#1

19.3K 575 2
                                    

Kini gue keluar dari sarang yang selama ini ngelindungin gue dari orang yang gue cintain. Orang yang yang selama ini gue sayang dan gue hormati.

Untuk keluar dari sarang itu gue sedih karena semua kenangan baik semua tersimpan rapi didalamnya.
Gue Diandra walaupun gue punya nama panjang tapi gue gak bisa nyebutnya. Walaupun ini rumah sederhana tapi gue nyaman tinggal disini gak ada yang berteriak ke gue, gak ada yang ngatur gue dan cuma dua orang yang setia nemenin gue.

"Ara kamu beneran mau pergi, mbok tuh gak tega loh liat kamu sedih?" Mbok Ana sebagai pengganti mama yang gak pernah ada dalam hidup gue

"Iya loh... pak Iman juga gak tega, biar bapak antar aja sampe rumah besar." Orang yang gue anggap sebagai pengganti papa

"Sedih... kenapa mesti sedih mbok. Akhirnya hari ini dateng juga setelah sekian lama mereka ngundang aku kesana. Gak usah pak Iman kan aku udah gede dan bisa ngelakuin apapun sendiri. Pasti aku akan sampe tujuan dengan selamat kok"

"Tapi kan kamu udah nganggep kita sebagai orangtua kamu dan itu kebanggaan buat kami. Kami cuma bisa mendoakan yang terbaik buat kamu Ara." Mbok Ana memeluk Diandra

Tangis pun terpecah diantara mereka bertiga. Setelah Diandra selesai mempacking tasnya ia langsung diantar Pak Iman pergi ke terminal bus.

Lagi-lagi tangis pecah karena untuk pertama kalinya Diandra berpisah dengan mbok Ana dan Pak Iman. Dengan berat hati Diandra masuk kedalam bus. Perlahan-lahan bus mulai jalan dan Diandra melihat kearah jendela yang bisa melihat ke arah mbok Ana dan Pak iman.

Dengan melambaikan tangan mereka masih saja menangis dan merasa berat untuk melepaskan Diandra. Walaupun bukan anak kandungnya tapi sudah lima belas tahun lamanya mereka mengasuh Diandra dengan penuh kasih dan sayang.

"Rumah besar... apakah akan seperti surga atau bahkan malah seperti neraka. Setelah lima belas tahun mereka baru nyuruh gue buat kesana." Diandra melihat ke arah jendela bus dan menatap langit yang pada saat itu tengah mendung

Perjalanan yang cukup lama membuat Diandra tertidur pulas di bus. Kebiasaan Diandra adalah tidur yang seperti orang mati sangat lelap bahkan suara petir ataupun gerakan dari bus pun tidak membuatnya bangun.

"Ayo-ayo sudah sampe terminal terakhir." Kernek bus mengetuk tiang dengan koin sebagai cirinya

Diandra terbangun dan melihat bahwa di dalam bus hanya ada dia saja karena semua penumpang telah keluar. Diandra sangat sibuk karena ia tak mendapatkan tasnya satupun.

Hp, dompet bahkan baju-bajunya telah hilang semua. Yang tersisa hanyalah alamat rumah besar yang menjadi tujuannya.

Diandra duduk di trotoar dekat terminal.

"Apa ini... apakah ini pertanda buruk ataukah sebaliknya. Apa yang terjadi sama gue, ini pertama kalinya dan... gak.... gue gak boleh nyerah sebelum gue memulai apapun. Oke apapun yang terjadi gue harus sampe ke rumah besar, gue Diandra dan gue bukan orang yang mudah menyerah."

Diandra berdiri dan melangkahkan kakinya dan entah dia pergi kearah mana. Dia terus bertanya dan gak sedikit orang yang berpikiran jahat padanya. Wajah Diandra memang sangat cantik dan juga kulitnya putih, tubuhnya proporsional seperti seorang model.

Diandra mencoba menjauh dan terus melangkahkan kakinya. Hingga akhirnya ia benar-benar lelah dan berhenti di depan cafe yang cukup besar. Diandra melihat ke arah cafe itu dengan memegang perutnya dan juga menelan ludah karena ia merasa sangat kelaparan.

*****

DiandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang