Jingga POV
Selama perjalanan yang gue tau dari Henry bahwa kita ke pantai anta berantah karena dia engga mau jawab gue. Sedikit kesel sih kalau boleh jujur, ya siapa sih yang engga kesel kalao lo nanya terus engga di jawab, mending kalo lagi ada kesibukkan apa gitu sampai engga bisa jawa tapi ini..disengaja, sangat disengaja. Tapi gue berusaha sabar, seengganya ini bukan pertama kalinya gue diginiin sama Henry, gue udah lumayan mengenal dia beberapa tahun terakhir ini, meskipun belum secara keseluruhan tapi kalau dibilang temennya gue udah pantas lah. Handphone gue berbunyi sebentar, gue rasa itu line dari Oka, pas gue cek gataunya bener emang dari dia. 'Gue sama Darra berenti dulu di rest area,' 'Darra kebelet, lu mau berenti juga ga?' Gue langsung kasih tau Henry kita ikuta berenti, lumayan buat istirahat sama dia mau beli minuman manis gitu.
"Hen, dulu..adik lo kena penyakit apa?" Ditengah kesunyian gue membuyarkan fokus Henry, bahkan dia hampir oleng ke kiri begitu denger pertanyaan gue yang sangat random ini. Henry mengencangkan pegangannya pada setir, gue rasa gue bener bener salah nanyain itu. Kenapa gue ga nanya nanti dia mau kerja dimana pas udah lulus, ah dasar Jingga bego! "Dia, kena virus. Gue aja gatau itu virus apaan, langka gitu katanya. Lagian waktu itu juga ga ada obatnya, cuma pakai obat obatan seadanya, yang buat penyakit lain gitu. Tujuannya juga cuma buat nahan sakit sama engga terlalu cepat virusnya nyebar" Gue jadi engga enak sendiri denger penjelasan Henry. Lagian suara dia itu loh, kayak dipaksain banget buat keluar. "Sorry," Henry masih diam. "Ga seharusnya gue ungkit ungkit Laut" lanjut gue. "It's okay, people make mistakes, right?" gue sedikit lega begitu denger balasan Henry. Setelah beberapa menit, akhirnya kita sampai di rest area. Gue cuma turun buat ke toilet dan beli beberapa camilan serta minuman kemasan. Setelah itu kita lanjut jalan lagi.
"Dulu..gue sama Laut..dateng ke Pantai yang mau kita datengin ini," gue noleh sebentar abis itu balik natap lurus ke jalan. Pasti berat buat Henry, iya kembali ke tempat yang penuh dengan memori manis yang sedikit demi sedikit mulai terasa pahit. "Sorry," ucap gue. "Buat apa? Laut?" tanya Henry. "Kalo aja gue ga ngusul =in kita pergi bareng bareng, pasti mood lu ga berantakan kayak gini. Jadi..maaf, gue sama sekali engga maksud kayak gitu, malah tadinya gue pikir kita bakal ke Puncak, Bogor, atau mungkin Bandung" jelas gue. "Gapapa, lagian..Oka yang mutusin kita mau kemana, jadi bukan salah lo" Walaupun Henry emang bilang kayak gitu, tapi gue tau ada rasa kesal yang menyelinap dihati dia, juga walaupun dia bilang bukan salah gue, gue tetap merasa bersalah. Gue gasuka liat orang yang dekat sama gue sedih karena kebodohan yang gue perbuat. Gue ngerasa, kayak ngancurin apa yang seharusnya jadi ekspektasi dia. Selama perjalanan pun gue cuma ngabisin dalam diam, yang berakhir gue tidur dan meninggalkan Henry yang harus tetap terjaga untuk mengendarai mobil.
Tak terasa waktu berjalan terus dan kami sampai di tujuan. Sebuah sentuhan membangunkan gue dari mimpi yang gue ingat hanya hitam. "Kita udah sampai" ucap Henry lalu meninggalkan gue sendiri di mobil. Gue menyusul setelahnya dan mengikuti Henry dai belakang. Emang diluar ekspektasi gue, pantai ini benar benar indah,mungkin? Gatau deh, pokoknya bagus lah. Gue suka. "Lo suka?" tanya Henry tanpa mengalihkan pandangannya. "Dulu, Laut juga suka.." Gue memilih untuk tetap diam, sebenernya gue sama sekali engga benci tentang Laut, tapi gue kurang suka kalau kita bahas Laut pasti bawaan Hnery jadi sedih, galau-galau ga jelas gitu. "Gue.." "Nanti tunggu sampai sunset aja, pasti bagus" potong gue. Henry harus dihentikan supaya dia engga kayak orang bingung gitu. Gue rasa, gue bisa memperbaiki sedikit suasana hati dia. "Iya, tunggu sampai sunset aja" ucap Henry lalu memilih duduk di bangku taman sambil menunggu Oka dan Darra sampai.
Tak lama setelah ditunggu akhirnya mereka datang juga. Darra melambaikan tangannya dengan semangat setelah melihat kami. "Lama ya?" tanya Darra, gue menggeleng pelan. "Yo Hen, gue ga kepikir loh pantainya bakal sebagus ini" ucap Oka yang dibalas dengusan oleh Henry. Ah tiba tiba perasaan bersalah itu timbul lagi. "Gue kesana ya," ucap Henry sambil menunjuk ke Laut kemudian meninggalkan kami bertiga di dekat parkiran. "Yaudah kita kesana juga aja," ucap Darra.
Kami mengabiskan waktu dengan berbagai hal, berenang, berjemur, berteduh, dan masih banyak lagi. Langit sudah mulai merubah warnanya jadi kelabu, matahari pun sedikit demi sedikit mulai terbenam. "Eh eh udah mau sunset!" teriak Darra. Gue segera menyiapkan kamera gue dan memotret pemandangan. Tak lama Henry dan Oka juga ikut kembali setelah sebelumnya ke mobil, katanya sih mau ngambil minuman namun saat itu hanya tangan kosong namun terkepal kuat yang gue lihat dari Henry. Apa terjadi sesuatu?
"Hen! tolong fotoin gue dong, mumpung bagus nih pemandangannya," Henry diam sebentar dengan kedua mata yang sedikit melebar dari sebelumnya. Tapi akhirnya ia mengambil kamera gue, dan memotret beberapa kali. Setelah selesai, Hnery engga langsung ngasih kameranya ke gue tapi dia masih bolak bail liat foto foto yang udah gue abadikan disana. Seulas senyum mengembang diwajahnya dan gue baru menyadari satu hal. Gue ikut tersenyum saat dia terseyum tapi beberapa menit setelahnya tatapan Henry sedikit sayu. Bahkan dia aja engga berani natap gue pas ngembaliin kameranya. Ketika matahari hampir sepenuhnya tenggelam Henry ngajak gue buat berkeliling sebentar. Pas kita udah rada jauh dari Darra dan Oka, tiba tiba aja Henry meluk gue, erat banget gue aja hampir sulit buat nafas. "Hen?" ucap gue yang sedikit terbenam di bahu dia. "Bentar..bentar aja, biarin kayak gini dulu," ucap Henry.
Tapi sedetik kemudian,"Kakak kangen kamu Laut, bener bener kangen. Sampai kapan kakak harus kesiksa kayak gini?" ucap Henry, dan gue berasa baju gue rada basah. Henry nangis? Akhirnya gue cuma bisa diam membisu sampai Henry tenang sendiri. Henry lagsung melepas pelukannya ketika dia rasa udah normal lagi. "So-sorry Ga..hahah gue lemah banget ya," ucap Henry lemah. "Semua orang boleh nangis Hen, bukan berarti dengan lo laki dan lo gaboleh nanagis dan gaboleh jadi rapuh. Lo juga manusia, pasti ada titik dimana lo bener bener rapuh." Henry tersenyum sekilas. "Tempat ini...orang yang pertama kali gue ajak kesini itu Laut"
Ah, gue mulai ngerti sekarang, kenapa dari awal Henry kayak engga suka sama tempat ini dan itu semua berkaitan dengan Laut. Kalau aja wajah gue ga mirip sama Laut, kemungkinan Henry move onnya cepet kali ya?
Halo haloo, aku abru update lagi nih, maaf ya kalo dikit terus juga masih banyak banget typo atau mungkin kalimat kalimat yang sulit utuk dimengerti, tapi aku harap kalian suka yaa, jangan lupa untuk vote dan comment, terimakasih ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY[ON HOLD]
Teen FictionSEQUEL DARI COMPLICATED! Henry seorang mahasiswa yang belum sepenuhnya move on dari orang yang ia anggap cinta sejatinya bertemu dengan Jingga Wijaya, seorang cewek yang biasa biasa saja namun banyak rahasia pahit di hidupnya. Seiring berj...