Fourth : Sebuah Cermin

256 10 0
                                    

~May POV~

"Tadi pagi, kenapa kamu tanya tentang besok lusa? Emang besok lusa ada apaan?" Aku memasukkan sesendok sereal jatah makan siang kemulutku. Kris yang sedang asyik bermain game di handphonenya tiba-tiba menoleh kearahku. Dahinya yang berkerut menunjukkan bahwa dirinya kebingungan dengan pertanyaan yang aku ajukan.

"Nggak papa sih. Besok lusa nggak ada yang penting." Kris menjawab pertanyaanku dengan nada yang datar. Aku kembali memakan jatah makan siangku.

"Kalau besok lusa mau pergi juga nggak papa. Kamu mau ngajak aku kesuatu tempat?" Aku meletakkan sendokku dan mulai memasang senyum terbaikku kearah Kris. Mungkin senyum ini adalah senyum pertama yang terbit diwajahku hari ini.

"Nggak usah. Besok lusa kamu dirumah aja! Oke? Entar besoknya lagi kamu harus ikut denganku pergi kesuatu tempat." Kris juga membalas senyumku dengan senyumannya. Seketika kantin ini jadi sangat ramai. Aku ingin membahas sesuatu dengan Kris. Akan tetapi, suaraku terus ditenggelamkan oleh keramaian kantin ini.

Aku dan Kris memutuskan untuk kembali ke kelas. Aku merapikan dasiku yang sedikit miring ke posisi yang seharusnya seraya berjalan disamping Kris. Saat akan masuk ke dalam kelas, tiba-tiba ada balon air yang berisi campuran tepung dan air pecah tepat dikepalaku. Seragam sekolahku kotor karenanya. Mataku menelusuri setiap sudut kelas mencari siapa pelakunya. Tapi sepertinya itu tidak perlu, karena aku sudah tahu siapa dia.

Walaupun kejadian itu sudah berlalu sejak 5 bulan yang lalu, tetap saja aku menjadi bahan perhatian di seluruh sekolah. Mulai dari kakak kelas dan teman seangkatan melihatku dengan tatapan sinis. Tapi tatapan-tatapan itu segera hilang dari mataku karena ada Kris disampingku. Dari sekian ratus orang disekolah ini, hanya satu orang saja yang masih berani membullyku walaupun ada Kris yang berada disampingku. Siapa lagi kalau bukan Pamela. Bukan hanya aku yang menjadi korban bullyingnya, tapi Kris juga menjadi korbannya. Aku sudah berkali-kali ingin melawannya, akan tetapi Kris selalu menghentikanku. Kris tidak ingin merasa terganggu apalagi memberi respon pada perbuatan Pamela itu. Bukan berarti Kris lemah dan pengecut, akan tetapi dia percaya bahwa suatu hari nanti akan ada yang memberi hukuman. Aku sampai terheran-heran, seluas apa sebenarnya kesabaran dihati Kris.

"Ya Tuhan!" Aku mendesah pelan. Kris membersihkan kepalaku dari bekas balon air yang pecah.

"Sabar May. Orang kayak gitu enggak usah diladenin. Daripada kamu marah-marah, mendingan kamu mandi terus ganti baju olahraga deh."

"Bentar ya! Ntar kalo dah masuk, bilang ke Miss Ana kalo aku lagi dibully." Aku menggerutu dan melampiaskan kemarahanku pada Kris. Dia hanya tersenyum, selalu tersenyum dengan senyuman yang sama. Entah apa artinya.

Aku membersihkan diriku dikamar mandi. Kali ini aku ingin sekali mencubit lengan Pamela hingga berdarah. Kesabaranku sudah habis. Dalam seminggu ini sudah puluhan balon air yang dia lemparkan kepadaku. Sebenarnya aku ini punya kesalahan apa pada Pamela, sehingga aku harus menerima semua ini? Semua cemoohan itu aku dapat karena perbuatannya. Aku diperlakukan berbeda karena suatu hal yang tidak pernah aku lakukan. Hatiku sakit. Aku menangis dikamar mandi. Walaupun pada dasarnya aku sangat marah, tapi sebenarnya hatiku ini mudah sekali untuk menangis. Kadang itu memang tak terbendung. Didunia ini hanya beberapa orang yang menyayangiku. Seandainya tidak ada mereka, aku pasti sudah tiada didunia ini.

Ya ampun! Aku lupa kalau ini masih disekolah dan aku mandi terlalu lama. Lebih baik aku segera keluar dan masuk ke kelas.

Cklek! Klak! Cklek!

Pintu ini. Tidak mau terbuka. Apakah aku terkunci dari luar? Tapi aku menguncinya dari dalam.

"Ada orang disitu? Kumohon tolong aku! Aku terkunci disini." Aku menggedor-gedor pintu sambil berteriak. Berharap ada seseorang yang mau membantu membukakan pintu ini.

In My Coma [Complated]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang