2

14.7K 1K 204
                                    

Begitu sampai kamar, aku langsung membuka parkaku dan kulempar serampangan. High heels kubuka di sembarang tempat. Setelah itu kuhempaskan tubuhku ke tempat tidur. Kuremas-remas rambutku geram memikirkan pembicaraanku tadi di rumah sakit dengan kakek dan mama.

Sampah! Benar-benar sampah pemikiran mama dan kakek. Apa coba maksudnya menjodohkanku dengan si homo gila itu? Tidak ada pria lain memangnya yang lebih pantas? Lagipula dia hanyalah seorang psikiater dimana kemampuannya dalam memimpin perusahaan masih perlu dipertanyakan. Itu bukan bidangnya! Ya kalau memang alasan mereka menjodohkanku begitu.

Aku bingung bagaimana cara menolak permintaan mereka. Apa aku harus kabur dari rumah ini? Tapi percuma saja, pengawal kakek ada dimana-mana. Mudah buat mereka dalam menemukanku dan kuakui mata-mata kakek sangat cekatan dalam bekerja. Untung saja kakek mempercayakan seluruh kehidupanku padaku, jadi ia tidak pernah memerintahkan para pengawalnya untuk selalu berada di sekitarku.

Kalau kakek tahu cucu tercintanya adalah pecandu seks, aku yakin kakek pasti marah besar. Ia pasti akan mengurungku di dalam rumah dan uang jajanku akan ditarik hingga limit. Argh!

Ya! Satu hal yang paling aku syukuri dalam hidup ini adalah aku terlahir sebagai satu-satunya cucu perempuan di keluarga Brasta. Bayangkan dari semua lima anak kakek, hanya mamalah yang melahirkan anak perempuan yaitu aku. Amarel Brasta Zakiri. Sehingga, aku tidak perlu bekerja lagi karena kakek selalu memberikanku uang sebanyak yang aku mau. Kakek juga tidak pernah menyuruhku bekerja dan kakek sangat menyayangiku.

Kerjaku sehari-hari hanyalah makan, tidur, main, jalan, dan seks!

Aku pun bangun, lalu kuambil baju tidur di lemari. Aku ganti pakaianku. Kemudian aku melangkah ke meja riasku untuk duduk. Kupandangi wajah yang penuh make up ini. Aku sentuh pipiku mendekati kaca untuk melihat apakah noda-noda hitam atau kerutan sudah mulai tampak? Hmmm rasanya tidak. Wajahku masih kencang dan bersih. Ya bagaimana tidak. Seminggu sekali aku selalu ke salon untuk mempercantik wajah dan tubuhku. Itu harus karena hanya inilah aset yang aku punya agar para pria mau tidur denganku.

Kemudian, aku ambil kapas dan cairan pembersih muka. Dengan lembut kuhapus semua sisa bedak, eyeliner, maskara, dan lipstik yang tertempel di wajahku. Sekarang wajah ini bersih tanpa noda, lalu aku pangku wajah menggunakan kedua telapak tanganku. Aku tatap mataku lebih dalam.

"Ini semua karena kau Shagam. Kau yang membuatku hancur..." gumamku pada diri sendiri.

Seandainya saja si bangsat itu tidak pernah kecelakaan dan lupa ingatan, pasti aku dan dia tidak akan menjadi melenceng seperti sekarang. Ia menjadi homo dan aku menjadi pecandu seks. Sinting. Aku pun bangkit lalu berjalan ke arah jendela. Dari sini aku bisa melihat kamar Shagam dan segala aktivitasnya. Aku jadi ingat sekitar sembilan atau delapan tahun yang lalu aku masih bermain-main di kamar itu.

Tiba-tiba sosok itu muncul dari balik jendela di kamarnya. Shagam baru saja pulang. Aku masih terus berdiri memandangi dirinya dari balik jendela kamarku sambil menyilangkan kedua tanganku. Ia membuka baju yang ia pakai sehingga aku bisa melihat jelas dada bidang si homo itu. Kemudian ia buka celananya. Sial aku jadi melihat barang pribadi miliknya. Apa ia tak sadar bahwa aku memperhatikannya dari sini?

Entah sengaja atau tidak, dengan tubuh telanjang Shagam berjalan ke arah jendelanya. Mata kami bertemu dan kali ini semuanya tampak sangat jelas. Lekukan tubuhnya tampil secara sempurna melalui kedua bola mataku. Bangsat. Apa dia mau main-main denganku?

Mata kami terus bertatapan. Tak ada rasa takut.

Titut! Nada sms-ku berbunyi. Ponsel yang sejak awal aku pegang pun, aku buka. Ada sms dari pria itu.

[C2] He's not NORMAL!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang