2. Apa Aku Harus?

16 1 0
                                    

Perpustakaan kampus itu tampak ramai seperti biasa. Banyak mahasiswa yang rela menghabiskan waktunya untuk sekedar membaca buku di perpustakaan. Selain tidak membutuhkan uang, perpustakaan masih menjadi tempat favorit nongkrong intelek.

Seorang mahasiswa duduk di bangku baca dekat jendela. Didepannya tampak buku terbuka lebar, namun ia mengabaikannya. Kedua matanya menatap keramaian jalan kota Malang yang jelas dibalik jendela.

Apa aku harus meluruskan semuanya? Lalu datang di waktu yang tepat?

"Nglamun, Zal?"

Mahasiswa itu, Rizal, sontak memutus ikatan lamunannya. Wajahnya tampak terganggu karena orang di sebelahnya ini.

"Lagi cari pencerahan. Ganggu aja lo," sahutnya malas. Rizal kembali membaca bukunya.

"Semoga aja lo nggak lupa kalau gue, Adit, yang bisa bedain mana tampang nglamun dan mana tampang cari pencerahan." Adit mulai membanggakan diri.

"Hm, seganteng lo aja lah"

Adit mengernyit heran. "Gue tahu lo ganteng, Zal tapi gue tahu banget kode etik sesama cowok itu dilarang muji kegantengan satu sama lain."

Tanpa mengalihkan fokusnya dari buku, Rizal menyahut, "lo curiga kalau gue maho?"

Adit berbisik, "selera lo bukan yang kayak gue kan?"

Rizal tertawa puas.

"Mas yang didekat jendela! Diam atau keluar?!" suara nyaring penjaga perpustakaan yang kebetulan lewat didekat mereka, membuat mereka diam.

--- ---

Malamnya, Rizal sibuk dengan skripsi. Ia rela menyibukkan diri duduk didepan laptop, pergi ke perpustakaan, menemui dosen, dan lainnya. Usahanya lebih keras dibandingkan teman-teman dekatnya. Hal ini ia lakukan demi menepati janjinya kepada seorang gadis yang selalu memenuhi otak dan hatinya setiap hari.

Kadang karena terlalu fokus dengan skripsi, ia mengabaikan keinginannya untuk menghubungi gadisnya.

Ayu, kamu harus tanggung jawab! ujar sebuah suara di benak Rizal.

Bukannya malah bagus? Gara-gara janjimu ke Ayu, skripsimu tinggal sedikit lagi,kan? suara lain di benaknya menginterupsi.

"Zal, besok jadi ketemu dosen?" Lucky duduk di tepi ranjang Rizal sambil menyeruput kopi luwaknya.

"Iya. Lo tau aja jadwal gue," sahut Rizal tanpa mengalihkan fokusnya dari laptop.

Lucky meletakkan cangkirnya di meja belajar yang tak jauh darinya. Merebahkan badannya dengan kedua tangan sebagai tumpuan.

"Gue jadi penasaran kayak apa sih wujudnya Ayu pujaan hati lo itu. Dia berhasil banget bikin lo rajin gini," ujar Lucky.

Rizal tersenyum miring. "Jangan sampai lo tau kayak gimana Ayu. Bisa-bisa gue nambah saingan ntar," balas Rizal sambil terus mengetik di laptopnya.

"Sampai detik ini sih nggak ada yang ngalahin Tisa di hati gue, Zal."

"Tisa yang lembut kayak baju dikasih molto itu?"

"Perumpamaan lo nggak ada yang lebih enak didenger, Zal?"

"Mulut siapa yang ngomong?"

"Mulut lo,"

"Yaudah serah gue lah mau pakai perumpamaan apa,"

Lucky mengalah. Ia memang selalu berakhir diam jika sudah berdebat kecil dengan Rizal.

"Gue tidur sini aja ya, Zal."

"Big NO!"

"Kenapa? Gue lagi males di kamar gue. Bayangan Tisa terus yang gue pikirin,"

IT'S NOT ALWAYS ABOUT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang