Siang itu mata kuliah aljabar berlangsung. Cuaca yang panas membuat beberapa mahasiswa di kelas Ayu memilih menelungkupkan kepalanya di atas meja, tak terkecuali Ayu.
Ia sebenarnya malas dengan mata kuliah satu ini. Selain karena mata kuliah yang membosankan, dosennya pun membuatnya kesal. Bukan tanpa alasan, dosennya ini sering bersikap tengil terhadapnya. Yah, setidaknya itu yang ada di pikiran Ayu.
"Ayu Fajria,"
Ayu segera mengangkat kepalanya. Tuh kan, dosennya yang menyebalkan itu kembali berbuat seenaknya.
"Kamu mau tidur apa kuliah?" nada suaranya datar.
Ayu ingin sekali menggerutu atau setidaknya tidak berhadapan dengan dosen killer ini.
"Yang lain juga pada tidur tuh, Pak. Saya kan cuma nyenderin kepala aja, nggak merem." Ayu mencoba mencari alasan.
"Kalau kamu tahu mereka salah, kenapa kamu ikut juga?"
Ayu memilih diam. Nantinya ia akan kalah juga, bukan?
"Permisi, Pak." Ayu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menjauhi pak Rifki.
"Kamu mau nilaimu E dan mengulang tahun depan bertemu saya lagi?"
Ayu menulikan telinganya. Ia tidak peduli. Ia muak dan lelah dengan dosennya yang aneh itu.
Sesaat setelahnya para mahasiswa berbisik-bisik karena melihat keanehan sikap pak Rifki.
"Keluarkan alat tulis kalian, kita ujian sekarang!"
"Yaaaaahhh" teriakan koor menggema di ruang kelas.
--- ---
Ayu menghabiskan 3 cangkir cappuccino latte nya. Ia melamun dan yang dilakukan hanya menghabiskan isi cangkir di depannya.
"Tambah lagi, Pak." ucapnya pelan pada pak Surdi, penjaga kantin kampusnya.
Pak Surdi yang mendengarnya, menggeleng pelan. "Sudah 3 cangkir, Mbak. Apa nggak sakit nanti perutnya?"
Ayu menggeleng. "Buat cadangan lima hari ke depan, Pak."
"Baik, Mbak."
Sepeninggal pak Surdi, Ayu menyenderkan kepalanya di meja. Ia hampir saja terpejam saat pak Surdi memberikan pesanannya.
"Ini, Mbak."
Kening Ayu berkerut samar, "saya pesan cappuccino latte, Pak. Kenapa jadi lemon tea?"
Pak Surdi menggaruk rambutnya yang tak gatal, "itu mbak, tadi temennya mbak kesini terus bilang ke saya jangan dikasih cappuccino latte lagi kalau udah 3 cangkir. Bisa mabuk, katanya."
Ayu menggangguk kecil. Ini pasti Sienna. Pandangan Ayu mengitari sekeliling. Mungkin Sienna masih berada di sekitar sini jadi ia tak perlu repot-repot memelototinya nanti.
Ia tak menemukan keberadaan Sienna di sekitarnya jadi ia memilih berjibaku dengan nilai ujian tahfidz anak-anak didiknya.
Sejurus kemudian ia sudah konsentrasi dengan laptopnya dan mulai mengevaluasi hasil ujian anak-anak. Sesekali ia menggerakkan kepalanya untuk mengusir pegal.
"Ayuuuuu" suara cempreng yang sangat ia kenal. Ayu menghela napas lelah.
Sahabatnya yang cerewet kini sudah di depannya. Raut mukanya cemberut seperti habis kerja rodi selama sebulan.
"Kenapa? Bete banget mukanya,"
Sienna sedikit menghentakkan kakinya lalu duduk di depan Sienna. Wajahnya masih menyiratkan kekesalan yang tertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IT'S NOT ALWAYS ABOUT YOU
SpiritualTerinspirasi dari Kisah Nyata "Dia yang istimewa akan dikalahkan oleh dia yang selalu ada" -Ayu "Dia akan kuperjuangkan meskipun dia tidak tahu aku sedang berjuang" -Annonymous Sedekah vote or comment ya, gaiis 😅