Setelah membereskan meja kerjanya, Ayu bergegas pulang. Hari ini jadwal mengajarnya hanya sebentar jadi ia bisa pulang lebih awal. Sebenarnya ia ingin memperlambat pulang karena hari ini Pak Rifki akan datang ke rumah Ayu untuk mengambil proposal. Rencananhya ia ingin mengobrol di cafe tidak jauh dari sekolah bersama Sienna. Tapi sahabat tengilnya itu mendadak harus pulang karena ibunya yang di kampung datang menjenguknya.
Begitulah takdir, kadang tidak sesuai dengan harapan.
Langit siang itu mendung, sama seperti wajah Ayu. Langkah kakinya melambat seiring dengan pikirannya yang merumit. Gadis itu menaiki motor matic nya dengan sedikit melamun. Rencana kedatangan Pak Rifki benar-benar mengganggu pikiran Ayu.
"Bu Ayu, maaf bukannya itu motornya Bu Zidna?" Sebuah suara yang menyadarkan Ayu dari lamunan kecilnya.
"Eh?"
"Motor Bu Ayu bukannya yang warna merah itu ya?" Fika, salah satu murid Ayu yang duduk di kelas 4 itu menginterupsi lagi.
Ayu beristighfar menyadari bahwa ia telah lama melamun. "Terima kasih, Fika. Kamu sudah mengingatkan. Ibu pulang dulu ya. Assalamu'alaikum." Ayu melempar senyum kecil pada Fika dan dibalas dengan ramah oleh gadis kecil itu.
--- ---
Sesampainya di rumah, ibu menyambut kepulangan Ayu dengan wajah berbinar. Beliau yang sedang sibuk menata makanan di meja makan seketika meninggalkan pekerjaan itu lalu menghampiri Ayu dan mendekapnya. Ayu hanya pasrah saja di pelukan ibunya. Mungkin ini efek 'calon mantu dan calon besan' yang akan datang.
"Cepat ganti baju, sholat terus makan ya, Nduk." Kata ibunya.
Ayu menggangguk lalu segera beranjak ke kamarnya. Sesampainya di kamar, ia merenung. Hari ini mungkin awal menuju babak baru kehidupannya. Sejujurnya banyak yang ia khawatirkan. Tapi ia tak kuasa menahan laju cerita hidupnya ini.
"Ah, kenapa serumit ini?"
Ayu memutuskan segera ganti baju dan sholat Zuhur. Ibunya akan mengomel jika ia tak kunjung keluar kamar untuk makan.
Ibu sedang mengangkat panci sayur menuju meja makan saat Ayu keluar kamar. Senyum ibu tampak lebar melihat Ayu yang bergegas makan. Hari ini ibu seperti memiliki pasokan energi lebih untuk menebarkan aura bahagianya.
"Sebentar lagi mbakmu pulang, Nduk." Kata ibu sembari sibuk mengambil nasi dan diserahkan ke Ayu.
"Mbak Syifa' berangkat jam berapa Bu?"
Ibu mengernyit sejenak, "Jam 9 atau 10 tadi." Ibu meletakkan sendok nasinya alalu dengan sedikit menghela napas beliau melanjutkan, "sebenarnya ibu kasihan sama mbakmu. Dia lagi hamil muda malah ibu suruh pulang karena kamu mau lamaran."
Mata Ayu melebar karena terkejut. "Lamaran? Bukannya hari ini Pak Rifki hanya meminta balasan proposalnya minggu lalu?"
Ibu menatap Ayu dengan pandangan yang sulit diartikan. Senyumnya merekah. "Ibu sudah lihat proposal kamu yang sudah selesai 3 hari yang lalu. Karena ibu tidak sabar, ibu fotocopy lalu ibu berikan ke Nak Rifki hari itu juga. Ya mungkin karena Nak Rifki emang udah dasarnya suka sama kamu jadi gak butuh waktu buat mikir lagi, Nduk. Dia malah semakin mantap."
Ayu mendadak gusar mendengar penjelasan ibunya. Selera makan yang tadinya menipis kini semakin mengempis. "Tapi ibu belum tanya ke Ayu setuju atau gak." Ucap Ayu dengan nada kecewa.
Ibu tersenyum menenangkan. "Sayang, menurut ibu Nak Rifki ini pria yang kamu butuhkan. Dia punya modal untuk menjadi suami yang baik buat kamu. Wajah lumayan, pekerjaan mapan, dari keturunan baik, dan yang paling penting agamanya bagus. Kurang apa lagi, Nduk? Bukannya itu pertimbangan calon pasangan yang diajarkan Rasulullah SAW? Kan dulu kamu pernah bilang ke ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
IT'S NOT ALWAYS ABOUT YOU
SpiritualTerinspirasi dari Kisah Nyata "Dia yang istimewa akan dikalahkan oleh dia yang selalu ada" -Ayu "Dia akan kuperjuangkan meskipun dia tidak tahu aku sedang berjuang" -Annonymous Sedekah vote or comment ya, gaiis 😅