10

7K 635 152
                                    

Ya Tuhan. Aku tak habis pikir dengan kakek. Aku sudah menduga sih tak mungkin kakek akan membiarkanku pergi begitu saja dari rumah. Apalagi mama. Biasanya mama paling heboh kalau aku tidak ada di rumah. Biasanya juga kakek sudah mengerahkan seluruh pengawalnya untuk mencariku. Lihat saja tadi pagi pas keberangkatan, tak kelihatan tuh muka si Jemi. Aku dan Usya saja sampai heran. Yang lebih membuatku terheran-heran adalah ketika aku sudah mendarat di Narita, tak ada satupun sms atau telpon dari mama ataupun kakek.

Luar biasa. Aku memang selalu kalah kalau sudah melawan kakek. Ternyata ini toh cara mereka. Benar-benar pintar mereka. Argh!

Kini aku dan Usya sudah berada di dalam kamar hotel. Begitu sampai di kamar, Usya langsung meletakkan kacamata minus barunya pada salah satu meja di kamar ini. Kemudian secara bersamaan kami melempar hasil belanjaan kami ke lantai, lalu melempar badan ke kasur. Sekarang kami dalam posisi telungkup.

"Pintar sekali Marel kakekmu! Harusnya kau mengecek credit card-mu dulu tadi sebelum berangkat. Lihat belanjaan kita banyak sekali. Uang cash-ku juga sudah menipis. Lalu bagaimana kita menghabiskan waktu kita selama di Jepang?" tanya Usya marah-marah sambil menatapku kesal.

Aku pun balik menatap Usya kesal. "Kau tahu kan senakal-nakalnya aku, kakek tidak pernah sampai memblokir kartu kreditku! Aku juga tidak tahu kalau cara kakek akan seperti ini. Jangan menyalahkanku begitu dong! Kau sendiri bukannya ada uang?"

"Cash-ku tinggal sedikit. Kau tahu juga kan limit kreditku tidak sebanyak limitmu. Tagihanku juga masih banyak. Tidak akan cukup untuk menghidupi kita berdua di sini Amarel. Jepang itu tidak murah."

"Huaaa bagaimana dong, Sya? Uang cash-ku juga sudah sedikit. Ya mungkin hanya untuk makan dan transportasi kita di sini. Masa kita di hotel terus sih. Liburan macam apa coba?" gerutuku kesal sambil membenturkan kepalaku ke kasur.

"Apes sekali ya kita. Sudahlah kemarin kita berpakaian memalukan seperti itu dari hotel. Kau mending masih menutupi tubuhmu. Aku hanya memakai pakaian dalam. Memalukan. Aku tak tahu apa yang terjadi nanti ketika kita sampai di Indonesia. Aku hanya berharap semoga papaku tidak mengetahui hal ini." Usya sudah memiringkan tubuhnya menghadapku. Aku masih dalam posisi telungkup lemas.

"Heh kau pikir aku tidak tersiksa malam itu? Angin-angin itu menembus miss v-ku, Sya! Geli rasanya! Lagian kau juga sih masih nekat menjalin hubungan dengan om-om mesum itu."

"Rel, masalahnya belum ada pria yang berhasil membuatku merasa melayang selain Om Goldie. Mengertilah. Aku juga mau lepas dari dia." Usya pun bangkit lalu mengambil ponsel yang ada di dalam tas slempangku.

"Temanku sedikit sih. Apa kau mau kucarikan pria dari temannya Tauvan? Ah tapi aku membencinya. Malas sekali rasanya berbicara dengan si anak haram itu."

Usya malah mengabaikanku dan fokus pada ponselnya. Tiba-tiba ia berteriak. "Sya! Om Goldie sms aku!"

Aku pun langsung ikut bangkit dari tempat tidur dan melihat layar ponselnya.

Goldie Wirassyta 03.30 : Usya sayang, maafkan om. Bukan maksud om untuk tidak membela kamu, tapi om hanya takut urusan ini melebar ke mana-mana. Om janji akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. Om sayang Latusya. Nanti kalau Usya sudah di Jakarta kabarin om ya. Kita lanjutkan rencana kita yang gagal kemarin malam. Love you, Latusya.

Huek! Aku langsung berakting muntah di depan Usya begitu membaca sms dari Om Goldie. Usya masih terpaku sambil melihat layar ponselnya. Wajahnya bingung. Astaga Latusya.

"Sya, kau masih percaya sama dia? Dia itu cuma manis di mulut, tapi di belakangnya pengecut. Sudahlah. Nanti aku carikan deh om-om yang pas buatmu. Aku akan tanya kakek. Kau tidak apa-apakan kalau duda? Kumohon jangan pria beristri lagi. Atau apa perlu aku bilang sama kakek supaya si Goldie itu diturunkan dari jabatannya? Kakek kan punya pengaruh juga di perusahaanmu."

[C2] He's not NORMAL!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang