"Jangan panggil aku dengan sebutan itu!" tegasku pada Calum.
"Sayang." panggilnya manja.
"Diem Calum, lo mau gue cubit lagi hah?!" ancamku, Calum tertawa keras yang mana membuatku makin kesal.
"Calum, banyak omong aah!" ku cubit pinggangnya yang mana membuatnya meringis kecil.
Ia tertawa dan mencubit pipiku. "Sierra itu lebih cantik kalo lagi cemberut."
Aku bersumpah kala itu diriku bagai disengat listrik beribu volt saat tangannya menyentuh pipiku.
"Kenapa?" tanyanya.
"Nope. Ayo." aku meraih tasku dan mengarahkan tongkatku kedepan.
Calum menggandeng tangan kananku yang mana membuat suatu sensasi lain ditubuhku. Ibu jarinya membuat pola lingkaran ditanganku.
"Tanganmu kecil sekali rasanya jika aku memegangnya." katanya gemas.
"Aku ini imut-imut tau!"
"Ya, ya, ya."
Ditengah perjalanan menuju parkiran, suara pantulan bola basket terdengar di belakangku.
"Woi!" teriaknya yang membuat Calum menoleh dan menyapanya.
Dan jangan lupa, ia melepas genggaman tanganku. Katakan aku lebay saat merasa kehilangan tangannya yang barusan menggengamku tadi.
"Weits, bro!" ucapnya yang kurasa mereka sedang berpelukan ala bro-bro saat bertemu.
Aku diam memperhatikan mereka berbicara, yang ku tau sepertinya temannya ini tak memperhatikanku.
"Eh, ini siapa?"
"Pacar gue." jawab Calum yang membuat bibirku tersenyum karena ia tanpa malu menyebutku sebagai pacarnya.
Temannya berdecak. "Serius lo, selera sama yang beginian?"
Hancur sudah hatiku saat mendengar teman Calum berkata seperti itu, aku merasa malu sekarang. Kepalaku seperti terhantam batu besar dan aku mulai sadar akan diriku yang tidak ada apa-apanya jika bersanding bersama Calum.
"Emang kenapa?" kudengar nada kesal saat Calum berkata itu.
"Gila, dari Jessie. Selera lo jadi nurun, bro?"
"Kalo gue cintanya sama dia, lo mau apa?!" tanya Calum geram. ini sudah kelewatan.
Aku berjalan kearah Calum dengan tergopoh-gopoh, mencoba melerai mereka berdua.
"Sudah!" teriakku yang membuat mereka diam tak bersuara.
"Bisa pergi?" tanyaku pada teman Calum itu.
"Asal lo tau aja, Jessie disana masih cinta sama lo!" teriaknya sebelum pergi.
Untuk kedua kalinya, hatiku mencelos mendengarnya. Jessie yang notabenenya adalah mantan Calum, masih mencintainya.
"Udah ya, gausah dengerin kata-kata Michael." ucapnya menenangkanku meski kenyataannya aku tak bisa tenang setelah mendengarnya.
Calum menggamit tanganku lagi dan membawaku pulang.
++
Pikiranku melayang ke perkataan Michael, ia benar. Dan seharusnya aku tidak merasa tersakiti dengan pernyataanya.
Jessie memang berbanding terbalik denganku. Ia memiliki paras cantik natural tanpa make up sekalipun, mudah bergaul dan rendah hati. Jessie juga berprestasi dalam bidang pelajaran dan itu yang membuatnya digemari setiap murid lelaki di sekolahku.
Sedangkan, aku gadis pendiam yang tak tau cara berteman, introvert dan menyebalkan. Yang terakhir itu adalah pendapat teman satu kelasku. Terlebih lagi aku buta dan karena itu orang-orang menganggapku dengan sebelah mata.
Sebenarnya apa yang Calum lihat dari diriku?
Aku membuang nafas panjang lalu menyenderkan kepalaku di jendela mobil Calum.
Aku ini memalukan, tak pantas jika Calum bersamaku. Aku sadar jika nantinya aku hanya akan membuatnya malu saja. Gadis buta sepertiku tidak ada apa-apanya dibanding Jessie.
Tak ada satu orangpun yang mau mendekatiku karena pasti ia malu jika berteman denganku, semua orang akan mengejeknya dan menertawakannya. Aku sendiri lebih baik tak memiliki teman daripada orang lain menanggung malu hanya karena berteman denganku.
"Apa kau sudah selesai berfikir?" ucap Calum memecah lamunanku.
"Aku tau kau pasti memikirkan kalimat Michael tadi." tegasnya.
"Kalimatnya memang benar Calum." ucapku menentangnya. "aku memang tak pantas denganmu."
"Kembalilah pada Jessie, ia masih mencintaimu."
"Apa maksudmu?" tanyanya dengan nada bingung yang ku tangkap.
"Lihatlah aku, Calum. Apa pantas diriku? APA PANTAS DIRIKU JIKA BERPASANGAN DENGANMU?!" teriakku menahan tangis.
"Kau pan-"
"OMONG KOSONG!"
Tak terasa tanganku terkepal menahan gejolak amarah. "aku ingin kau berkata jujur,"
"-apa kau malu saat temanmu menanyakan siapa diriku?" ucapku pelan, aku merasa dadaku terhimpit batu saat mengatakannya.
"Astaga. Demi Tuhan, aku tidak malu karena mu!" ku dengar Calum menonjok stir mobilnya.
"Bohong." aku menggeleng. "aku ini memalukan!"
"Aku tak pantas kau banggakan, aku hanya akan membuatmu dipermalukan." hancur sudah pertahananku kali ini, kristal-kristal bening itu kian membajiri pipiku.
Calum akhirnya melipir kearah kiri, dan memberhentikan mobilnya.
"Kau seharusnya bangga dengan dirimu sendiri." ucapnya pelan yang kurasa mempersempit jarak diantara kami saat hembusan nafasnya menerpa wajahku.
Jarinya mengusap air mataku perlahan yang mana membuatku terdiam dibuatnya.
"Kau memiliki apa yang orang lain tak miliki."
Darahku berdesir, elusan tangannya membuat diriku merasa nyaman dan terlindungi, setelahnya ia menuntunku ke dekapannya.
"Kau memiliki ku disini." ia memegang tanganku dan menaruhnya ke arah dadaku.
"Dan dengan adanya diriku disini, seharusnya kau tidak perlu khawatir dengan apapun yang terjadi nanti."
Seseorang tolong tampar aku sekarang.
+++oiya, comment ur id line ya kalo mau gue add ke group chat atau add line gue lgsg farsyasfnh.
trus gue pengen nanya, kok gue gabisa ngefollow orang di wattpad sih? pas gue follow, ada tulisan 'unable to follow peeep. please try again later' wtf, ada yg ngerti ga?
KAMU SEDANG MEMBACA
Clichè : Calum [on hold]
أدب الهواة[1] Ini tentang Sierra dan Calum yang dipersatukan dan dipermainkan oleh takdir. copyright ©2017 by farsya