[9] Jigong

264 73 30
                                    

"Turun."

Calum membantuku berdiri lalu memberiku tongkat.

"Aku anter sampe kelas ya." katanya yang membuatku mengangguk cepat.

Aura Calum kali ini berbeda. Hangat dan nyaman. Aku tersenyum saat ia menyatukan jemari kami.

"Tumben ga ngomel." ucapnya yang membuatku mengerutkan kening. "ngomel apa?"

"Ini." ia menggerakan gandengan tangan kami. "bawel salah, diem juga."

"Baguslah kalo kamu diem." katanya dengan nada bandel. "itu tandanya, kamu udah terbiasa sama hal kecil kayak gini contohnya."

Oke.

Aku terdiam sambil diam-diam menyimpan perasaan ini dalam-dalam, perasaan menyenangkan saat tangan kami saling bertautan.

"Calum." perempuan, itu suara perempuan. Calum memberhentikan langkahnya yang mana membuatku ikut melakukannya juga.

"LKS lo."

"Kenapa ini ada di elo?" tanya Calum ketus.

"Mana gue tau, gue cuma pengen balikin." katanya tak kalah ketus. "nih."

"Makasih, Je." aku berusaha meredam detak jantungku saat Calum menyebut nama itu.

Je.

Je.

Je.

Sebuah nama kecil yang Calum buat untuk Jessie.

Aku cukup tau tentang mereka dulu, pasangan romantis seantero sekolah. Calum dan Jessie, pasangan yang selalu menjadi hot news dikalangan murid-murid. Selalu membuat orang lain iri karena mereka berdua seimbang.

Bayangkan saja, ketua tim basket dan ketua cheers bersatu. Belum lagi sifat Calum yang pengertian dan Jessie yang perhatian.

Andai saja Calum membuat atau setidaknya memanggil namaku berbeda dengan orang lain. Calum pasti sangat menyayangi Jessie sampai-sampai hanya dia sajalah yang boleh memanggil Jessie dengan sebutan kecil itu.

Setelah itu, aku tertampar pada kenyataan pahit kalau ternyata diriku pastilah bukan apa-apa dibanding Jessie. Ha ha.

"Boo."

Jessie, Jessie dan Jessie. Perempuan itu selalu saja terbayang di wajahku akan merebut Calum kembali.

"Boo."

Ah, rasanya aku ingin melambaikan tanganku ke kamera saja! Jessie yang menawan dan Sierra yang kumuh. Lebih seperti, putri raja dan dayangnya.

"Boo!"

"Hah! iya, apa!" seruku kaget. Tadi ia memanggilku apa?

"Tadi kau memanggilku?" tanyaku polos sedangkan Calum mencibir.

"Boo. Apa ada masalah?" tanyanya serius, dua rius.

Boo?

"Apa itu?"

"Boo? panggilan kecilju untukmu." katanya senang. "Kenapa? kau tidak mau aku panggil itu?"

"Oh, kalau begitu. Aku bisa memanggilmu dengan, cheriè atau sweetheart atau cookie. Ngomong-ngomong, cookie bagus juga. Oh, atau pie? um, apple ya? bunny?"

KALAU BEGINI TERUS AKU BISA GILA!

"I'm totally fine with, Boo thingy." kataku. "But, no love, no bunny, no sweety."

Ia diam.

Ku rasa ia sedang cemberut sekarang. "Um, FINE!" seruku. "Call me as you want, babe." kataku tanpa berfikir ulang apa yang barusan ku katakan.

"APA?! TADI KAU MEMANGGILKU APA?!" teriaknya di telingaku.

HEI, GENDANG TELINGAKU BISA PECAH JIKA BERBICARA DENGAN ORANG INI!

"Babe. Hehe." ucapnya sambil mencolek-colekku berkali-kali. Pipiku memanas.

"Babe, babe, babe, babe, babe, bab-"

"Just shut the fuck up, will you?!" ucapku geram sambil menutup mulutnya dengan telapak tanganku. "kita ini di koridor Cal- WHAT THE FUCK?!?!"

Calum menjilat tanganku. CALUM MENJILAT TANGANKU. TOLONG BERIKAN OKSIGEN TAMBAHAN UNTUKKU.

"Hehe, yasudah yaaaa. AKU PERGI!"

Calum kurang ajar, coba hitung sudah berapa kali dia membuat jantungku melompat-lompat dalam satu hari?

Aku mendengus memikirkan tanganku yang pastinya sudah terkontaminasi dengan jigong Calum. Aku tidak berani mencium baunya.

Ah, tapi aku penasaran juga. Akhirnya setelah mengumpulkan cakra, aku memberanikan diri dan menciumnya perlahan.

Glek.

Oke, ini tidak seburuk itu. Bau ini bau mint dari pasta gigi close up dan seperti bau nikotin. Oh, pasti sebelum menjemputku Calum merokok.

Dasar laki-laki payah. Kalau sampai ia berani merokok di hadapanku.

Akan ku pastikan jika bijinya tidak akan selamat.

+ + +

kok gue jd penasaran sama jigongnya calum. ew, ew AHAHAHHA

sorry for the late update, gue agak putus asa untuk melanjutkan cerita ini gengs:(

Clichè : Calum [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang