2 :: Senyummu adalah kebahagiaanku

1K 16 1
                                    

Di sebuah kota tepatnya di Surabaya, tinggallah seorang gadis kecil berusia 14 tahun yang bernama Erwina Larissa Fatimah, dia lebih sering disapa Ima.

Gadis kecil bernama Ima sekarang telah menduduki bangku kelas 3 SMP. Dia pun telah berhasil menempuh Ujian Nasional, kini tinggal menunggu hasilnya saja.

Sejak lama dia sudah mempunyai impian untuk bisa masuk di salah satu SMAN komplek terfavorit di kota Surabaya.

Suatu hari dia berbincang-bincang dengan kedua orangtuanya untuk merundingkan dimana dia akan melanjutkan pendidikannya.

"Bu, Pak" kata Ima membuka pembicaraan pada orangtuanya yang sedang berkumpul di ruang tamu

"Iya Nak?" jawab kedua orangtua yang hampir bersamaan

"Bagaimana kalau nanti Ima mencoba untuk ikut tes RSBI dulu? Nanti kalau tidak lulus baru ikut yang reguler" kata Ima sambil menatap muka kedua orangtuanya secara bergantian.

Terlihat guratan di wajah kedua orangtuanya, yang menandakan mereka terlihat bingung mendengar ucapan anaknya.

"Kalau ibu sih terserah kamu saja yang penting kamu optimis"

"Oh bagus itu, bapak malah bangga kalau kamu nanti bisa masuk sekolah komplek.

Pokoknya kamu belajar saja yang rajin, nanti bapak akan bekerja keras untuk mendapatkan biayanya" Sahut bapaknya sambil melirik balik ke arah istrinya

"Emm... Makasih ya bu, pak. Ima janji Ima akan belajar rajin" jawab Ima dengan melontarkan senyum lebar dan berangsur meninggalkan tempat itu

Ima merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya. Memeluk guling kesayangannya dan menatap langit-langit kamarnya yang terang benderang terkena cahaya lampu kamarnya malam itu.

Butiran-butiran air mata tak henti-hentinya terjatuh di pipinya. Ya benar, Ima memang menangis. Matanya sudah terlihat sangat sembab, merah, dan hidungnya pun merah.

Tak ada niatan sedikitpun darinya untuk menyeka air matanya yang sudah membasahi pipinya itu, air mata itu ia biarkan jatuh dan melewati pelipisnya hingga menembus ke bantalnya.

Terdengar ketukan pintu kamarnya, tetapi dia mengabaikan ketukan itu. Tak berapa lama kemudian masuklah seorang wanita paruh baya ke kamarnya.

"Kenapa kamu menangis sayang?" tanya Ibu Nia mendekati ranjang anaknya dan memposisikan dirinya di samping Ima

"Ima baik-baik saja bu" jawabnya sambil menyeka sedikit air matanya menggunakan kedua tangannya

"Cerita saja pada ibu"

Flashback On
"Kamu itu orang miskin, mana bisa masuk sekolah komplek yang elit itu!" tukas seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah tetangga neneknya

"Apa bapak kamu sanggup membiayai kamu selama sekolah di sekolahan elit itu? Bapak kamu kan cuma seorang kurir.

Gajinya saja tidak cukup untuk uang makan satu bulan" sahut nenek Mini *Nenek Ima*. Ima hanya bisa terdiam mendengar cacian orang-orang itu, dan yang paling membuatnya sakit hati itu adalah neneknya. Yup, neneknya juga ikut-ikutan mencaci dan merendahkan dirinya dan kedua orangtuanya. Kakek Ima yang mengetahui hal itu langsung memanggil Ima, dan Ima berlari menghampiri kakeknya itu.

Tak disangka disana Ima bisa menumpahkan segala rasa sakitnya. Melihat cucunya yang sedang terisak, kakeknya mendekati Ima dan berusaha menenangkannya.

"Memangnya benar kalau kamu ingin masuk ke sekolah komplek itu Ima?" Tanya kakek Adi -Kakek Ima-

"I..ya.. kek" jawab Ima tersengal-sengal, dia masih terisak dalam tangisnya

INDONESIA MEMBACATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang