"Hai Don... Iya, kita pernah ketemu di bandara. Maaf buat waktu itu. Salam kenal. Veby." Veby pun mengulurkan tangannya kepada Doni dan Doni segera menyambut tangan Veby, "Doni. Salam kenal."
***
Matahari semakin meninggi. Langit begitu biru dengan semburat awan putih. Keadaan Doni sudah membaik meski belum sepenuhnya pulih. Dimas pun mengajak Veby dan Doni ke air terjun Telaga Putri yang jaraknya tak begitu jauh dari vila. Setelah sarapan, mereka bertiga berjalan kaki menuju ke Telaga Putri. Canda dan tawa menyertai perjalanan mereka. Keakraban di antara ketiganya pun mulai terjalin.
Tak berapa lama kemudian, sampailah mereka di tempat tujuan. Memasuki kawasan Telaga Putri, mereka disambut dengan suara angin dari celah-celah pohon cemara, kicauan burung yang seolah bernyanyi, beberapa ekor monyet yang bergelayutan di pepohonan, dan suara air terjun yang terdengar menyejukan hati.
"Yuhuuuu!!!" teriak Dimas dengan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi di dekat air terjun. Percikan-percikan air dingin mulai membasahi tubuhnya, tapi bukannya kedinginan, Dimas makin bersemangat untuk bermain air. "Doni! Ayo cepetan!" teriaknya lagi, mengajak Doni yang masih tertinggal di belakang dengan Veby.
"Don," panggil Veby sambil terus berjalan.
"Hmmm."
"Kamu tau nggak? Sebenernya kita pernah ketemu sebelum ini."
"Iya, kita ketemu di bandara kan?"
"Aaaa, iya betul sih. Tapi maksud aku, sebelum kita di Jogja. Hmmm... mungkin lebih tepatnya bukan ketemu seperti di bandara itu..."
"Lalu?"
"Aku pernah lihat kamu waktu masih di Jakarta."
"Oya? Dimana? Kapan?
"Hmmm... satu hari sebelum kita ketemu di bandara itu, aku lihat kamu di taman rumah sakit daerah Jakarta Selatan."
"Rumah sakit? Jakarta Selatan?" Doni pun terkejut dengan perkataan Veby dan seketika, ia menghentikan langkahnya.
"Iya, rumah sakit. Jadi, waktu itu, aku baru keluar dari jenguk temen. Waktu lewat lorong deket taman, aku nggak sengaja lihat kamu duduk sendirian. Emangnya, waktu itu kamu kenapa?"
"Ha? Mungkin kamu salah lihat. Ngapain coba aku duduk sendirian di taman rumah sakit?" elak Doni.
"Nggak, Don. Aku yakin kok kalau itu kamu. Waktu kita ketemu di bandara, aku ngrasa pernah lihat kamu sebelumnya. Dan aku ingat kalau kamu orang yang sama dengan orang yang aku lihat di rumah sakit itu."
"Itu..."
"Doni! Veby! Ayo buruan!" Tiba-tiba Dimas kembali berteriak.
"Ayo, Veb, susul Dimas!" Doni mengalihkan pembicaraan dan segera berlari menuju Dimas yang sudah basah kuyub bermain air. Veby pun hanya bisa menghela nafas. Ia merasa ada yang ditutupi oleh Doni.
***
Langit biru telah berubah menjadi gelap. Bintang-bintang bermunculan dan sang rembulan begitu cantiknya menerangi malam. Melihat malam ini begitu cerah, Dimas, Doni, dan Veby memutuskan untuk bermalam di tenda, di halaman vila. Ditemani hangatnya api unggun, mereka bertiga menikmati malam beralas rerumputan hijau dan beratapkan langit malam penuh bintang. Sesekali mereka bercerita tentang banyak hal, dan tiba-tiba tawa mereka meledak akibat gurauan-gurauan kecil. Lelah tertawa dan habisnya bahan cerita, Doni mengambil gitar lalu mulai memetiknya dan merangkai nada-nada menjadi sebuah lagu.
Doni,
"Jabat tanganku, mungkin untuk yang terakhir kali
Kita berbincang tentang memori di masa itu
Peluk tubuhku usapkan juga air mataku
Kita terharu seakan tiada bertemu lagi ...."
Veby begitu terpukau dengan permainan gitar dan suara merdu Doni. Suara yang bisa leluluhkan setiap hati wanita yang mendengarnya. Veby menyimpulkan seulas senyuman di bibirnya dan terus memandang Doni, memperhatikan setiap inci wajah tampan itu. Alis yang begitu tebal. Mata tajam bagai anak pedang. Hidung mancung bak Hrithik Roshan dan bibir tipis yang sedikit pucat. "Sempurna," batin Veby.
Dimas,
"Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti, sebuah kisah klasik untuk masa depan... "
Veby,
"Bersenang-senanglah
Kar'na waktu ini yang 'kan kita banggakan di hari tua..."
Doni, Dimas, Veby,
"Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan..."
Dimas,
"Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti ..."
Doni, Dimas, Veby,
"Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan..."
Doni,
"Mungkin diriku masih ingin bersama kalian
Mungkin jiwaku masih haus sanjungan kalian...."
Sebuah Kisah Klasik – Sheila On 7 –
Malam kian larut. Dimas sudah tertidur di dalam tenda, sedangkan Doni dan Veby masih betah menikmati indahnya malam.
"Don, kamu belum ngantuk?" tanya Veby memecah keheningan.
"Belum. Kamu?"
"Hmmm, sedikit."
"Tidur duluan aja, nggak papa. Dimas aja tuh lihat udah kaya cengcorang tidurnya," ucap Doni sambil menunjuk ke arah Dimas yang entah sudah tak berbentuk lagi dalam tendanya.
"Hahaha... dasar kamu, Don, adik sendiri dikatain cengcorang!"
Sesaat, Doni termenung. "Aku masih mau lihat bintang-bintang di atas sana. Mungkin suatu saat aku bisa jadi salah satu bintang di atas sana, dan bisa melihat kalian bahagia."
"Maksudnya, Don?"
"Ha? Ah, nggak. Nggak ada maksud apa-apa. Cuma berandai-andai aja. Kalau aku jadi bintang, rasanya gimana ya?"
"Kamu aneh, Don! Kalau kamu tanya sama aku, rasanya jadi bintang, terus aku tanya siapa? Aku bukan bintang, Doni... ."
"Hehe... Kamu bener juga."
"Eh, Don. Aku jadi inget waktu dulu masih kecil."
"Kenapa?"
"Dulu, di kampungku, kalau lagi bulan purnama kayak gini, semua orang pasti akan keluar rumah. Awalnya anak-anak akan keluar saling memanggil temannya untuk bermain. Entah main petak umpet, entah main petak jongkok, atau apa aja deh yang melibatkan banyak anak," Veby menceritakan masa kecilnya. "Yah karena udah hampir malem, orang tua jadi ikut nemenin anak-anaknya maen. Ya anak-anak maen, orang tuanya pada ngobrol, becanda-becanda gitu. Seru deh pokoknya. Waktu itu, tv atau hp belum sebanyak dan secanggih sekarang. Makanya kegiatan-kegiatan semacam itu jadi hiburan yang sangat menyenangkan. Tapi sekarang udah beda. Udah nggak ada lagi kegiatan macam itu. Kita lebih milih buat nonton tv atau sibuk sendiri di dalam rumah. Yah, namanya juga...," Veby menghentikan ceritanya karena tak mendapat respon dari Doni.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
B R O T H E R
Teen Fiction"Jabat tanganku, mungkin untuk yang terakhir kali Kita berbincang tentang memori di masa itu Peluk tubuhku usapkan juga air mataku Kita terharu seakan tiada bertemu lagi ...." Sebuah Kisah Klasik - Sheila On 7 -