9. Teman Hidup

14 1 0
                                    

Jum'at pagi di kediaman Ayu tampak lalu lalang manusia. Atap tenda dengan rumbai biru berdiri kokoh di depan rumah. Kursi-kursi tamu berjejer dengan pengelompokan Laki-laki dan Perempuan.

Dekorasi tampak sederhana namun sedap dipandang. Kursi pelaminan berwarna putih dengan walldecor berupa kain menjuntai berwarna putih. Tepat di atas kursi pengantin, terdapat rangkaian bunga yang membentuk hati dengan ukuran cukup besar.

Di depan pelaminan, tampak sebuah meja dengan beberapa kursi yang saling berhadapan. Beberapa orang laki-laki tampak bersiap. Ternyata tempat akad berlangsung.

Rifki duduk di salah satu kursi yang menghadap langsung ke penghulu. Jas putihnya tampak kusut di ujung. Mungkin karena terlalu sering diremas, menandakan si empunya meredam nervous.

"Baiklah, semua sudah hadir. Kita mulai sekarang ya?" Si penghulu berpeci hitam memulai.

Rifki, wali hakim, dan saksi mengangguk bersamaan. Selanjutnya, tangan Rifki berjabat dengan tangan wali hakim. Keringat dingin mulai mengucur di kening pemuda itu. Ia yakin, namun nervous sekaligus. Berusaha fokus, ia merapal zikir untuk mengurangi nervous-nya.

"Saya sebagai wali yang diberi amanah, menikahkan engkau wahai Rifki Abdullah dengan Ayu Restiana binti Handoko Allahu yarham dengan mas kawin berupa uang tunai sebesar 3.110.019 Rupiah dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya Ayu Fajria Restiani binti Rifki Abdullah Allahu yarham dengan mas kawin tersebut tunai."

"Bagaimana, Saksi?"

"SAH." Ucap 2 orang lelaki paruh baya di sisi meja.

"Alhamdulillah. Barakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakumaa fii khaiir."

Ayu, si pengantin perempuan yang duduk di balik ruang akad tak hentinya mengucap syukur. Ia lega. Semoga ini jalan yang diridhoi-Nya.

Selanjutnya Ayu diiring menuju meja akad untuk menandatangani berkas. Jantungnya bertalu karena semakin ia melangkah, semakin ia dekat dengan Rifki.

Bismillah.

"Silahkan pengantin perempuan menandatangani ini." Ucap penghulu sambil menyerahkan buku nikah kepada Ayu.

Ayu segera mengambil bolpoin dan membubuhkan tanda tangannya di atas buku nikah. Sejak duduk di bangku, ia tak berani menoleh ke samping kiri, tempat dimana Rifki duduk. Ia gugup, tentu saja.

"Ayu dan Rifki, sekarang jabat tangan ya." Kata Bude Fida yang duduk tak jauh dari Ayu.

Ayu memejamkan mata sejenak. Ia mensugesti dirinya bahwa ia dan Rifki sudah halal jadi tidak mengapa jika berjabat tangan. Sejurus kemudian, mereka berdalaman dengan rasa gugup yang mengiringi. Lagi, Ayu tidak berani mendongak ke arah suaminya.

"Assalamu'alaikum, Istriku."

Seketika Ayu mendongak, ia terkejut dengan ucapan Rifki. Namun, sedetik kemudian perempuan itu langsung menunduk.

"Wa'alaikumussalam.." Suamiku.

Tangan Rifki mengudara sejenak kemudian ia memberanikan diri mendaratkan tangannya ke ubun-ubun istrinya. Tangannya bergetar, tanda gugup yang luar biasa. Tapi ia berusaha fokus.

"Allahumma inii as aluka khairaha wa khaira ma jabaltahaa wa 'audzubika min syarrihaa wa syarri maa jabaltahaa."

Kilatan blitz dan ucapan kagum bersahutan di ruangan itu. Kedua pengantin tampak tersenyum malu-malu. Membuat para tamu berdecak gemas.

Kedua mempelai duduk di kursi pelaminan. Diantara keduanya masih ada jarak yang memisahkan karena sekali lagi, mereka masih malu-malu. Hingga seorang ibu paruh baya yang tak lain adalah Bude Fida, menghampiri keduanya.

"Kalian ini udah halal. Ayo duduknya deketan. Kalau ada jarak gini maalah kayak orang marahan tho?"

Ayu mengangguk gugup. Sebaliknya, Rifki mengambil inisiatif untuk memangkas jarak. Ia menggeser duduknya hingga tak ada jarak antar keduanya.

Sepeninggal Bude Fida, tak ada percakapan yang terjadi. Kali ini, Rifki berpikir keras untuk memecah keheningan.

"Ayu.." Ucapnya pelan.

"Ya, Pak?" Jawab Ayu tanpa menoleh.

Rifki memberanikan diri menatap wajah menyamping istrinya. "Bisa menghadap saya, sebentar?"

Bagai leher robot yang kaku, Ayu memaksa menoleh. "Iya, Pak?"

"Terima kasih sudah bersedia menjadi istri saya." Kata Rifki dengan senyum kecilnya.

Ayu balas tersenyum. "Kembali kasih, Pak."

Rifki gemas dengan jawaban istrinya. Rasanya ia ingin mencubit pipi istrinya namun urung ia lakukan, tentu saja.

"Mm, boleh saya minta satu hal sama kamu?"

"Apa?"

"Mulai sekarang, kamu panggil saya 'Mas' ya?"

Seperti dihipnotis oleh mata tegas suaminya, Ayu mengangguk tanda mengiyakan.

Ya Allah, kenapa sekarang jantungnya berisik?

--- ---

+6281357688xxx

Assalamu'alaikum
Ini benar Sienna, ya?

Saya Rizal, temannya Ayu. Boleh saya minta bantuanmu?

Sienna Raindu

Wa'alaikumussalam
Iya, ini Sienna. Bantuan apa ya Kak?

Sienna yang tengah bersiap pulang lalu urung. Ia terkejut karena mantan gebetan Ayu itu menghubungi dirinya. Di saat Ayu baru saja menikah, pula.

+6281357688xxx

Km pasti tau aku membatalkan niat utk melamar Ayu.
Tp stlh aku merenung lg dan dengar nasihat orang2 terdktku, kali ini aku yakin buat lamar Ayu.
Km jgn blg ke Ayu dl ya. Sbg sahabat Ayu, km dukung aku nggak?

Bagai melihat UFO jatuh didepannya, reaksi Sienna langsung bengong setelah membaca chat Rizal itu. Rasanya ia ingin menggeplak kepala laki-laki itu sekarang juga. Kalau ada jasa geplakan online, sepertinya Sienna tak perlu pikir panjang untuk memesannya.

Sienna Raindu

Aku mendukung siapapun cwo sholeh yg mmprjuangkan sahabatku, trmsk km. Tp utk skrg, kyknya km gk msk kriteria itu. Utk lbh jelasnya, km bs tny lgsg sj ke Ayu sblm km mlnjtkan niatmu itu.

--- ---

Jiahahaa si Rizal nongol lagi, Pemirsa.

IT'S NOT ALWAYS ABOUT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang