4

11K 849 159
                                    

Tanpa basa-basi langsung kutimpuk berkali-kali kepala pria semalam yang menolak hubungan badanku menggunakan clutch-ku. Ia mengerang kesakitan sambil menahan seranganku menggunakan tangannya.

"Kau brengsek! Bagaimana bisa kau malah membuatku pingsan malam itu? Kau membuatku merasa terhina!"

"Maafkan aku. Dengarkan dulu penjelasanku, Amarel...," ujarnya sambil terus mencoba menangkis pukulanku, sayangnya pukulanku tak berhenti begitu saja. Aku benar-benar kesal pada pria ini.

Ditambah berani-beraninya dia menyebut namaku. Tak sudi aku membiarkan namaku disebut oleh pria brengsek seperti dia. Emosiku semakin memuncak. Ia mengetahui namaku pasti karena telah melihat isi dompetku malam itu. "Jangan sebut namaku! Kau sudah lancang! Berani-beraninya kau membuka dompetku. Tak sopan!" Aku semakin kuat menimpuk pria ini.

Usya sama sekali tak menghentikanku. Ia sangat memahami bahwa aku sangat murka. Sekarang ia malah asyik duduk manis di seberang kursi pria ini sambil memanggil pelayan untuk diambilkan menu. Pelayan pun datang dan melihat kami bertiga dengan pandangan bingung dan sedikit ketakutan.

Tiba-tiba pria itu menahan tanganku. "Sudah, Marel! Kepalaku sakit kau timpuk seperti itu!" katanya marah. Ia memandangku sebal.

"Heh! Ini tidak seberapa dengan pukulanmu semalam ke kepalaku bodoh!" kataku kuat.

Tanganku masih dalam pegangannya. "Ya maafkan aku. Aku tidak tahu bagaimana cara menghentikanmu malam itu. Kalau aku kabur disaat kau sadar, aku yakin kau pasti akan emosi dan tentu saja hal itu akan mengundang perhatian orang," jelasnya.

Aku terdiam beberapa menit mencoba untuk berpikir. Benar juga sih. Semalam saja aku berpikir aku akan berteriak sekencang mungkin kalau ia meninggalkanku dalam keadaan sadar, tapi tetap saja tak bisa diterima. Dia tega memukul aku yang notabenenya adalah perempuan.

"Tetap saja! Kau tega memukul perempuan!" pekikku kuat.

Aku tak peduli pada anggapan orang-orang di sekitar sini. Usya juga terlihat santai-santai saja. Ia sibuk memilah-milih menu apa yang akan ia pesan, lalu memberitahukannya ke pelayan yang sedang berdiri tegak di sampingnya. Raut muka pelayan itu terlihat takut.

"Rel, kau mau pesan apa?" tanyanya santai.

"Samakan saja pesananku sama sepertimu."

Usya pun berbicara kepada pelayan tersebut. Beberapa detik setelahnya, pelayan tersebut pun meninggalkan kami.

"Kau tidak tahu apa yang aku rasakan malam itu Amarel! Itu pertama kalinya aku menghadapi perempuan sampai ke tahap itu!" adunya tegas. Perlahan ia pun melepaskan tanganku.

Tatapan matanya sendu berusaha memintaku mengerti. Aku hanya terus menatapnya kesal. Aku masih tak terima dengan perlakuannya malam itu. Ia membuatku tampak bodoh dan seolah-olah seperti pengemis. Dimana-mana pria yang selalu memaksa perempuan untuk melakukan hal itu, tapi kenapa pada malam itu malah sebaliknya?

Aku pun menatap kesal Usya. Ia masih terlihat santai menyaksikan perdebatan kami berdua. Benarkah Usya tidak tahu bahwa Zian yang di hadapanku sekarang dan Zian yang semalam adalah pria yang sama?

"Kau juga Usya!" bentakku kuat.

Mata Usya membesar. "Kenapa aku?"

"Bagaimana bisa kau mengenalkan aku pada pria ini? Kau kan sudah membaca note itu. Nama mereka sama."

"Amarel, kau pikir di dunia ini pria yang bernama Zian hanya dia seorang? Aku juga tidak tahu kalau Zian temanku adalah Zian yang semalam. Kalau aku tahu, aku juga ogah mengenalkanmu padanya," balas Usya tak mau kalah.

[C2] He's not NORMAL!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang