11. Kenapa Benci Saya?

7 0 0
                                    

Kamar yang didominasi warna hijau muda itu tampak lengang. Barang-barang yang sebelumnya memenuhi ruangan yang tak luas itu sekarang sudah masuk dalam kardus dan box besar. Pakaian dalam almari pun sudah berpindah ke dalam koper besar berwarna ungu yang diletakkan tak jauh dari pintu kamar.

Ayu masih sibuk mengemas barang-barang kecilnya ke dalam beberapa paper bag. Tak jauh darinya, Rifki mengikat beberapa tumpuk kardus agar lebih ringkas.

"Ayu, barang-barang disini emang harus dibawa semua, ya?" Rifki menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia tak menyangka, barang bawaan istrinya sebanyak ini.

"Iya, Mas. Itu aja masih banyak baju yang Ayu tinggal disini, kok. Buat jaga-jaga kalau kita suatu nginep disini, jadi Ayu gak perlu bawa baju ganti deh."

Rifki menggeleng pelan. Ternyata barang perempuan memang 'harus' banyak. Se-simple istrinya saja, tetap banyak barangnya.

"Udah siap nih, Mas. Mobil udah dipanasin?" Kata Ayu setelah ia membereskan barang-barang kecil terakhirnya.

Rifki segera berdiri. "Baru mau Mas panasin. Bentar, ya."

Sepeninggal Rifki, Ayu segera berganti pakaian. Daster panjang motif bunganya ia ganti dengan gamis berwarna hijau tosca yang dipadukan dengan kerudung segiempat berwarna hitam.

"Nduk, ini dibawa, ya. Biar sampai rumah bisa langsung makan, ndak usah masak dulu." Ibu muncul dari balik pintu dengan membawa rantang bertingkat.

Ayu menyambutnya dengan senyum. Namun saat rantang itu sudah berpindah ke tangannya, hatinya menjadi kelabu. Ia tidak menyangka harus tinggal berpisah dengan ibunya.

"Bu, maafin Ayu. Ayu harus pindah, ninggalin ibu." Buliran air mata tak bisa Ayu bendung dari sudut netranya.

Ibu menarik Ayu ke dalam pelukan. Mengelus lembut puncak kepala anak gadisnya yang sudah menjadi milik orang.

"Sering-sering main kesini ya, Nduk. Jadi istri yang sholihah, ya. Insya Allah Nak Rifki pendamping terbaik yang dikasih Allah ke kamu." Ayu semakin mengeratkan pelukannya. Tangisnya semakin deras.

"Bu, kami pamit dulu ya." Suara Rifki menginterupsi.

Ibu menoleh. Ayu menghapus air matanya cepat.

--- ---

Rifki sudah memiliki rumah di daerah Jalan Kaliurang, hanya sekitar 20 menit dari rumah Ayu. Hasil kerja kerasnya sebagai dosen, ia kumpulkan sedikit demi sedikit agar ia bisa mandiri bersama istri setelah menikah. Dan hari ini Rifki mengajak istri yang baru kemarin ia nikahi, untuk tinggal di rumahnya.

Sepanjang perjalanan menuju Jalan Kaliurang, mereka berdua diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Ayu yang masih tenggelam dengan kesedihannya berpisah dengan Ibu, sedangkan Rifki yang menebak-nebak kenapa Ayu berubah murung.

"Kamu kenapa?"

Hening.

"Ayu, saya tanya. Kamu kenapa?"

Ayu menoleh sekilas. "Maaf Mas, tadi Ayu gak denger."

"Ayu gak papa," tandas Ayu lalu mengalihkan pandangan ke samping.

Rifki menghela napas. Sebelum ia menikah, ia sudah membaca buku tentang perbedaan cara komunikasi pria dan wanita. Dan sekarang, ia membenarkan isi buku tersebut.

Pikiran wanita itu sulit dipahami.

'Sulit' bukan berarti 'tidak bisa'. Kalau dulu ia hanya tahu secara teori, sekarang ia harus menghadapinya langsung. Baiklah, Rifki akan mencoba memahami istrinya sedikit demi sedikit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IT'S NOT ALWAYS ABOUT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang