The Mellified Man [1]

26 3 0
                                    

Permen termanis macam apa yang pernah kau rasakan?

Aku tidak akan mengatakannya padamu, tapi akan kuberitahukan permen termanis yang pernah kubuat, permen yang paling mengerikan.

Ini semua karena Bobby suka memakan makanan yang manis. Santapan yang membuat para penderita diabetes, obesitas, dan anak kecil dengan gigi berlubang meratap dan menyesal.

Permen merupakan roti dan penyangga hidup Bobby. Menikmati es krim saat makan siang merupakan hal yang lebih lumrah baginya daripada memakan santapan makan siang biasa, atau memakan kue saat makan malam.

Namun dia tidaklah gendut atau berbadan besar, seperti sebutan ibunya untuk kakaknya. Dia tidak terkena diabetes, dan giginya terlihat sangat bagus untuk ukuran pria yang berumur 31 tahun. Bobby Jenkins, pada kenyataannya, merupakan manusia yang paling dekat dengan istilah sempurna. Kecuali, tentu saja, kebiasaannya memakan makanan yang manis dan fakta bahwa dia lebih menyukai laki-laki daripada perempuan; hanya itulah kekurangannya.

Dia hoby berenang, berolahraga, bermain bola raket di klub, dan berjalan di atas treadmill. Dia tidak merokok, minum minuman beralkohol, atau memakan banyak daging.

Ahh, namun gula pasir merupakan heroin, kokain, dan obat methamphetamine yang dicampur menjadi satu baginya.

Dan seperti pecandu-pecandu lainnya, dia segan untuk berhenti mengonsumsinya.

Dan seperti pecandu-pecandu lainnya, hidupnya didominasi oleh hal itu.

Dan seperti pecandu-pecandu lainnya pula, hidupnya pun akan diakhiri oleh itu.

***

Bobby sedang menikmati makan siangnya sambil membaca dengan tekun koran yang menyajikan berita tentang merger bisnis yang sedang dikerjakannya. Saat itulah dia mendengar nama The Alhambra, sebuah toko permen yang baru dibuka di kotanya. Karena tempatnya dekat, dia memutuskan untuk mengunjungi tempat tersebut.

Toko tersebut sangat besar. Bangunannya memperlihatkan susunan batu bata merah, dan berlantai tiga. Bagian depan lantai satu dijajari dengan jendela kaca yang memperlihatkan pajangan di dalamnya. Papan namanya pun dibuat dengan sangat bergaya.

Bobby memarkirkan mobilnya lalu masuk ke dalam toko. Di luar udara terasa sangat panas, namun di dalam toko udaranya sejuk.

Baru dua langkah dari pintu masuk, Bobby langsung terpukau. Dia telah menemukan surganya.

Bagian dalam toko tersebut didominasi oleh warna gelap yang menyelimuti hampir seluruh bagian dinding. Wallpaper dengan desain padang rumput luas berbalut warna merah dan emas terhampar dari permukaan sampai ke atapnya. Pajangan dan kotak wadah diterangi oleh lampu gantung. Kain sutera menyelimuti atapnya-lagi-lagi berwarna merah dan emas, namun juga terdapat sedikit warna biru tua, hijau, dan ungu kehitaman.

Namun begitu, koleksi permen-nya lah yang menarik perhatian Bobby.

Di salah satu sisi ruang yang panjang dan sempit di sana terdapat semua jenis kembang gula dan permen; licorice dan lollipop, permen karet dan permen tangkai diletakkan di dalam toples; bola popcorn dan permen apel, jelly beans dan semua jenis permen penny. Di sana bahkan ada bagian yang memajang segala jenis permen yang dapat kalian temukan di toko swalayan atau pom bensin.

Di tengah ruangan, di mana Bobby berdiri sambil ternganga, terdapat segala jenis coklat dengan bermacam-macam bentuk dan warna. Di dekatnya ada coklat-coklat batang yang tidak terbungkus, dan ditumpuk seperti batang-batang emas. Ada pula berikat-ikat coklat yang sangat hitam seolah baru saja diambil dari bahan dasar yang membuat malam. Aroma coklatnya saja sudah sangat memabukkan.

Di sisi lain toko tersebut terdapat permen yang tidak biasa. Di sana terdapat permen pastill dari Prancis, permen beras Botan dari Jepang, permen maple dari Kanada, bahkan sekotak besar coklat yang dibalut ulat, jangkrik, dan telur serangga dari Meksiko, dan semacam permen ikan kering dari Norwegia.

"Ahhh, Anda terlihat sangat terpesona." Datanglah sebuah suara dengan nada baritone dan aksen yang kabur. "Saya sendiri juga terpesona... dan saya-lah pemilik tempat ini."

Bobby berpaling dan melihat seorang pria yang mungkin keturunan Spanyol atau Arab. Dia lebih pendek dari Bobby, dengan wajah yang seolah dipahat dari kayu hitam di ruangan tersebut. Umurnya mungkin sekitar 45 atau 55; sulit untuk memastikannya. Kumis yang sangat indah bertengger di atas bibirnya dan rambutnya pun sama saja, dengan sedikit uban di sana-sini.

"Anda sepertinya... orang yang sangat beruntung di kota ini." Ujar Bobby yang masih terlihat tidak sadarkan diri.

Pria itu lalu tertawa, sebuah ledakan tawa yang membahana ke seluruh ruangan, dan menarik perhatian dari pelanggan yang lain.

"Saya tahu kalau kita sama ketika Anda pertama kali masuk tadi," kekehnya. Kata-kata tersebut dan caranya tertawa yang menarik perhatian membuat Bobby sedikit merinding.

"Nama saya Afaz Aziz. Pemilik The Alhambra. Ayo kemari, apa yang dapat saya perlihatkan kepadamu?" Tanyanya. "Atau lebih tepatnya, apa yang dapat kuberikan padamu?"

Tuan Aziz mengatakan ini dengan gaya seorang penjual narkoba; dan seperti pecandu obat-obatan lainnya, dan Bobby hanya bisa mengikutinya.

       
                                    -bersambung-

Horor Thriller Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang