Ghost

69 7 1
                                    

Hantu itu tidak ada.

Entah dari mana isu tentang hantu itu tersebar. Namun beritanya dengan cepat menyebar, bahkan membuat orang - orang menjadi sangat ketakutan. Padahal mereka tidak bisa melihat bentuk dan rupa dari hantu itu, juga tak ada penjelasan ilmiah mengenai hal itu.

"Sudah dengar belum, katanya anak pak Jarwo kerasukan."

"Eh? Beneran tuh? ih serem ya. Kok bisa?"

"Denger - denger emang di daerah rumah pak Jarwo banyak penunggunya kan?"

"Jangan dekat - dekat situ deh. Ntar kerasukan juga."

Begitulah bisik - bisik dari sekumpulan ibu - ibu yang sedang membicarakan tentang seorang gadis belia yang kata mereka kerasukan arwah seseorang yang mati di rumah itu. Aku hanya terkekeh mendengarkan percakapan mereka. Bagaimana mereka bisa percaya begitu saja tentang keberadaan hantu? Aku  berlalu dari situ sambil tetap terkekeh geli.

***

Malam ini, sama seperti malam-malam lainnya. Semilir angin berdesir halus menggoyangkan rumput dan beberapa daun pohon. Sementara beberapa jangkrik bersahut-sahutan seakan sedang bernyanyi. Aku, yang sedang berjalan - jalan, melihat beberapa pemuda/pemudi berkumpul sambil membawa senter. Karena pensaran, aku mendekati mereka.

"Rumah yang disebelah pak Jarwo kan?" tanya seorang pemuda bertubuh tinggi dengan rambut acak-acakan.

"Iya, rumah kosong itu katanya berhantu," sahut seorang gadis dengan tubuh sedang dan rambut pendek sebahu. Sementara seorang gadis lagi tampak menggandeng tangan gadis itu ketakutan.

"Ya, udah hayuk," sahut pemuda yang lain yang memakai topi kupluk dan jaket coklat. 

Setelah itu, kami berlima pergi menuju ke arah rumah yang di maksud. Sebuah rumah mewah dengan gaya belanda, namun terbengkalai. Rumput - rumput tinggi tak terawat menghiasi halaman rumah itu. Bahkan pagarnya sudah tertutup oleh ilalang yang tumbuh memenuhi sela-selanya. 

Suara derik besi karatan menggema saat pemuda dengan topi kupluk itu membuka pagar. Dalam diam, kami berlima memasuki pekarangan rumah itu. Berjalan dengan tenang, sampai tepat didepan pintu rumah. Gadis dengan rambut pendek sebahu membuka knop pintu rumah itu perlahan. Beruntung, pintu itu tak terkunci. 

Setelah puas melihat-lihat lantai satu, mereka bergerak menuju tangga yang mengarah ke lantai dua. Namun, gadis penakut yang selalu menempel pada gadis berambut pendek itu menahan kami.

"Aku..merasa tidak yakin. Sebaiknya kita tidak naik-,"

BRAAKKK!!!

Suara berdebam keras terdengar dari lantai dua, membuat kami kaget, dan para gadis mulai berteriak panik. Sementara para pemuda tampang mencoba bersikap tenang meski wajah mereka mulai pucat.

Aku berjalan meninggalkan mereka ke arah sebuah meja di sebelah tangga. Meja antik yang tertutup oleh kain putih dan sudah sangat lama berada disini. 

Tanpa sengaja, aku menjatuhkan sebuah ornamen yang terpampang di atas sebuah meja kecil. Para remaja itu kemudian mengarahkan senter kearahku, yang membuat mereka kemudian menjerit ketakutan.

"HANTUUUUU!!!!" teriak mereka sambil berlari berhamburan keluar, meninggalkanku sendirian dirumah ini. Kemudian mataku melirik kearah sosok yang turun merangkak dari tangga. Seorang noni belanda yang cantik.

"Kau dengar? Mereka memanggilku hantu. Konyol sekali." aku terkikik geli membuat gaun putih panjangku berdesik. Noni belanda dengan leher nyaris putus itu ikut tertawa kencang.

"Manusia sungguh bodoh percaya dengan hantu," ucapnya. Aku mengangguk setuju.

Lihat? Sudah kubilang, hantu itu tidak ada. Yang ada hanyalah aku dan teman-temanku.


END



Horror StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang