5

10.1K 744 106
                                    

Kini kami bertiga sudah di dalam ruang tamu yang ada di rumahku. Mama menyuruhku untuk membawa mereka berdua masuk dan mau tidak mau, Shagam dan Zian harus menurutinya. Aku sekarang sedang duduk di sofa panjang. Aku berada di tengah-tengah antara Shagam dan Zian.

Mereka berdua benar-benar cari masalah. Ketika aku ingin duduk di sebelah mama yang sofanya cukup buat dua orang, Shagam malah menarik tangan kananku. Sementara Zian menahan tangan kiriku. Daripada ada masalah, lebih baik aku membiarkan diriku untuk duduk di antara mereka. Dan sekarang mereka malah seenak jidatnya menahan tanganku di balik badan mereka. Maunya apa coba?

Saat ini mama sedang duduk di hadapan kami sambil menyilangkan kedua tangannya dengan kaki kiri yang menopang pada kaki kanan. Mama menatapku emosi.

"Apa maksudnya kalau kamu adalah pacar Marel?" tanya mama ketus padaku.

"Ya pacar, ma. Zian adalah pacar Marel saat ini."

Tatapan mama sangat tajam. "Mama nggak nanya kamu! Mama nanyanya dia!" ujar mama keras. Oh aku salah ternyata.

Aku pun tak bisa berbuat apa-apa. Mama memang sedikit menyeramkan kalau sudah marah. Aku benar-benar bingung sekarang. Mana tanganku sama sekali tidak bisa lepas dari mereka berdua. Shagam dan Zian sungguh menyebalkan.

"Ya saya memang pacar Marel, tante. Kekasih Marel," jelas Zian.

Aku terdiam tak tahu harus bagaimana menyikapi perkataan Zian. "Maksud saya sejak kapan? Selama ini Marel tidak pernah membicarakannya dengan saya, lalu kenapa tiba-tiba kamu muncul?" tanya mama makin ketus menggunakan nada bicara yang sangat tidak enak untuk didengar. Tatapan mama sangat menyeramkan.

Aku pun melihat wajah Zian. Tak ada ketakutan sedikitpun tampak dari wajahnya. Ia bahkan terlihat nyaman dengan perlakuan mama. Tiba-tiba saja tanganku yang tadi berada di balik tubuh Zian, kini malah ia tunjukkan dengan bangganya di depan mama. Mata mama makin melotot tak suka.

"Saya memang baru sebulan tante dalam menjalin hubungan ini. Saya juga tidak tahu mengapa Marel tidak pernah membicarakan saya. Tapi, mungkin penyebab Marel berbuat seperti itu karena dia belum begitu siap." Kini mata Zian beralih menatap mataku dalam. Aku tercekat melihatnya. "Dan sekarang, saya yakin bahwa Amarel sudah siap dengan saya dan saya siap untuk melangkah ke hal yang lebih serius."

What?! Ini tidak ada dalam perjanjian kami. Bagaimana bisa Zian mengatakan hal itu di depan mama. Pacar bukan berarti harus menikah! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mama pasti syok berat. Seperti yang aku duga, mata mama sekarang memerah saking marahnya. Ia menatapku seperti singa.

"Kamu tidak tahu kalau anak saya akan menikah? Sebaiknya kamu lepaskan anak saya."

Zian tersenyum miring. Kini ia menatap Shagam. Astaga Shagam. Karena saking paniknya aku sampai tidak menyadari bahwa Shagam hadir di sini dan tangannya masih menahan jariku kuat.

"Saya tahu tante bahkan saya tahu siapa calonnya. Tapi, maaf tante. Nggak semudah itu saya bisa melepaskan Marel."

Lagi-lagi aku terhenyak. Aku baru mengenal pria ini kemarin yang artinya baru dua hari. Bagaimana ia bisa begitu lancarnya mengatakan hal itu depan mama? Sinting! Tak terlihat sama sekali bahwa yang kami lakukan ini adalah hubungan palsu. Aku tertunduk lemas. Aku benar-benar bingung. Ini seperti sungguhan.

"Tante, tante tahu kan harus dengan siapa Marel hidup? Tante juga tahu harus percaya dengan siapa. Kita belum mengetahui identitas pria itu dengan jelas tante."

Ah! Gila! Shagam juga sama saja. Nadanya bicaranya benar-benar lantang dan tegas. Ia menatap mama serius dan aku bisa melihat bahwa mama sangat menyukai dan percaya dengan Shagam.

[C2] He's not NORMAL!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang