Created by: archifer dan Yoona
Aku mengoleskan lipstik merah di bibir, lalu merapikan rambutku yang sedikit basah berantakan. Aku tersenyum menatap bayanganku di cermin. Rambut ikal panjang sepunggung dan gaun putih untuk pernikahan. Sempurna.
Dengan perlahan, aku berjalan mendekati sebuah meja di tengah ruangan. Lampu di ruangan tampak berkedip beberapa kali. Maklum saja. Ini adalah gudang tua di basement rumahku.
Di atas meja terikat seorang wanita yang membentuk huruf x. Mulutnya tersumpal kain. Rambutnya yang bergelombang basah oleh keringat. Beberapa luka menghiasi wajahnya.
Tubuh wanita itu bergetar saat aku mulai mengelus wajahnya dengan pisau dapur yang sedari tadi kugenggam.Air mata mulai membasahi wajahnya.
Aku mendirikan pisauku, membiarkan bagian yang tajam dan berkilau bersentuhan dengan kulitnya. Perlahan, kutarik pisauku ke bawah, berusaha membingkai wajahnya dengan warna merah segar.
Wanita itu mulai meronta lebih keras dari yang tadi, membuatku harus mendiamkannya agar pisauku tak melenceng jauh.
Namun aku masih belum puas bermain-main. Jadi aku memotong jari-jari wanita itu sebelum akhirnya aku menyayat lehernya dan membuat wanita itu mati kehabisan darah.
Lagu pengantin masih mengalun lembut dari stereo tua itu. Dengan gaun yang bersimbah darah, aku menggerakkan tubuhku seakan sedang berdansa. Ini sungguh menyenangkan.
***
"Pagi, Kak!" sapaku riang sambil menarik kursi dan duduk di depan kakakku. Kakakku, Alan, tersenyum dan menuangkan susu ke gelasku
"Sepertinya kamu lagi senang?" tanyanya. Aku tertawa dan menggigit roti panggangku.
"Begitulah," jawabku sambil tertawa kecil. Kakak tersenyum, kemudian bersiap untuk pergi.
"Baik-baik di rumah ya, Rei," ujarnya. Aku mengangguk dan kakak meninggalkanku berangkat kerja.
Sebenarnya aku tak tega melihat kakak bekerja keras untukku seperti ini. Sejak orangtua kami meninggal 5 tahun yang lalu, kakaklah yang mengurusku. Bahkan saat ada kerabat yang meminta padanya agar aku di rawat oleh mereka, dengan tegas kakak menolaknya. Baginya, merawatku adalah tanggung jawabnya sebagai kakak.
***
Malam ini, kakak terlihat begitu sedih. Wajahnya murung dan bekas airmata tampak mengering di sudut matanya. Saat aku bertanya apa yang terjadi, kakak hanya tersenyum kecil.
"Alice ...." Suaranya sedikit parau.
Aku terdiam, dan mendengarkannya. Bahwa wanita itu telah memutuskan hubungan dengannya. Aku teringat pada wanita yang mayatnya masih kubiarkan di basement. Mayat dari wanita bernama Alice. Untung aku sempat mengambil hpnya dan mengucapkan salam perpisahan pada kakak dengan nama wanita itu.
Aku memeluk kakak dan berusaha menenangkannya dengan mengatakan bahwa dia bukanlah wanita yang baik untuk kakak. Kakak tersenyum, kemudian mengusap kepalaku lembut lalu mengucapkan terima kasih padaku. Aku hanya mengangguk pelan.
Malamnya, saat kakak sedang tertidur, aku masuk perlahan ke dalam kamarnya. Aku memperhatikan wajahnya yang sedang tertidur lelap. Pelan, aku mengusap wajahnya dengan jari-jariku.
Wajah kakak cukup tampan dan banyak gadis yang menaruh hati padanya. Namun selama ini kakak mengenalkan tiga wanita kepadaku dan semuanya sudah kusingkirkan.
Tidak ada yang boleh merebut kakak. Tidak ada yang boleh memisahkan kami. Kakak hanya untukku. Aku mencintaimu, kak.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Horror Story
TerrorMereka ada dimana-mana.. Ketika kau lagi makan, duduk, tidur, bahkan ketika menonton tv sekalipun.. Sshh.. mungkin mereka juga ada di sebelahmu sekarang..