Enam

204 18 0
                                    

"Doni! Yang bener dong bawa motornya! Itu udah keliatan vila Eyang yang gerbang putih! Woe!" teriak Dimas ketakutan.

Teriakan Dimas yang mungkin bisa membangunkan singa tidur itu pun nyatanya tak terdengar oleh Doni. Matanya benar-benar gelap dan ... brakkk!


Doni dan Dimas pun menabrak pagar dan jatuh dari motor.

***

Mendengar suara benturan, orang di dalam vila cepat-cepat keluar mencari tahu apa yang telah terjadi. Beruntunglah Doni dan Dimas. Benturan yang mereka alami tidak terlalu keras karena kecepatan motor mereka telah berkurang.

"Aww! Aduh, Doni gimana sih bawa motornya?! Bukannya berhenti, malah ditabrakin pager! Jatuh kan kita!" Dimas yang berusaha berdiri sambil meringis kesakitan.

Beberapa detik kemudian, Dimas tak juga mendengar suara Doni. "Aneh," pikir Dimas. Dimas pun mencoba mendekati Doni yang masih diam, tak ada tanda-tanda dari Doni untuk berusaha berdiri. Dimas sadar bahwa Doni pingsan dan itu membuatnya khawatir.

"Don! Doni! Doni bangun, Don!" Dimas berusaha menyadarkan Doni.

Seorang laki-laki paruh baya dan seorang gadis seumuran Dimas keluar dari dalam vila. Mereka segera menolong Dimas dan Doni yang terjatuh di depan vila .

"Mas? Kenapa ini, Mas?" tanya sang bapak.

"Pak, tolong kakak saya, Pak!" Dimas begitu panik.

"Iya, iya Mas," sang bapak itu pun ikut panik.

"Pak, bawa ke dalam dulu saja!" perintah sang gadis yang juga terlihat panik melihat keadaan Doni. Doni pun dibawa ke dalam vila.

***

"Baringkan dulu di kamar saya, Pak!"  sang gadis membuka pintu kamar yang paling dekat dengan ruang tamu.

"Don...Doni... bangun Don!" Dimas terus berusaha menyadarkan Doni yang telah dibaringkan di tempat tidur.

"Ini, Mas. Coba pakai minyak ini!" ucap sang gadis sambil menyerahkan minyak kayu putih kepada Dimas. Dimas pun mengoleskan minyak itu di bawah hidung Doni, berharap Doni segera sadar.

"Don, ayo bangun...," ucap Dimas lirih.

Tak berapa lama, kepala Doni bergerak sedikit dan dahinya berkerut seperti menahan sakit. Namun, matanya belum mau terbuka. Dimas pun sedikit lega. Paling tidak, Doni sudah bereaksi.

"Mas, sepertinya kakak Mas sudah mulai sadar. Lebih baik, kita biarkan dulu dia istirahat. Barang kali hanya kelelahan. Dan lagi pula, luka gores mas juga perlu diobati," ucap sang gadis menunjuk siku Dimas yang terluka.

Dimas pun menuruti ucapan gadis yang belum dikenalnya itu. Mereka meninggalkan Doni dan menuju ruang tamu.

"Mbak, ini teh hangatnya," kata sang bapak yang tadi ikut menolong Doni.

"Iya, Pak. Terima kasih. Oya, Pak Roni bisa minta tolong ambilkan kotak P3K?"

"Iya, Mbak sebentar." Sang bapak yang dipanggil Pak Roni itu segera mencari kotak P3K.

"Mas, silahkan diminum dulu!" kata sang gadis pada Dimas.

"Terima kasih," balas Dimas yang kemudian meminum teh itu.

"Ini, Mbak kotak P3K-nya," Pak Roni menyerahkan kotak P3K kepada sang gadis.

"Makasih, Pak." Setelah menerima kotak P3K, sang gadis segera mengobati luka Dimas. "Maaf, Mas. Sebenarnya, tadi kejadiannya bagaimana?" tanyanya kemudian.

"Saya juga nggak tau, Mbak. Saya dan kakak saya itu memang sedang menuju ke vila ini. Tidak tau bagaimana, kakak saya bukan berhenti malah menabrak pagar depan vila sampai jatuh. Padahal kami jalan pelan, dan sebenarnya nggak terlalu keras juga jatuhnya, tapi saya bingung kenapa kakak saya sampai pingsan begitu. Hah...," Dimas terlihat begitu lelah.

"Mas bilang memang mau ke vila ini? Memangnya ada urusan apa?"

"Ah, iya, sebenarnya kami dari Jakarta. Oya sebelumnya, kenalkan nama saya Dimas dan kakak saya itu Doni," Dimas mengulurkan tangan.

"Saya Veby," balas sang gadis bernama Veby itu menyambut tangan Dimas.

"Kami cucu dari Eyang Marta, pemilik vila ini. Kami sebenarnya mau liburan di sini."

"Cucu Eyang Marta? Aaaa... jadi kalian cucu Eyang Marta?! Tadi pagi, Eyang sempat telpon ke sini dan bilang kalau cucunya mau menginap di sini buat liburan. Dan ternyata itu kalian?"

"Iya. Dan kamu sendiri?"

"Saya, Veby, cucu dari teman Eyang Marta dari Jakarta yang juga menginap di sini. Karena saya ada keperluan di sini, jadi Eyang menawarkan saya untuk menginap di vilanya. Ya sekalian liburan juga."

"Hmmm.. jadi kamu yang dimaksud Eyang tadi pagi."

"Iya, sepertinya begitu. Ya udah mending kamu istirahat dulu di kamar. Kamar kalian berdua sudah di siapkan. Tapi, karena keadaannya begini, biar aja kakak kamu istirahat di kamar aku dulu. Biar nanti aku tidur di kamar yang lain."

"Ya baiklah. Makasih kalau gitu. Aku masuk dulu," pamit Dimas.

Sementara Dimas masuk ke kamar, Veby masuk ke kamarnya lagi untuk mengambil beberapa barang. Pelan-pelan Veby masuk ke dalam kamar dan membereskan beberapa barang di atas meja rias yang terletak di sisi kanan tempat tidur. Dari cermin meja rias itu, Veby bisa melihat pantulan wajah Doni yang begitu tenang saat tidur. Beberapa saat, Veby memandangi wajah tampan yang mengingatkannya pada seseorang. Veby pun berpikir bahwa ia pernah melihat wajah itu sebelumnya. Dan... ternyata laki-laki ini adalah laki-laki yang ia lihat di rumah sakit ketika masih di Jakarta. Veby yakin bahwa wajah itu wajah yang sama dengan wajah yang saat ini ia perhatikan. Dan, itu berarti Doni dan Dimas adalah orangyang ia temui juga saat di bandara kemarin. "Asataga..."


Bersambung...

B R O T H E RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang