- enam -

238 35 71
                                    

Kantor Star Eight Entertainment tampak lenggang pagi itu. Beberapa orang lalu lalang menuju ruang kerja mereka. Beberapa diam di lobi sambil memainkan ponsel ataupun minum kopi.

Yoori melangkahkan tungkainya menuju meja resepsionis.

"Selamat pagi. Ada yang bisa kami bantu?"

"Maaf, bisa bertemu dengan Pak Han?"

"Apakah anda sudah membuat janji sebelumnya?"

"Mm, belum.. Tapi tolong katakan saya ingin bertemu. Saya Yoori. Istri dari Im Hyunsik."

"Ah.. Baiklah, akan saya coba hubungi."

Sang resepsionis mengangkat telponnya dan menekan beberapa tombol. Yoori menunggu dengan harap-harap cemas. Tangannya diremas gugup, melawan hawa dingin pagi yang masih terasa di ruangan ber-AC panas itu.

"Bu Yoori. Mohon maaf, Pak Han baru bisa menemui anda pukul 12 siang karena ada jadwal rapat. Apakah anda bisa menunggu ?"

"Ah, begitu." Desah Yoori, sedikit kecewa. "Baiklah, terimakasih. Aku akan kembali lagi nanti."

Yoori meninggalkan meja resepsionis, lemas. Harus menunggu tiga jam lagi untuk bertemu Pak Han. Perlahan diusapnya sedikit keringat di dahinya. Baru kali ini dia merasa lebih cepat lelah, mungkin karena hamil muda.

"Yoori?"

Yoori mendongak ke arah sumber suara. Seorang lelaki jangkung berjas coklat telah berada di sampingnya.

"Sungjae?"

***

"Kamu yakin mau ketemu pak Han?"

Seorang pelayan kafetaria menghampiri meja tempat mereka bercengkrama, meletakkan dua cangkir kopi dan sepiring sandwich di sana. Sungjae mengajak Yoori untuk sarapan bersama sambil mengisi waktu menunggunya.

Yoori menatap wajah Sungjae lekat-lekat. Terbaca sebuah keraguan disana.

"Iya.. Memang kenapa?"

Sungjae menelan salivanya dalam-dalam.

"Pak Han itu setahuku bukan tipe orang yang mudah negosiasi. Kalau dia sudah punya keputusan, keputusan itu harus di jalankan. Aku cuma takut.. Kamu sakit hati sama dia."

"Tapi ini enggak adil Jae."

Mata bening Yoori mulai berkaca-kaca. Yoori memberi jeda pada kalimat selanjutnya. Mengumpulkan segenap kekuatan untuk menahan air mata.

"Memangnya abang salah apa? Sampai dipecat dari perusahaan tanpa kejelasan? Abang hilang saat lagi kerja, harusnya yang tanggung jawab itu perusahaan, kan?"

Suara gemetar Yoori turut menggetarkan hati lelaki di hadapannya. Begitu menyakitkan. Sangat menyakitkan. Sungjae tahu ini tak adil. Namun lagi, dia tak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasi masalah Yoori.

Tak dapat ditahan lagi, sebulir kristal bening yang hangat melewati pipi kanan Yoori yang memerah. Sebuah tanda penahanan emosi dari dalam hatinya.

Aku harus gimana sekarang?

Tangan lebar Sungjae serta-merta terulur menyebrangi meja. Mengusap lembut pipi Yoori yang sedikit basah. Yoori hanya terdiam, masih terlarut dalam kesedihannya.

Gila, kenapa jadi berdebar engga keruan gini?

Bagaimanapun, ini adalah skinship yang sudah lama tak dia lakukan sejak mereka berpisah beberapa tahun lamanya. Menyentuh wajah Yoori. Yang dulu sering dia cubit gemas. Sering dia sentuh iseng dengan jari telunjuknya saat mengganggu Yoori yang sedang belajar. Dan mengusap air mata Yoori saat menangis, seperti sekarang.

LOSTWhere stories live. Discover now