- tiga belas -

200 30 54
                                    

Gadis kurus itu membuka gerbang rumahnya pelan-pelan, agar tak menimbulkan suara gaduh dan membangunkan seisi rumah. Diperiksanya halaman rumah yang lenggang. Tidak ada siapa-siapa, bahkan Hansung pun tidak. Menarik napas lega, Jihyun melangkah perlahan menuju rumahnya. Di tangannya ada segenggam kantong kertas berisi kertas warna-warni.

Tanpa ia sadari, pintu sebuah kamar terbuka.

"Baru pulang, kamu?"

Jihyun menoleh. Mendapati Hansung keluar dari kamarnya.

"Eh, bang. Iya tadi..tadi ada kerja kelompok gitu..emm.."

"Sampe jam segini banget? Jam sepuluh?"

"Iya..kerjaannya banyak. Yaudah, aku masuk dulu ya bang. Mau istirahat."

Jihyun masuk ke ruangan dengan tergesa. Mata kecil Hansung tertuju pada sesuatu yang mencolok di tanah. Selembar kertas origami berwarna merah, sepertinya jatuh dari kantung kertas Jihyun. Di raihnya kertas tersebut.

Penasaran, Hansung membuka kertas yang terlipat empat itu. Terdapat beberapa baris tulisan dengan huruf-huruf yang belum simetris, seperti tulisan bocah. Lelaki itu kembali melipat kertas merah itu lalu melangkah ke depan kamar Jihyun. Mengetuk pintu pelan-pelan.

"Jihyun,"

Terdengar suara sahutan dari dalam. "Iya bang?"

"Ada surat jatoh. Punya kamu?"

Tak lama pintu terbuka. Jihyun sudah berganti pakaiannya dengan piyama. Mukanya sedikit pucat, tanda kekagetan.

"Mana, bang?"

Hansung mengacungkan kertas merah di tangannya. Jihyun hendak meraihnya namun lelaki mengangkat tangannya hingga gadis itu tak bisa menggapai kertas merah itu.

"Abang mau bicara sama kamu."

Hansung berlalu ke luar rumah, menuju halaman rumah. Jihyun mendesah pasrah.

Duh, ketahuan..

***

"Jadi selama ini, kamu enggak pernah masuk kuliah? Sekalipun?"

"Emm.. dua minggu pertama aja..sih..bang." Jawab Jihyun, pelan. "Abis itu aku enggak masuk kuliah lagi. Enggak nemu temen seorangpun. Kuliahnya juga engga bikin betah."

"Terus kamu jadiin ini pelarian?"

"Awalnya..gitu bang. Tapi lama-lama, aku ngerasa nyaman. Orang disana bener-bener baik, welcome gitu sama aku. Kita juga bagi-bagi cerita. Nasib aku mirip sama mereka. Banyak yang nunggu kehadiran aku disana. Apalagi anak-anaknya."

Hansung berdecak, manggut-manggut. "Tapi harusnya kamu bilang jujur aja sama kakek kamu. Gimanapun, selama ini kamu pake uang kuliah dari beliau, kan?"

"Tapi..kan aku enggak pake buat yang enggak-enggak bang. Aku cuma salurin uangnya ke Panti Asuhan itu. Tempat aku tinggal dulu bang. Apa salah?" Nada Jihyun sedikit ketus, merasa tersudutkan.

Hansung tersenyum tipis. "Tindakan kamu jadi relawan Panti Asuhan memang enggak salah. Tapi kamu tetep salah kalau menyalahgunakan uang kakek kamu yang harusnya dipake bayar kuliah."

Jihyun menelan salivanya paksa. Suara berat Hansung selalu membuatnya merinding dan tak memberi ia kesempatan untuk menimpalinya, jika lelaki itu sedang memberinya nasihat seperti ini.

"Melakukan sesuatu yang baik harus pake cara yang baik juga, Jihyun."

Hansung menghela napas, tak seketika menghembuskannya. Tiba-tiba ada bayangan aneh di kepalanya. Seperti de javu. Sepenggal kalimat yang baru saja ia ucapkan seperti tak asing.

LOSTWhere stories live. Discover now