maju tepat saat aku kembali memusatkan perhatianku padanya. Aku tersentak seketika mundur beberapa langkah. Aku bahkan tidak berani menoleh kebelakang untuk lari. Aku takut saat aku tidak memperhatikannya, ia bisa saja berlari kencang dan menyergapku dari belakang.

Setiap kali ia mengambil langkah maju maka aku mengambil langkah mundur yang sama. Sedikit lagi sampai aku menginjakan kaki di anak tangga rumah nenek Akiko. Aku bersiap-siap untuk lari setelah aku dekat dengan pintu rumah yang tertutup. Secepatnya aku berbalik memutar tubuhku dan berlari menuju pintu.

"Ah!" Aku mejerit saat laki-laki itu berhasil menarik tanganku. "Lepaskan!" Aku menoleh kebelakang

Tepat dibelakangku laki-laki itu menatapku dengan mata tegasnya yang berubah tajam. Aku hampir merasa gemetar karena takut hal aneh yang terjadi padaku di dekat menara arwah terulang lagi. Bisa saja laki-laki itu adalah monster mengerikan seperti yang ada di lantai atas menara waktu itu.

Tenggorokanku tercekat saat aku tidak bisa melakukan apapun. Bahkan aku tidak bisa memalingkan pandanganku selain darinya. Seperti mataku terkunci olehnya. Kami saling bertatapan dan dimatanya itu aku melihat sesuatu yang mencengangkan.

Dimata laki-laki itu aku kembali melihat pantulan diriku sendiri dalam keadaan yang lain. Aku melihat diriku bersama seseorang disebuah jalan sepi. Kami bergandengan tangan sambil sesekali tertawa. Aku berusaha melihat siapa orang disampingku tapi tidak bisa.

Dalam ketenangan itu tiba-tiba saja entah dari mana sebuah panah melesat dan menembus tubuhku. Diriku sendiri tidak menyangka dengan kejadian itu. Setelahnya aku terkapar bersama seorang disampingku yang berteriak memaki.

Pemandangan itu pun berubah menjadi sebuah jalan kecil curam yang berliku. Jauh di ujung sana aku melihat istana kecil berwarna kemerahan. Aku disambut seseorang yang terlihat begitu merindukanku. Ia mengulurkan tangannya dengan senyum ramah yang manis. Ia membawaku memasuki istana itu dan seketika aku sudah berada di rumah nenek Akiko. Aku tercengang.

Setelahnya aku melihat diriku dengan seragam sekolahku bermain di lantai atas gedung bersama Hiro. Aku mengingatnya ketika akhirnya aku memasuki ruangan seperti gudang dan terjebak disana. Aku pun menutup mata menenangkan diriku yang mulai kacau. Melihat semua gambaran itu membuatku bingung.

"Kenapa? Kenapa begitu." Aku jatuh terduduk merasakan lemas dikakiku. "Siapa itu? Itu bukan aku." Gumamku sendiri.

"Ingat semua yang sudah kamu lewati?" Laki-laki itu menatapku kali ini dengan ekspresi yang lebih lembut.

Aku menggeleng. "Tidak. Aku tidak ingat. Itu bukan aku." Aku memang melihat diriku disana tapi aku tidak pernah ingat aku pernah berada disini sebelumnya. Dan apa yang terjadi itu aku yakin hanya sebuah kebohongan. "Siapa kamu? Kamu monster jahat dimenara arwah ya?"

Laki-laki itu menatapku. "Ikut denganku bertemu dengan Dewa."

"Ya ampun! Berapa banyak dewa disini? Aku sudah bertemu dengannya kemarin. Mau apa lagi? Aku cuma butuh jalan pulang. Kalau dia bisa memberikan aku jalan keluarnya aku ikut. Tapi kalau tidak aku tidak mau!"

"Mau atau tidak kamu tetap harus ikut." Laki-laki itu menarik tanganku hingga aku maju kedekatnya.

Aku meronta berteriak berharap nenek Akiko mendengarku. Setidaknya nenek tua itu bisa menolongku jika benar laki-laki ini berniat jahat padaku. Aku berusaha menarik tanganku melepaskannya dari genggaman dan lari menuju rumah nenek Akiko. Aku hampir mencapai pintu dan tiba-tiba saja aku membentur sesuatu.

"Aduh!" Jeritku. Kepala dan hidungku sakit seperti terbentur sesuatu. Aku membuka mata mencari benda apa yang menghantam wajahku. Tapi disana tidak ada apapun. "Apa itu tadi?"

Aku mencoba berdiri sambil mengelus hidungku yang berdenyut. Aku yakin aku membetur sesuatu tadi tapi sepenglihatanku tidak ada benda apapun dihadapanku. Saat aku mengulurkan tanganku ketika itulah aku merasakan sesuatu. Seperti sebuah penghalang yang keras mengelilingi rumah nenek Akiko.

"Apa ini?" Aku meraba setiap jengkal penghalang itu dengan jari-jariku. "Ada penghalangnya." Bisikku sendiri.

"Kamu yang membuatnya sendiri." Aku menoleh pada laki-laki itu ia masih berdiri dibelakangku.

"Aku membuatnya? Bagaimana caranya?" Aku tidak mempercayainya. Sebuah penghalang sekuat itu dan tidak dapat dilihat oleh mata. "Tidak mungkin."

Sekeliling rumah nenek Akiko tidak dapat ditembus. Aku mencobanya berkali-kali untuk melewatinya tapi tidak bisa. Perlahan aku mulai melihat samar bayang putih yang menutupi rumah tua itu. Seperti sebuah kelambu besar yang menyelimuti rumah bahkan dari sisi atasnya. Aku mundur semakin jauh berusaha meyakinkan diriku dengan apa yang aku lihat.

"Rumahnya. Rumahnya ditutup kelambu?"

"Kamu sudah mengerti?"

"Tidak itu bukan aku. Kamu yang melakukannya. Tadi aku bisa masuk dan keluar dengan mudah."

"Aku tidak melakukan apapun. Itu karena penghalangnya belum diaktifkan. Ketika kamu keluar dari penghalang yang sudah diaktifkan maka kamu tidak akan bisa masuk kedalamnya lagi, kecuali penghalang itu dihilangkan terlebih dulu. Saat ini wanita tua itu sedang berada didalam, ia mengaktifkan penghalangnya karena ia berpikir untuk melindungimu dari incaran arwah. Tapi ia tidak tau diam-diam kamu keluar dari pembatas dan terkunci diluar."

Aku menatap laki-laki itu dengan tatapan tidak percaya. Ia mengetahui segalanya dan ia berniat membawaku bersamanya. Jika terus seperti ini aku tidak bisa kembali kedalam rumah nenek Akiko maka kemungkinan besar laki-laki itu akan menyeret paksa aku bersamanya.

"Siapa kamu?" Aku berbalik menatapnya dengan serius.

"Aku utusan Dewa Kehidupan, Eiji. Aku akan membawamu pada Dewa."

Reikai ( Perjalanan di Dunia Arwah )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang