30 :: Ayahku yang lain

122 4 0
                                    

Seorang pria terus memandang ke arah gerbang sekolah memandangi setiap orang berpakian putih abu yang ke luar dari gerbang itu. Mata pria itu bertemu dengan mataku, dia menatapku begitu lama hingga membuatku berjalan cepat untuk kabur. Aku merasa takut melihat orang itu yang entah sejak kapan selalu diam di depan gerbang sekolahku dengan mobil range rovernya di pagi dan siang hari saat aku berangkat dan pulang sekolah. Mulanya aku cuek saja tapi semakin kesini aku semakin takut karena dia terus memandangiku bahkan Syifa temanku pun menyadarinya.
Syifa bilang mungkin om-om itu menyukaiku tapi aku tak yakin dengan itu, memang sih orang bilang aku cantik bahkan sangat cantik katanya. Banyak teman sebaya dan juga kakak kelasku yang naksir padaku tapi apa mungkin aku juga sampai membuat om-om itu terpesona padaku? Aku pikir itu tidak mungkin dari sekali lihat mungkin om-om itu sudah berusia 30 tahunan lebih jadi tidak mungkinkan dia tertarik pada anak usia 15 tahun sepertiku yah kecuali dia penderita lolita complex. Dilihat dari penampilannya orang asing itu memang ganteng yah sekelas dengan Won bin lah tapi dari ekspresi matanya ketika melihatku dia seperti merasakan kerinduan dan kesedihan tapi aku juga tak yakin mengingat aku bukan pakar pembaca ekspresi.

Perjalanan dari sekolah ke rumahku memang tak terlalu jauh hanya jalan 5 menit dan naik angkot 5 menit. Aku memandang keluar jendela angkot dan kaget melihat mobil range rover orang asing itu tepat berada di belakang angkot yang kutumpangi.
"Syifa om-om itu ngikutin kita" ucapku panik.
"yah kamu baru sadar? setiap hari juga om-om itu ngikutin kita Queen emang kamu belum pernah liat di sekitar rumahmu?"
Aku menggeleng, rasa takut menyelimuti hatiku pikiran buruk menjalar di otaku mengingat banyak sekali kejahatan yang menyerang wanita-wanita di bawah umur akhir-akhir ini.
"Queen, sebaiknya kamu ceritaain sama orangtua kamu siapa tahu mereka bisa memberikan solusi"
Aku mengangguk menerima saran Syifa.

Saat sampai di rumah aku langsung mencari ibuku dan mendapati dia sedang mengganti popok adikku yang paling kecil. Aku mendekat dan duduk di hadapannya tapi dia cuek saja dan asyik dengan kegiatannya sendiri.
"Mah Queen ingin bicara" ucapku
"yah bicara saja apa susahnya kan tinggal ngomong" ucapnya ketus.
Aku menghela nafas melihat respon ibuku, yah begitulah ibuku selama 15 tahun aku mengenalnya dia selalu bersikap ketus padaku tapi tidak pada keempat adikku. Aku tak tahu apa salahku pada ibuku di masa lalu hingga dia bersikap seperti itu padaku tapi aku coba memakluminya mungkin dia lelah mengurusi adik-adikku hingga tak punya waktu memperhatikanku. Entahlah aku memang sering merasa asing dengan keluargaku sendiri, ibuku yang ketus, ayahku yang dingin, kakak laki-lakiku yang bersikap angin-anginan kadang baik kadang jahat, nenekku yang melihatku seperti aku kutu yang harus dilenyapkan dan keempat adikku yang pertemuannya diminimalisir oleh nenekku.
Mengingat bagaimana keluargaku rasanya tak mungkin mereka mau membantuku jadi kuputuskan untuk tidak jadi memberitahukan ibuku. Mungkin jika terjadi sesuatu yang buruk padaku barulah mereka akan memperhatikan aku. Yah aku sudah memakai berbagai cara agar orangtuaku lebih memperhatikanku dari mulai menjadi anak berprestasi hingga mencelakai diri tapi hasilnya nihil mereka sama sekali tak tertarik memperhatikanku. Egois memang aku ingin diperhatikan padahal aku tahu aku memiliki banyak saudara lain tapi apa salahnya memberi sedikit perhatian padaku. Hanya kak Fabian yang memberi selamat padaku ketika berprestasi dan memarahiku ketika aku mencelakaiku tapi sekarng kak Fabian juga pergi kuliah di luar kota sejak 2 rahun lalu dan hanya pernah pulang 2 kali di hari lebaran saja.

Aku berdiri dan meninggalkan ibuku yang sedang bercengkarama dengan adik laki-laki kecilku dan masuk ke kamarku. Kamarku yah inilah tempat dimana aku menghabiskan waktu sehari-hari sendirian di dalam kamar tanpa ada yang menggubrisku. Aku menderita? tidak juga meskipun orangtuaku tidak perhatian padaku tapi aku tetap hidup dengan baik dan berkecukupan dalam hal materi mengingat ayahku pemilik perusahaan asuransi. Aku juga memiliki pembantu yang siap menerima apapun perintahku bukankah itu cukup? jika aku orang bersyukur tentu saja harusnya aku merasa cukup tapi entahlah tidak diperhatikan orangtua membuatku merasa ada yang kurang di hidupku.

INDONESIA MEMBACATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang