5. Move On ?

11 0 0
                                    

Langkahnya berat meninggalkan gadisnya menangis sendirian. Menangis karenanya.

Dia bukan gadismu, Zal. Kamu baru saja mundur, lupa? suara sialan muncul di benaknya.

Rizal masih menyaksikan bagaimana Ayu menangis sesenggukan. Memukul ransel dengan beberapa kali pukulan kecil hingga seorang perempuan menghampiri Ayu. Mereka tampak akrab dan Rizal sedikit lega karena kedatangan perempuan itu. Setidaknya Ayu punya teman berbagi.

Sekarang Rizal tahu, dia hanya seorang pengecut. Memberikan harapan jauh-jauh hari kepada seorang gadis dan membuang harapan itu begitu saja dalam waktu singkat. Sangat singkat.

Rizal segera pergi dari tempat itu. Melihat Ayu menangis membuatnya seperti seorang lelaki brengsek.

"Halo, Ayah. Mas pulang ke rumah ya?" Rizal tak tahu lagi harus menghubungi siapa selain ayahnya.

Ia segera memesan ojek online. Rumahnya tidak begitu jauh dengan lokasinya saat ini. Ia butuh cerita, tepatnya seseorang yang menasehatinya.

--- ---

"Ayah.." Ayah Rizal tampak sudah menunggu sedari tadi karena beliau duduk di teras rumah.

"Salam dulu, Mas."

"Assalamu'alaikum, Yah."

"Wa'alaikumussalam. Kamu sampai Jogja jam berapa, Mas?"

"Tadi pagi, Yah. Terus Mas ketemu temen dulu, ada urusan jadi baru pulang sekarang."

Rizal duduk di kursi sebelah ayahnya. Ia tak berniat masuk ke rumah dulu tapi langsung ingin mulai sesi curhatnya.

"Jadi kenapa Mas bisa pulang tiba-tiba?" tanya ayah.

"Ayah tahu aja kalau Mas mau cerita."

"Yaudah cerita aja,"

Rizal menceritakan kisahnya dengan Ayu. Mulai dari siapa Ayu,apa tujuannya dengan Ayu hingga keputusannya untuk mundur dari Ayu.

"Mas harus gimana, Yah?"

Ayah membenarkan letak kacamatanya. Ia menatap putranya dengan pandangan 'mengenang'. Ya, ayah Rizal pernah merasa hal yang hampir sama dengan putranya ini.

"Kamu udah dewasa, Mas. Segala hal yang berhubungan dengan masa depanmu, ayah yakin Mas udah pertimbangkan dengan matang. Untuk kasus ini, ayah cuma mau kasih satu pesan." Ayah menyeruput teh nya, "kadang perempuan itu lebih memilih laki-laki yang berjuang lebih untuk dia jadi gak heran kalau sebagian dari mereka pilih ngomong nggantung, tersirat gitu Mas."

"Tapi Ayu ngomongnya kayak gak ada pesan tersiratnya gitu Yah,"

"Kamu yakin? Kamu kan gak peka, Mas."

Glek.

"Jadi Mas harus maju nih Yah?"

"Jangan gegabah tapi juga jangan terlalu santai. Kalau kamu yakin sama dia yaa gak ada salahnya kamu maju," Ayah menghela napas sejenak, "tapi Mas, perempuan itu kayak kaca. Al mar'atu kal mir'ah kalau kata orang Arab. Sekali pecah, kaca bisa disatuin lagi tapi gak bisa memantulkan bayangan dengan sempurna. Sama kayak perempuan, mereka bisa memaafkan kalau disakiti tapi tidak untuk melupakan."

Rizal terdiam.

"Kamu yakin, Ayu masih mau nerima kamu padahal kamu udah mundur tiba-tiba gini karena jawaban dia yang singkat."

"Kamu pikirin lagi Mas kalau kamu keukeuh mau sama Ayu. Kamu harus tahu gimana caranya Ayu mau maafkan kamu dan mau sama kamu," Ayah bangkit dari duduknya, "Ayah harap Ayu sebagian kecil dari perempuan yang mudah melupakan kesalahan orang lain." kata Ayah lalu beranjak meninggalkan Rizal terpekur sendiri.

IT'S NOT ALWAYS ABOUT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang