Skeleton Lake: An episode in camp [2]

122 3 1
                                    

...... Ketika kami mulai berjalan dari perkemahan—“

Fizz memandangnya dengan ekspresi ketakutan, dan kami sadar bahwa tidak ada yang dapat menghentikannya sekarang. Maka mulailah dia bercerita.

Tidak ada yang luar biasa dari kisahnya. Bagi orang-orang yang sudah biasa malang-melintang di hutan, cerita itu terdengar biasa saja. Hanya saja caranya bercerita membuat bulu roma kami berdiri. Awalnya dia menceritakan kejadian yang sebenarnya, namun beberapa saat kemudian ada beberapa rincian yang sengaja dilewatkannya; bagian yang seharusnya dapat membuat hatinya tenang jika telah diceritakan.

Tentu saja dia memperhalus kata-katanya dengan menyelipkan kata-kata aneh yang terdengar melodramatis, puitis, dan bahkan tidak sesuai. Semua itu membuat ceritanya semakin gila. Dia juga tidak henti-hentinya menanyai kami secara bergantian sambil melototi wajah kami satu per satu dengan matanya yang ketakutan, “Kalau kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan pada saat seperti itu?” “Apa lagi yang bisa kulakukan?” dan “Apa itu salahku?” Tapi itu belum seberapa dibanding dengan caranya bercerita; dia meminta kami menyimpulkan kisahnya seolah kami adalah mesin fonograf yang bisa mengulangi apa yang telah dikatakannya dengan persis dan pertanyaan-pertanyaan tadi digunakannya untuk menekankan maksud tertentu yang menurutnya sangat penting untuk ditekankan.

Sayangnya, gambaran kejadian yang sebenarnya telah melekat dalam benak Rushton, sehingga walaupun dia berusaha menutup-nutupinya dengan kata-kata yang membingungkan, kami tetap dapat melihat gambar-gambar tersebut terbentang dengan jelas di balik bayangan hitam yang menyelimuti dirinya. Dia tidak dapat menghalangi atau bahkan melenyapkan bayangan tersebut. Kami tahu, dan aku masih yakin bahwa pada saat itu dia tahu bahwa kami mengetahuinya.

Seperti yang telah kukatakan sebelumnya, cerita itu sendiri terdengar cukup biasa. Jake dan dia berangkat dari perkemahan. Mereka naik ke sampan yang berukuran sekitar dua setengah meter. Di tengah-tengah perjalanan, sampan yang mereka tumpangi terbalik. Mereka saling berpegangan tangan di atas sampan yang terbalik selama beberapa jam. Kemudian membolongi sampan, memasukkan tangan ke lubang, dan berpegangan lebih erat agar tidak mati kedinginan karena tubuh mereka masih berada di dalam air. Sementara itu, mereka berada jauh dari pesisir danau, dan angin yang saat itu berhembus dengan kencang menyeret sampan ke sebuah pulau kecil. Namun ketika mereka sudah berada beberapa meter dari pulau, mereka sadar bahwa angin tidak akan menyeret sampan ke sana. Angin akan membuat mereka tetap terhanyut dan melewatinya.

Maka mulailah mereka bertengkar. Jake ingin meninggalkan sampan dan berenang ke pulau. Rushton percaya bahwa kalau mereka menunggu sampai sampan melewati pulau dan angin kembali tenang, maka mereka bisa mencapai pulau tersebut dengan berenang atau bahkan dengan menggunakan sampan. Tapi Jake tidak ingin menyerah begitu saja. Setelah mereka berkelahi—Rushton mengakui bahwa mereka sempat berkelahi—Jake meninggalkan sampan dan menghilang tanpa suara.

Rushton masih bertahan dan ternyata teorinya benar. Dia pun berhasil sampai di pulau bersama sampannya setelah terombang-ambing di air selama lebih dari lima jam. Dia menceritakan kepada kami bagaimana dia merangkak ke pesisir pulau dan langsung jatuh pingsan dengan kakinya masih berada di dalam air; betapa bingung dan ketakutannya dia saat tersadar di tengah-tengah kegelapan; bagaimana sampannya kembali terhanyut namun—dengan kebetulan yang luar biasa—ditemukannya kembali di ujung pulau dengan menyeretnya menggunakan cabang pohon cedar. Dia juga mengatakan bahwa—secara kebetulan—sebuah kapak kecil masih tersangkut di dalam sampan yang terbalik, dan untungnya botol kecil di dalam kantong celananya yang berisi korek api masih utuh dan kering. Dia membuat api unggun dan menjelajahi pulau dari ujung ke ujung sambil memanggil-manggil Jake, namun tidak ada balasan, sampai akhirnya dia melihat bayangan orang-orang merangkak dari pesisir pantai dan menghilang di tengah-tengah kegelapan yang menyelimutinya. Dia pun kehilangan seluruh nyali dan kembali ke perapian yang telah dibuatnya tadi lalu memutuskan untuk menunggu sampai matahari terbit.

Horor Thriller Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang