Prolog

1.6K 80 1
                                    

Percayalah. Yakinlah. Berharaplah.

Keajaiban itu selalu ada.

Untuk kesekian kalinya aku terpekur di tempat yang sama. Di atas pijakan tanah basah yang menopang tubuhku untuk tetap kuat memandang kemunculan Sang Fajar di ufuk timur. Dan sama seperti sebelumnya, ada suaramu yang terasa terus terngiang di benakku.

Bagaimana bisa? Itu adalah pertanyaan pertama yang kupikirkan tatkala kurasakan seakan suaramu tetap berbisik di telingaku dengan kelembutan yang sama. Persis seperti di pagi itu. Ketika kau berjalan dengan dibayangi sinar terang mentari pagi di balik tubuh mungilmu, kau mendekatiku dan lantas berkata.

"Selamat datang".

Kukira itu kegilaanku sementara karena terbayang kenangan kita. Tentu saja, itu adalah jawaban paling logis untuk semua hal aneh yang telah kau tanamkan di otakku. Kata-kata itu, seakan sudah kau rekam di alam bawah sadarku. Dan kemudian, sesuka hatimu kau putar ketika kedua kakiku memberontak dan membawaku ke sini.

Aku merasakanmu, dalam tiap hembusan angin yang membelai tubuhku. Sama persis di saat kau mengusap tubuhku dan kau berjanji rasa sakit itu akan segera pergi.

Aku mengingatmu, ketika kubilang aku tak percaya padamu atau setidaknya itulah yang kucoba untuk kulakukan. Tapi, semua kembali berjalan sesuai dengan rencanamu, bukan? Kau datang, lalu kutitahkan kau untuk dapat meraba keadaan. Tak akan ada yang berubah, tapi sekarang dapat mataku melihat bahwa semua sudah tak lagi sama.

Kau menyapaku, sedang kucamkan di benakmu tentang keteguhan hatiku yang tak akan terjamah. Tapi kau membuatku menganga, dan aku tersadar bahwa semua hal selalu punya saat yang pertama.

Sekarang, ketika aku nelangsa di tempat yang sama sekilas aku berpikir. Apakah kau ingat, aku pernah berjanji bahwa kehadiranmu untukku tak akan berarti? Dan selanjutnya inilah yang terjadi. Entah aku yang keliru atau justru takdir yang tak tahu malu. Kudapati aku masih berdiri di tempat yang sama, dengan samar mengenang hari itu. Dan ternyata ada beberapa hal yang tak akan berubah walau waktu telah berlalu.

Kuhela napas dan kuraih pelan ayunan kecil yang terikat kuat di cabang pohon rindang di sana. Tempat kau sering menghabiskan waktu sembari kedua tanganmu bermain dengan lilitan benang dan tajamnya jarum. Kau bilang kau akan tetap menungguku sepenuhnya. Namun, nyatanya tidak begitu, bukan? Lantas untuk semua yang kau lakukan padaku, bagaimana mungkin aku bisa menepisnya begitu saja?

Waktu yang telah berlalu di antara kita membawa banyak hal yang tak pernah kuduga. Begitu banyak hal yang telah berubah, tapi kusadari aku masih terhenti pada masaku sendiri. Aku bahkan tak bisa beranjak walau sejenak. Aku terperangkap. Terikat pada kisahku. Dan aku tak ingin melepasnya.

Saat kupejamkan mata di bawah terang sinar Sang Fajar, semua yang pernah kita lalui kembali terlintas. Berulang kali aku mengingatnya dengan tujuan yang sama, apakah aku bisa mengubah jalan yang kupilih? Andai tak mungkin, bisakah aku agar tak bertemu denganmu? Karena pada kenyataannya semua yang berbekas di pikiranku hanyalah, Kau.

*****

tbc....

hai hai hai :D :D :D

berjumpa lagi di cerita yang baru... btw. sebenarnya cerita ini udah selesai dari Desember tahun lalu. tapi, aku masih ragu buat ngepost nya... dan akhirnya baru sekarang deh aku post.

MORE THAN A MIRACLE ini beda jauh dengan RELOVE ya. beda 180 derajat. ya, mungkin ada sih beberapa gurauan, tapi itu tersirat. hehehhee... yang pasti aku berharap yang baca suka...

kali ini PROLOG dulu ya yang dipost. ehm, gimana tanggapannya untuk PROLOGnya? :D :D :D

08.04 WIB.

Bengkulu, 2017.02.03

MORE THAN A MIRACLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang